Teruntuk Pejuang SNMPTN
di Bumi 2021
Aku melihat air mata berlinang di matamu laksana kristal salju di musim panas. Aku yakin hanya ada dua kemungkinan, jika bukan air mata kebahagiaan, pasti air mata kekecewaan. Bukan hanya karena kesedihan, manusia juga menangis saat merasakan keindahan.
Menangislah tanpa harus malu. Seluruh dunia akan mengerti, hanya orang-orang tolol yang menertawakan. Meskipun ini bukanlah perkara hidup dan matimu, kamu berhak menangis tanpa batas ruang dan waktu.
Surat ini aku tulis bukan sebagai motivasi. Tak terhitung berapa kali aku mengalami kegagalan, dan yang aku butuhkan saat itu bukanlah motivasi, terkadang hanya butuh dimengerti.
Dalam situasi yang kacau, nasihat sebijak apa pun hanya akan terasa seperti setumpuk sampah yang dilemparkan tepat ke wajahmu. Saat seseorang menasihatiku selepas kegagalan, rasanya dia sedang menghinaku dan hanya menegaskan kenyataan bahwa aku adalah seseorang yang gagal!
Duh, betapa menggelikannya realitas mempermainkan harapan kita. Tapi, begitulah adanya. Orang-orang yang berharap, secara tersirat, harus sudah siap untuk kecewa. Jadi, aku begitu kagum pada mereka yang berharap. Mereka punya jiwa yang berlimpahan.
Ketimbang memberikan motivasi atau nasihat, aku ingin kamu sedikit merenung sekarang ini. Barangkali akan lebih baik kalau kamu membaca surat ini di tempat yang senyap, sebab aku akan berbisik langsung menuju hati kecilmu.
Seberapa penting sih SNMPTN? Apakah itu adalah penentu masa depanmu? Bagaimana bisa? Memangnya debu ajaib macam apa yang dimiliki SNMPTN sampai sebegitu pentingnya bagimu?
Untuk kamu yang lulus SNMPTN, cobalah kira-kira sendiri: apakah jurusan yang dipilih benar-benar hasil dari keputusanmu secara sadar? Jika "iya", siapkah kamu menghadapi segala risiko yang menanti? Maksudku, sadari betul-betul berbagai masalah yang mungkin kamu hadapi di waktu nanti. Jangan-jangan keyakinanmu telah melebur bersama ambisi yang membutakan.
Kalau "tidak", lantas apa makna kelulusanmu itu? Bukankah hal yang membedakan kita dengan hewan adalah kesadaran diri? Bagaimana kamu akan menyesuaikan diri nanti? Jangan-jangan pilihanmu waktu itu hanya berusaha merebut gengsi?
Ya, jawablah. Aku tidak sedang menghinamu, menakutimu, atau mengecewakanmu. Aku sedang membantumu.
Cobalah renungi dengan serius. Jangan dikira kelulusan SNMPTN sepenuhnya kesenangan. Mengapa? Sebab sekarang, kamu dilimpahi masalah dengan varian baru; masalah-masalah yang sebelumnya tak pernah kamu hadapi. Apa itu? Lanjutkan saja perenunganmu!
Kemudian bagi kamu yang mendapatkan hasil merah, cobalah reka-reka sendiri: seberapa pentingnya hasil SNMPTN itu bagimu? Toh masih ada jalan lain. Dan apa kabar baiknya? Kamu akan belajar lebih banyak hal!
Selama kamu mempersiapkan diri untuk mengikuti SBMPTN, sebenarnya kamu sedang menikmati anugerah Tuhan. Ini anugerah! Kamu akan belajar hal-hal baru atau setidaknya mengasah kembali pengetahuanmu tentang semua materi yang dipelajari dari kelas 10 sampai kelas 12.
Anugerah ini juga datang kepada mereka yang lulus. Tapi, pastilah lebih banyak yang tidak mengambilnya karena akan berasumsi bahwa itu sesuatu yang melelahkan dan sia-sia.
Duh, aku iri kepada mereka yang gagal, sebab mereka sedang diberikan kesempatan untuk berkembang. Perkembangan hanya dapat terjadi saat kita memulai dari titik rendah menuju puncak.
Mereka yang berada di puncak sudah kehabisan jalan untuk bisa berdiri di posisi yang lebih tinggi lagi. Dan sesungguhnya tidak ada orang yang sedang berada di puncak. Mereka hanya merasa berada di puncak hingga mereka tersadar bahwa satu-satunya cara untuk bisa berkembang adalah kembali turun dan mendakinya ulang.
Kita selalu bermula dari bukan apa-apa.
Bahkan aku menjadi skeptis sekarang ini: jangan-jangan di waktu nanti, mereka yang sempat tidak lulus SNMPTN akan lebih unggul. Karena yang satu didorong api semangat, yang satu didorong api kebanggaan.
Dan sayangnya, sikap angkuh hanya lahir saat kita mengalami kesuksesan yang membanggakan. Ironisnya, kesuksesan juga terkadang malah menjadi bencana bagi mereka yang belum siap mengalaminya.
Duh, sesungguhnya kegagalan adalah pemantik api di gelapnya gua. Meskipun kegagalan membuat segalanya begitu gelap dan suram, tapi kegagalan juga yang memberikan kita obor sebagai penerangnya. Hanya saja, beberapa dari kita tidak menyadarinya, atau bahkan tidak mau sama sekali.
Ada yang unik dari sifat manusia. Dalam beberapa kasus, mereka begitu senang meratapi kegagalannya sehingga mereka punya alasan untuk protes atau mengeluh kepada Tuhan. Padahal kegagalan adalah anugerah. Ya, jika pilihanmu tidak terwujud, pastilah apa yang kamu dapatkan sekarang adalah pilihan Tuhan.
Tahu apa kamu soal takdir?
Pada dasarnya, kegagalan dalam SNMPTN telah menyelamatkanmu dari masalah-masalah yang (hanya) dimiliki oleh mereka yang lulus SNMPTN. Begitu pun sebaliknya. Semua telah seimbang dan sesuai dengan kapasitasnya.
Tahu apa kamu soal takdir?
Hei, amor fati! Jangan sekadar berserah menerima takdir, tapi juga mencintainya. Eksistensi manusia bukan ditentukan oleh kegagalan atau kesuksesan duniawi, melainkan seberapa tangguh dia menghadapi kehendak takdir.
Apalagi soal SNMPTN, adakah syarat untuk masuk surga harus lulus SNMPTN? Duh, sepele!
Berharaplah akan datangnya peluang dan penindasan yang tak terbatas di setiap saat. Berharaplah akan datangnya penderitaan beserta dengan kebebasan. Harapkanlah penderitaan yang datang dari kebahagiaan.
Atau, kebijaksanaan yang datang dari ketidakmengertian. Atau, kekuatan yang datang dari kepasrahan. Berharaplah bahwa segala sesuatunya akan terjadi sebagaimana mestinya. Amor fati: Apa yang terjadi, terjadilah! Bagian kita adalah mencintai suratan takdir.
Tahu apa kamu soal takdir?
Muhammad Andi Firmansyah, yang juga pejuang SNMPTN.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H