Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Live to the point of tears.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Ketika Seorang Filsuf Bermain Media Sosial

9 Juni 2021   17:32 Diperbarui: 9 Juni 2021   17:34 571
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jadi, jauhkan rasa iri itu. Seorang filsuf tahu betul bahwa di balik paras rupawan, terdapat penderitaan yang mungkin tidak muncul ke permukaan. Dan begitu pun di balik paras biasa, tersemat kebahagiaan yang mungkin tidak bisa dijelaskan.

Semua adil dalam cinta dan nestapa.

3. Merenungkan setiap kutipan

Media sosial merupakan sarana bagi kita untuk menemukan atau membagikan kutipan (quote). Kita banyak menjumpai kutipan di sana semudah menemukan batu di hamparan daratan. Mulai dari yang hanya basa-basi, curahan hati, hingga ke yang bermakna dalam.

Seorang filsuf tidak akan berhenti sampai tahap membaca. Ketika dia menjumpai suatu kutipan di layar beranda, dia akan berhenti menggulir layar. Sejenak dia merenung, berkontemplasi, menari-nari bersama pikiran.

Dia mulai bertanya, "Apa makna dari kutipan itu? Apakah hanya sekadar hiburan, atau menyimpan cahaya yang belum tersingkap? Bagaimana kutipan itu bisa menjadi benar? Apa yang keliru darinya?"

Meskipun terkesan ruwet, tapi perilaku itulah yang benar-benar berharga bagi kita yang suka menyantap kutipan. Adakalanya sebuah kutipan disalahpahami maknanya. Terkadang juga, kita melewatkan mutiara berkilauan itu yang hanya bisa didapat jika kita menyelaminya hingga ke dasar.

Ya ... namanya juga seorang pemikir. Tidak ada orang yang begitu gemar menemukan pencerahan selain para filsuf. Dan mereka tidak akan melewati kutipan seremeh apa pun, sebab ide-ide besar itu sering tersulut oleh ide-ide kecil.

Sebuah obor dapat menyalakan api raksasa hanya dengan disulut oleh sebatang korek api mungil.

4. Unggahan pribadi dipenuhi pemikiran filosofis

Aku adalah seorang noktah kosmik yang tinggal di halaman mungil alam semesta. Apa yang menjadi dalihku untuk bersombong?

Kini aku sadar bahwa cara terbaik untuk memahami kehidupan adalah dengan menjalaninya.

Hal terbaik yang pernah kumiliki adalah ketika aku tidak sudi untuk menghitung keingintahuanku.

Wah, bagaimana, sudah cukup filosofis? Hal-hal semacam itulah yang kira-kira akan diunggah oleh seorang filsuf jika bermain media sosial. Meskipun kata-katanya mirip seorang penyair, tapi ucapan seorang filsuf sering mengandung pesan yang terpendam.

Mereka gemar menaruh berliannya di dasar lantai. Jika Anda berhenti di atap, Anda tidak mendapatkan berlian itu.

"Membuat dirinya bisa dimengerti adalah bunuh diri untuk filsafat." (Martin Heidegger)

Para filsuf sering kali punya pemikiran yang berseberangan dengan pemikiran masyarakat awam. Inilah yang kemudian memancing mereka banyak dihujat. Bahkan sudah menjadi pemandangan yang lumrah jika kita mendengar cerita seorang filsuf yang "dibunuh" oleh otoritas.

Tapi mereka yang cinta kebijaksanaan akan dengan senang hati membagikan kebenaran pada dunia. Maka upaya inilah yang akan diperjuangkan oleh para filsuf dalam bermedia sosial. Ini merupakan keuntungan tersendiri bagi mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun