Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Live to the point of tears.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Coretan Cinta

15 Juni 2021   16:35 Diperbarui: 15 Juni 2021   16:46 570
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gadis bermata biru safir yang anggun, maaf karena aku terlambat mengirimkan balasan. Tapi aku rasa, ini belum terlalu terlambat. Aku sedang berada di pinggiran kota, dikelilingi oleh pohon anggur yang mengingatkanku pada gaun sederhanamu. 

Ladang anggur ini adalah milik pamanku, Paman Baron. Dia baik sekali, menjamuku dengan beragam makanan khas pedesaan hingga minuman-minuman dingin yang menyegarkan.

Maksudku, sekarang aku sedang berada di gubuk kecil yang dibangun dari kayu-kayu kuno kecokelatan. Gubuk ini disangga oleh tiang-tiang yang sudah dimakan rayap. Atapnya saja terbuat dari jerami-jerami kering dan keras. 

Aku rasa, gubuk ini menjadi tempat berteduh Paman Baron sembari mengawasi ladangnya.

Pertama datang, dia menyambutku dengan pelukan hangat berbau keringat. Kini dia memberiku kertas dan pena agar aku bisa mengirimkan surat balasan untukmu. Kamu juga harus berterima kasih kepadanya, sebab berkat dialah aku bisa menulis surat ini.

Menarik sekali, Aneska. Kau mengirimkan surat padaku hanya untuk bertanya tentang apa itu cinta dan apa perbedaannya dengan rasa suka. Terus terang, aku tidak pernah mencintai apa-apa selain keluargaku sendiri, dan seekor Alcon Biru. 

Sekarang semuanya telah menghilang dari kehidupanku, yang tersisa hanyalah seorang gadis bermata biru safir yang mungkin sedang menangis di taman Kalvan tadi sore.

Bukannya aku ingin mengabaikanmu sendirian di sana, tapi aku harus bekerja untuk Paman Baron. Bukannya aku tidak mementingkanmu, tapi persoalan ini berkaitan dengan hidup-matiku. Tapi tenanglah, kini aku bisa memusatkan duniaku lagi padamu.

Nah, kau bertanya padaku tentang apa perbedaan rasa suka dan rasa cinta. Mungkin seharusnya kau bertanya pada seorang psikolog atau motivator, tapi pria sebatang kara sepertiku juga punya pendapatnya sendiri tentang itu.

Aneska yang baik, jika cinta diartikan sebagai perasaan suka kepada seseorang, maka tidak ada yang namanya cinta abadi di dunia ini. Jika cinta hanyalah sekadar perasaan suka, maka cinta abadi adalah omong kosong.

Tidak mungkin seorang manusia dapat menyukai sesuatu yang sama sepanjang waktu. Manusia berjalan dalam siklus yang melingkar sepanjang waktu: mereka menyukai sesuatu dan di waktu kemudian mereka menyukai sesuatu yang lain. 

Manusia adalah makhluk yang paling mudah merasa bosan, bahkan mereka takut dengan kesenyapan karena saat itulah kebosanan membunuh mereka.

Kamu ingat tentang kupu-kupu Alcon Biru-ku? Aku mencintainya, terutama karena dia pernah hinggap di keningku beberapa kali. Tapi aku tidak menyukainya, Aneska. 

Sebenarnya dia punya bintik hitam pucat di sayap kirinya. Dan bintik itu membuatku tidak menyukainya, karena ada banyak kupu-kupu yang jauh lebih cantik darinya. Meskipun demikian, aku tetap mencintainya.

Jika kamu pikir ini berkontradiksi, sebenarnya tidak. Tidak semua rasa cinta diiringi rasa suka. Pada hubungan anak dan ibu, seorang anak akan berkata kepada ibunya, "Aku mencintaimu," dan bukannya, "Aku menyukaimu." 

Itu alamiah dan menunjukkan hakikat sejati dari cinta. Atau kamu bisa membalikkan situasinya. Mungkin kamu tidak suka dengan ibumu yang sangat cerewet. Di samping ketidaksukaanmu itu, bagaimanapun juga, kamu mencintainya.

Cinta datang dari hubungan emosional yang tidak bersyarat. Itulah yang membuat seorang anak mencintai ibunya, karena emosi di antara mereka sudah tertanam sejak lahir secara alami. 

Rasa cinta datang dari pengalaman emosional, lebih dari sekadar perasaan belaka dan pastinya bersifat internal. Tapi rasa suka datang dari dunia fisik yang jauh lebih dangkal ketimbang pengalaman emosional. Dan karenanya ia bersifat eksternal, atau dipancing oleh sesuatu dari luar diri sendiri.

Dapatkah kamu memahaminya, Aneska? Sudahlah, sekarang ini menyerah saja padaku. Aku akan melanjutkan.

Jika kamu pernah jatuh cinta kepada seseorang karena parasnya atau hartanya, kamu harus hati-hati, Aneska. Bukanlah cinta jika perasaan itu berpatokan pada diri selain dirimu. Cinta tumbuh dari dalam; murni mengakar di hatimu.

Karenanya cinta itu tak terdefinisikan. Cinta itu misterius! Ia menjadi misterius karena hanya dapat dipahami oleh orang-orang yang sedang berada dalam pelukan cinta. 

Ketika sekarang aku mampu membicarakan cinta, itu karena aku sedang berada di dalam keindahannya. Kamu lupa, aku cinta padamu, Aneska! Kini aku bisa mengerti tentang apa itu cinta.

Aku memahami cinta sebagai sebuah aktivitas; sesuatu yang diperjuangkan. Ia tumbuh dari akar hingga ke pucuk dan bukannya gulma yang tumbuh dengan sendirinya. 

Karena itulah aku menolak untuk "jatuh cinta". Maksudku, aku tidak jatuh cinta, melainkan berdiri dalam cinta. Aku tidak menerima cinta dalam keadaan jatuh, melainkan berdiri menyambutnya, menikmati setiap sisi dari sentuhannya.

Bagiku, cinta datang sebagai sebuah imbauan. Ia datang seperti panggilan dari Aku ke Aku yang lain. 

Justru karena aku bertemu Alcon Biru itu, maka ketertarikanku untuk mencintainya bukan karena kupu-kupu itu memiliki banyak hal yang memikatku, tapi aku mencintainya karena dia adalah dia. Aku mencintai Alcon Biru itu karena dia adalah dia dan bukan kupu-kupu Morpho.

Ya, memang tidak mudah mendefinisikan cinta secara pasti. Seperti kata Rumi, tak ada yang bisa menjelaskan hakikat cinta, namun cintalah yang menjelaskan segala hakikat. 

Semua bentuk pengalaman yang dialami manusia merupakan efek dari cinta---atau setidaknya begitulah menurutku.

Peperangan yang telah dilalui oleh umat manusia disebabkan oleh perbedaan cinta antara beberapa kubu, entah itu perbedaan cinta pada agama, negara, suku, ras, dan semacamnya. 

Andaikan semua orang sepakat untuk mencintai yang satu, akan lebih mudah untuk membayangkan bagaimana dunia menjalani kedamaian. Tentu tidak sesederhana itu, tapi lihatlah bagaimana cinta telah merombak masuk ke dalam berbagai dimensi kehidupan.

Sekarang jika aku percaya dengan keberadaan Sang Pencipta, aku yakin Dia menciptakan kita karena kecintaan-Nya. Karena apa yang menjadi alasan-Nya untuk menciptakan kita? Alasan yang paling masuk akal bagiku adalah karena Dia mencintai kita. 

Seseorang tidak menciptakan sesuatu yang dibencinya, kecuali karena keterpaksaan. Tapi siapa yang memaksa Dia untuk menciptakan kita?

Gadis Safir-ku yang murung, sepanjang sejarah kita melihat bagaimana manusia merefleksikan cintanya dengan beragam cara. Tidak perlu aku sebutkan, kamu bisa merenungkannya sendiri. 

Kini tinggal bagaimana kita dapat mencintai dengan baik agar wujud kecintaan kita tidak menghasilkan kebencian di pihak lain. Bukankah itu yang tidak dipahami banyak orang?

Aku pikir ada perbedaan yang kontras antara "nafsu" dan "cinta". Ketika kamu melihat seorang pria turun dari mobil Mercedes putihnya, perasaan otomatis yang kamu rasakan bukanlah cinta, melainkan hanya sekadar rasa kagum. 

Jika kamu langsung menurutinya, kamu menganggukkan kepala pada nafsu. Hewan-hewan melakukan itu. Kita bisa melihat bagaimana (hampir) semua hewan jantan akan berkompetisi di hadapan sang betina untuk membuktikan siapa yang layak mendapatkan cinta sang betina.

Tapi cinta manusia dibangun dari dasar, suatu proses yang memakan waktu. Dan jika telah terbentuk, cinta sejati tidaklah bersyarat. Cinta sejati itu apa adanya dan tanpa syarat, Aneska! Itulah yang kuyakini.

Kini aku lebih menikmati pengetahuanku soal cinta. Dan karenanya aku tidak ingin bermain-main dengan itu. Cinta terlalu berharga untuk diberikan kepada sembarang orang. Mencintai dengan salah itu membuang banyak tenaga dan hanya menghasilkan ketidakpuasan yang malang. 

Tahukah kamu apa yang menarik perkara cinta? Mungkin benar kata orang-orang: cinta itu membutakan. Cinta menjadikan sesuatu tampak menawan, tapi yang tampak menawan tak selalu menyebabkan jatuh cinta.

Adalah hakmu sendiri jika menginginkan seseorang yang berparas tampan atau kaya raya. Dan barangkali tidak masalah juga, karena kamu tetap akan menanggung sendiri apa akibatnya. 

Tapi pilihan itu pasti selalu ada. Kamu bisa memilih cinta yang tanpa syarat, atau cinta yang bersyarat. Kukira begitu jelas mana yang lebih baik.

Aku setuju, kita menilai segala sesuatu dari tampak luarnya secara naluri. Maksudku, itu terjadi otomatis. Tapi kesan pertama dari penilaian mata bukanlah sesuatu yang disebut cinta, pikirku. Itu hanyalah rasa kagum. 

Jika kamu berhenti di penilaian mata dan memutuskan untuk mencintainya, aku rasa kamu terjebak dengan nafsu. Tapi lain persoalan jika penilaian mata turun ke hati. Dengan itu tercipta hubungan emosional yang manis antara dua subjek, dan begitulah fondasi cinta sejati mulai terbangun.

Aku tidak tahu pasti dari mana datangnya kata-kata itu. Apakah suatu kekuatan mistis telah berperan sedemikian jauh hingga mengendalikan apa yang aku ucapkan?

Kendati demikian, Aneska, kamu diselimuti misteri yang tak kumengerti. Aku sama sekali tidak bisa menebak bagaimana perasaanmu padaku. 

Kamu terkadang begitu cerewet, terkadang mengundang tawa, terkadang tolol, terkadang amat serius; kamu adalah galaksi kecil yang harus kuketahui bagaimana cara kerjanya.

Haruskah aku mencintaimu dalam diam? Sebab dalam diam, aku tak menemukan penolakan.

N.B. angin malam di ladang anggur semakin dingin, aku butuh mantel hitamku yang kau curi di bawah hujan bintang.

N.B. N.B. mohon kirim surat balasanmu ke alamat rumahku.

N.B. N.B. N.B. aku tidak sedang menggoda agar kamu menerima cintaku. Apa yang terjadi hanya akan terjadi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun