Tapi, saya menemukan beberapa alasan mengapa media sosial dapat meningkatkan rasa kesepian.
Peralihan dunia
Sebagian dari kita cenderung memandang media sosial sebagai platform yang menawarkan obat anti-kesepian. Dan memang kenyataannya begitu. Media sosial telah mengkomodifikasi dan mempatologiskan kesepian dan menawarkan kita obat.
Namun, sesuatu yang berlawanan justru terjadi.
Dalam sebuah survei ditemukan bahwa individu yang menghabiskan lebih banyak waktu di media sosial merasa lebih kesepian ketimbang mereka yang menghabiskan lebih sedikit waktu untuk terlibat dengan media sosial.
Hal ini disebabkan oleh perpindahan pengalaman sosial. Semakin banyak waktu yang dihabiskan untuk media sosial, semakin sedikit waktu yang dimiliki untuk berinteraksi sosial di dunia nyata.
Karena alasan ini, peningkatan penggunaan media sosial sebenarnya dapat menyebabkan bergesernya pengalaman sosial yang sehat, mempersulit kita untuk terhubung pada tingkat yang sangat pribadi dan bermakna.
Semua pesan dan notifikasi yang kita terima mungkin merupakan bukti bahwa kita telah saling terhubung dan berinteraksi dengan banyak orang; tapi sampai ke level apa?
Apakah itu benar-benar menjalin hubungan yang dekat atau hanya sampai di permukaannya saja?
Pertanyaan yang lebih berat adalah, seberapa banyak interaksi, like, komentar, dan chattingan di media sosial yang setara dengan koneksi yang kita dapatkan dari kehadiran satu orang di dunia nyata?
Hubungan dekat ternyata lebih berharga ketimbang uang atau ketenaran. Hubungan yang terjalin dengan sehat merupakan hal sederhana yang membuat orang bisa bahagia sepanjang hidup mereka.