Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Live to the point of tears.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Surat Terakhir

17 Maret 2021   14:44 Diperbarui: 17 Maret 2021   14:53 612
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku sendiri tidak yakin dengan apa yang akan kupilih. Aku pikir, aku akan menolak persyaratannya. Jika ini hanya sebuah kunjungan singkat, barangkali aku akan dengan sopan menolak tawaran untuk mengunjungi dongeng akbar ini. Aku cukup yakin bahwa aku akan menolak semuanya.

Jika aku telah memilih untuk tidak pernah menapakkan kaki di dalam dongeng akbar ini, aku tidak akan kehilangan apa pun, kiranya. Sesuatu yang tiada tidak akan kehilangan apa pun! Dia tidak berhak menuntut apa pun! Kamu mengerti apa yang kumaksud?

Meskipun terkadang, lebih terasa menyakitkan bagi manusia untuk kehilangan sesuatu yang disayanginya daripada tak pernah memilikinya sama sekali. Akan tetapi, kini giliranmu untuk menjawab, Antreas; tongkat kuserahkan padamu.

Ketika kamu duduk di pangkuanku yang sedang menulis surat ini, kamu hanya memerhatikan dengan hening karena kamu sendiri masih belum bisa membaca. Duh, malaikat mungilku, surat ini akan kamu baca pada suatu hari nanti!

Itulah yang membuatku menitikkan air mata. Alasanku menangis bukan hanya karena aku tahu bahwa mungkin aku akan segera meninggalkanmu dan ibumu. Aku menangis karena kamu begitu muda dan manis. Aku menangis karena kita berdua tidak bisa bercengkerama dengan selayaknya.

Aku bertanya lagi: apa yang akan kamu pilih seandainya kamu punya kesempatan untuk memilih? Akankah kamu memilih hidup yang singkat di bumi kemudian dicerabut lagi dari semua itu, tak pernah kembali lagi? Atau, apakah kamu akan berkata tidak, terima kasih?

Kamu hanya punya dua pilihan ini. Itulah aturannya. Dengan memilih hidup, kamu juga memilih mati.

Sekarang, surat ini sudah selesai, Antreas. Jari-jemariku tak lagi kuasa bergerak bebas. Aku sedang di ujung waktu. Tangan siapakah yang akan aku genggam di seberang sana, Antreas? Aku akan sangat kedinginan atau sangat kepanasan di sana. Aku akan butuh tangan-tangan lembut seperti tanganmu dan tangan ibumu untuk digenggam.

Waktu, Antreas. Apa itu waktu?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun