Saya melakukannya. Ketika saya menyelami dunia sang penulis, saya menyadari satu hal, bahwa buku adalah kolam renang paling asyik untuk berenang.
Begitu pentingnya sastra, maka demikian pentingnya pula buku. Kita sedang membicarakan keajaiban buku, bukan?
Buku bukan sekadar portal menuju dunia sastra, tapi ia juga merupakan portal menuju kehidupan yang berbeda.
Bagi pembaca, buku adalah cara untuk mengubah kehidupannya. Bagi penulis, buku adalah cara untuk mengubah dunia.
Saya masih terkenang akan kehangatan air mata pertama dalam membaca buku. Ketika kata-kata itu menyentuh alam bawah sadar, otak mulai gemetar demikian kerasnya hingga memeras air yang mengalir lewat mata.
Pada beberapa momen, saya kehilangan jiwa ketika tenggelam dalam dunia sang penulis. Saya melepaskan keinginan untuk sadar, dan kemudian seakan terbangun dari tidur yang amat-panjang.
Seperti memancing ikan, ketika saya membiarkannya sejenak untuk berenang ke dasar, dia kembali menuju ke permukaan dengan lebih gemuk. Saya kembali menuju realitas dengan pengetahuan yang lebih gemuk.
Kemampuan melihat dunia dengan sepasang mata yang segar memicu saya untuk merenungkan kehidupan. Buku tidak hanya mengajari moral, tapi juga mendorong untuk mempraktikkan penilaian yang baik.
Buku dapat menambah nilai dan keindahan dalam hidup kita. Karenanya buku menjadi satu-satunya alasan mengapa saya merasa nyaman dalam kesendirian yang lama. Itu mengajari saya untuk jatuh cinta dengan diri sendiri.
Buku adalah sesuatu yang tidak hanya membantu kita untuk mengabaikan masalah hidup kita untuk sementara, tetapi dalam beberapa cara, buku juga membantu dan memprovokasi pikiran kita untuk lebih banyak berpikir dan menjadi lebih manusiawi.
Namun sayangnya, mantra ajaib dari buku masih terpusat di ruang kelas atau perpustakaan. Ini membuat keajaiban buku hanya dimiliki oleh segelintir orang yang punya hak istimewa.