Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Fate seemed to be toying us with jokes that were really not funny.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Cara Menjadi (Lebih) Kreatif dan Melampauinya

10 Juli 2021   07:06 Diperbarui: 10 Juli 2021   07:16 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada kalanya saya merasa jenuh dalam menulis, bahkan saat kata pertama belum dituliskan. Jika alasan utamanya adalah karena malas, maka saya tidak pernah memaksakan diri untuk menulis. Tetapi pada konteks ini, saya merasa jenuh ketika ide yang muncul di kepala saya terlalu mainstream.

Pada momen itulah saya mulai tertarik untuk melakukan ritual-ritual khusus seperti berkomat-kamit di bawah pohon beringin untuk memanggil jiwa-jiwa kreatif dan menunggu sebuah bisikan halus yang mengandung ide cemerlang. Tapi itu konyol!

Atau kadang-kadang saya berharap punya nasib seperti Newton yang menemukan Teori Gravitasi karena tertimpa sebuah apel, atau seperti Archimedes yang menemukan Hukum Archimedes saat dia merendamkan badannya di bak mandi.

Apa pun itu, di mana momen "Eureka!" saya?

Dalam sebuah penelitian terkenal, Teresa Amabile, psikolog di Harvard University, meneliti tentang pengaruh iming-iming penghargaan terhadap pemikiran kreatif. Dia membagi satu tim sukarelawan menjadi dua kelompok di mana setiap kelompok diminta untuk membuat kolase.

Satu kelompok diberitahu bahwa karya mereka akan dinilai oleh sejumlah seniman dan bahwa kelompok yang menghasilkan kolase paling kreatif akan menerima penghargaan berupa uang. Sedangkan kelompok kedua hanya diminta untuk bersenang-senang.

Hasilnya sangat kontras. Ekspektasi terhadap penghargaan dan penilaian, bahkan pujian, menggilas kreativitas.

Amabile telah melakukan beberapa penelitian yang serupa, dan hasilnya tidak menunjukkan perbedaan: momen paling kreatif seseorang terjadi ketika dia merasa termotivasi secara internal, utamanya oleh minat, kesenangan, kepuasan, dan tantangan pekerjaan itu sendiri.

Amabile menyebut dorongan itu dengan "Motivasi Intrinsik".

Tekanan eksternal, sekalipun oleh iming-iming penghargaan berupa uang, tidak meningkatkan kreativitas secara signifikan, malahan terkesan seperti memberi beban kepada pelaku yang pada akhirnya menghambat kreativitas.

Jika kita ingin mengaitkan hasil penelitian ini dengan keadaan yang terjadi di Indonesia, barangkali para pelajar yang terlalu banyak dibebankan tugas dan ujian malah akan tertahan jiwa kreatifnya. Bahkan dalam konteks yang sama juga terjadi di lingkungan perusahaan.

Amabile mengingatkan, "Penekanan pada penghargaan dan penilaian yang sembrono akan mengekang kreativitas."

Walaupun teori tersebut bisa dinilai masuk akal, jujur saja, di lain pihak juga cukup mencengangkan. Pada kenyataannya, teori tersebut tidak selalu cocok dengan dunia nyata.

Jika kita hanya termotivasi oleh kesenangan dari suatu kegiatan, mengapa para atlet tampil lebih baik di tengah panasnya kompetisi daripada saat sesi latihan? Mengapa daya tarik Hadiah Nobel berhasil memotivasi banyak ilmuwan?

Pada tahun 1962, James Watson dan Francis Crick memenangkan hadiah prestisius itu atas keberhasilannya sebagai ilmuwan-ilmuwan pertama yang menggambarkan struktur DNA.

Ketika ditanya apa yang membuat mereka bekerja begitu gigih, mereka punya jawaban yang amat sederhana, "Sejak awal, kami memang ingin memenangkan penghargaan ini."

Pada beberapa abad Sebelum Masehi, bangsa Yunani Kuno mengalami perkembangan pesat dalam berbagai aspek, terutama pengetahuan. Para pionir filsafat banyak bermukim di sini seperti Thales, Anaxagoras, Pythagoras, Socrates, Plato, Aristoteles, Zeno ...

Dan ingat-ingat lagi, bangsa Yunani telah memberi kita demokrasi, sains, filsafat, koin perak dan perunggu, pajak, tulisan, sekolah, kapal layar besar, pinjaman komersial, investasi berbagi risiko, kontrak tertulis, hingga ke sistem tuan tanah absente.

Menilik dari segi geografi, Yunani Kuno, khususnya kota Athena, sama sekali tidak termasuk golongan surga dunia. Lantas apa yang membuat peradaban mereka berkembang pesat (walau tidak lama)?

Hasrat berkompetisi dengan peradaban bangsa Mesir Kuno telah memacu mereka.

Bahkan, saya cukup yakin bahwa (salah satu) faktor yang membuat Anda terdorong kreatif dan tekun menulis di Kompasiana adalah ... rayuan yang amat menggoda dari K-Rewards. Ah, akui saja!

Apakah ini berarti hasil penelitian Amabile tidak bisa dipercaya?

Sejumlah penelitian terbaru meragukan validitas teori Motivasi Intrinsik. Jacob Eisenberg, profesor bisnis di University College Dublin, dan William Thompson, psikolog di Macquarie University, adalah dua orang yang melakukan penelitian tersebut.

Hasil penelitian mereka tampaknya membantah teori Motivasi Intrinsik. Mereka menemukan bahwa para musisi yang berpengalaman akan berimprovisasi dengan lebih kreatif saat diiming-imingi imbalan uang dan ketenaran.

Nah, apakah teori Motivasi Intrinsik keliru? Atau metode penelitiannya yang tidak tepat?

Sebenarnya, tidak ada yang salah. Eisenberg dan Thompson menduga bahwa faktor terpentingnya adalah jenis orang yang terlibat dalam penelitian tersebut.

Partisipan dalam penelitian Amabile bisa dibilang orang awam, tanpa latar belakang seni. Sedangkan partisipan dalam penelitian Eisenberg adalah para musisi veteran dengan setidaknya memiliki pengalaman selama lima tahun.

Kompetisi rupanya memotivasi para kreator yang sudah berpengalaman, tetapi dapat menggetarkan mereka yang belum berpengalaman. Dengan kesimpulan ini, maka tantangan yang diterima para kreator juga dapat memengaruhi kreativitas mereka.

Kini teori yang berkembang pun menyatakan bahwa gabungan antara motivasi intrinsik dan ekstrinsik adalah bentuk ideal.

Sebagian orang, misalnya, mungkin pada mulanya dimotivasi oleh iming-iming penghargaan eksternal, namun begitu sudah hanyut dalam pekerjaan, mereka memasuki kondisi psikologis yang dikenal sebagai flow (mengalir).

Dalam dunia film, Anda dapat memahaminya lewat tokoh Joe Gardner dalam film "Soul". Pada awal cerita digambarkan bahwa Joe merupakan seorang guru musik dan ingin menjadi musisi agar bisa dihargai oleh semua orang dan mendapatkan publisitas yang luas.

Tapi saat tiba kesempatan untuk menunjukkan bakatnya, Joe tenggelam dalam permainan pianonya. Semua jari tangan yang menekan not-not itu benar-benar mengalir. Setelah berhasil mendapatkan apa yang diinginkannya, Joe tidak merasakan sesuatu yang berbeda.

Dia mencabut keinginannya itu dan memutuskan untuk sekadar menikmati sisa hidupnya dengan nada-nada indah dari musik. (Terkesan singkat, tapi mengandung spoiler!)

Barangkali pengalaman itu juga yang terjadi pada Watson dan Crick. Mereka sangat ingin memenangkan Nobel, tapi setelah mereka menikmati penelitiannya, hadiah itu tidak lagi menjadi fokus utama.

Ternyata tantangan itu, entah internal maupun eksternal, amat penting untuk menyulut sintesis-sintesis baru. Jika Anda tidak memiliki antitesis apa pun yang menantang Anda, maka ide-ide kreatif itu tidak akan lahir. Dan jika lahir, kreativitas Anda tidak berguna.

Jadi saya pikir, tidak salah juga menjadikan K-Rewards sebagai motivasi untuk menulis di Kompasiana. Hanya saja alangkah kerennya jika kita memahami betul kesimpulan penelitian Eisenberg dan Thompson.

Euh atau kalau itu terlalu menyinggung, saya menganjurkan kombinasi bentuk ideal yang juga sudah saya singgung.

Melampaui kreativitas

Selama ini, kebanyakan orang mengartikan kreativitas sebagai kemampuan seseorang dalam menghadirkan ide-ide baru. Definisi tersebut memang tidak keliru, tetapi tidak sempurna dan terlalu universal.

Jika sekadar berhenti pada "ide-ide baru", maka setiap orang di dunia ini dapat disebut sebagai orang kreatif. Semua orang punya ide anehnya masing-masing! Dan secara paradoksal, kalau semua orang adalah orang kreatif, maka tidak ada seorang pun yang dapat diakui sebagai orang kreatif.

Tentu itu tidak adil! Oleh karenanya, kita mesti melampaui paradigma orang awam tentang makna kreativitas.

Kreativitas lebih dari sekadar menghadirkan ide, sebab kreativitas juga mencakup tindakan.

Beethoven tidak hanya melahirkan ide gemilang, tetapi dia juga menciptakan lagu, bahkan menulis sembilan simfoni. Para filsuf bukan sekadar orang-orang yang menciptakan gagasan baru, tetapi mereka juga menuliskannya (kecuali Socrates dan segelintir di antaranya) dan mempraktikkannya.

Pablo Picasso disebut pelukis legendaris bukan atas kemampuannya untuk duduk berjam-jam di depan kanvas. Para penyair tidak jauh berbeda.

Begitu pula pada semua orang-orang kreatif yang diakui di dunia, kreativitas mereka telah melampaui pemikiran dan memanifestasikannya dalam berbagai cara yang juga kreatif. Dalam kesenjangan yang ekstrem, kita dapat menyebut mereka "Jenius Kreatif".

Dan psikologi modern telah menemukan bukti empiris untuk pepatah lama Edison mengenai kesuksesan yang terbentuk dari 99 persen keringat dan 1 persen otak. Saya tahu, tidak semua orang-orang kreatif menjadi sukses (dalam artian bergelimang harta dan ketenaran).

Tapi sedikitnya mereka sudah membuktikan bahwa label "kreatif" hanya akan diterima seseorang saat dia melahirkan ide-ide orisinal dan mengaktualisasikannya.

Kreativitas juga punya kekuatan untuk mengubah individu dan berkontribusi pada kesejahteraan mereka. Misalnya, kreativitas dalam bagaimana orang menghadapi situasi yang menantang dapat membuat mereka lebih berhasil untuk mengatasinya.

Keberhasilan tersebut melahirkan rasa puas dalam diri mereka, dan rasa puas yang menyala itu akan turut memengaruhi tingkat kesejahteraan mereka.

Sebenarnya ada banyak penelitian yang berusaha untuk menyimpulkan faktor-faktor apa saja yang dapat mendorong seseorang menjadi kreatif. 

Namun saya tidak akan menguraikannya di sini karena saya tidak sepenuhnya yakin bahwa kreativitas bisa terbetik secara mudah oleh faktor-faktor tertentu yang mereka uraikan.

Jika kreativitas dapat tersulut secara mudah, "seni kreatifnya" malah akan pudar. Justru kreativitas menjadi sangat dihargai karena untuk bisa mencapainya tidak tergolong mudah dan cukup misterius.

Terkadang saya menemukan ide-ide "di luar kotak" saat sedang berada di dalam kamar mandi, atau ketika sedang berjalan kaki mengelilingi lapangan desa, atau ketika mengobrol dengan orang lain, atau bahkan ketika menyimpulkan isi mimpi semalam.

Saya menyarankan Anda (selain menurut hasil penelitian Eisenberg) untuk mendalami pengalaman-pengalaman yang Anda maksudkan ingin menjadi kreatif.

Misalnya saya ingin menjadi seorang novelis, maka cara terbaik untuk mewujudkannya adalah dengan membaca novel sebanyak yang saya bisa dan merenungkannya. Dalam tahap perenungan itulah saya mengolah ide-ide, dan produk yang dihasilkan, besar kemungkinan, orisinal.

Berbeda jika saya sekadar membaca dan menulis tanpa perenungan, saya malah akan melakukan plagiasi.

Semakin kita memahami suatu bidang, maka semakin besar pula peluang yang tercipta untuk menjadi kreatif di sana. Dalam beberapa momen, ide-ide kreatif itu muncul secara niscaya dan bukannya dicari-cari. Eureka!

Pada akhirnya, kreativitas tanpa tindakan hanya akan tenggelam di alam imajinasi dan dunia mimpi. Tindakan menghidupkan ide sebagai pertunjukan atau produk menjadi faktor penentu apakah kita layak disebut orang kreatif atau tidak.

Dan pada kenyataannya, mereka yang benar-benar kreatif tidak membutuhkan pengakuan semacam itu. Mereka hanya menikmatinya; menikmati ide-ide mereka sendiri.

Gagasan-gagasan kreatif sering lahir sebagai bentuk respons kita atas sesuatu yang menantang kita. Masalah dengan surga adalah bahwa tempat itu sempurna sehingga tidak membutuhkan respons.

Maka bersyukurlah seandainya Anda ditantang di banyak lini (seperti di Indonesia); Anda dianugerahi kesempatan besar untuk menjadi lebih kreatif. Seperti dalam kata-kata Nietzsche, "Apa yang tidak membunuhmu akan membuatmu lebih kuat."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun