Menangis sendirian di bawah pohon beringin yang diterpa hujan deras sudah cukup jelas untuk menggambarkan kedalaman depresi saya beberapa tahun yang lalu. Hidup saya dengan cepat berputar menuruni bukit, seolah-olah batu yang sangat besar telah memaksa saya untuk jatuh.
Kala itu kakek saya meninggal dunia karena tabrak lari. Padahal sebelum tragedi itu, saya sudah dalam keadaan lesu karena nyaris semua teman yang begitu akrab dengan saya sudah berbondong-bondong pindah ke kota.
Beberapa kesenangan juga sudah hilang ditelan angin. Dan keadaan yang buruk itu saya bawa hingga ke sekolah dengan berujung kegagalan dalam ujian yang sebelumnya belum pernah terjadi. Depresi saya semakin menjadi-jadi.
Saya merasa sendirian. Tidak seorang pun yang mengerti itu. Di tengah pikiran yang hiruk-pikuk dan mencekik, saya tidak tahu lagi bagaimana caranya untuk hidup. Setiap langkah yang saya jalani terasa sangat menyakitkan, dan pada puncak nestapa, saya terkapar sakit.
Dalam setiap lamunan yang terlintas lama, saya mundur beberapa bulan dan merasakan hidup yang amat bahagia. Kenangan itu berputar-putar dengan indah seperti kunang-kunang di kala malam, bahkan beberapa kali seperti kupu-kupu Morpho yang terbang menggoda.
Kening saya terus-menerus dikompres dengan kain basah untuk mendinginkan rasa terbakar. Saya merasa kehabisan obat yang mereka sebut dengan gairah hidup. Saya tidak bisa pergi ke mana-mana, dan bayangkan betapa buruknya itu karena umur saya belum mencapai 16 tahun!
Yang saya inginkan kala itu hanyalah hidup saya kembali lagi untuk merasa riang dan bersenang-senang dengan semua orang, untuk menikmati langit jingga bersama capung merah, untuk melihat ke cermin dan mengenali siapa yang sedang menatap saya.
Ketakutan yang sesungguhnya adalah ketika Anda tidak tahu betul apa yang salah. Ketika Anda kehilangan diagnosis yang fundamental itu, semua orang yang Anda kenal terkesan tidak memberikan dukungan apa pun.Â
Kondisi itu adalah tempat yang sangat sepi.
Rasa sakit yang tidak Anda ketahui apa obatnya bisa membuat seluruh dunia terasa remuk, dan tali melingkar yang tergantung di ranting pohon itu terlihat seperti jalan pintas yang amat mudah.Â
Dalam kacamata Anda, semua hanyalah kesuraman dari kabut kehidupan yang egois.