Mohon tunggu...
Muhammad Andi Firmansyah
Muhammad Andi Firmansyah Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Politik

Live to the point of tears.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Surat Terakhir

17 Maret 2021   14:44 Diperbarui: 17 Maret 2021   14:53 612
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sekarang, hidup berubah sama sekali. Itu merupakan bencana bagiku, sebab aku akan meninggalkan seorang putra yang belum menjadi dewasa. Peraturan baru dari dongeng ini buru-buru diberlakukan. Kata-kata seperti rindu, sabar, dan kehilangan kini mengandung makna yang baru.

Aku tahu apa yang kira-kira akan terjadi, dan perlahan-lahan harus membiasakan diri dengan pemikiran bahwa aku akan meninggalkanmu dan ibumu.

Kadang-kadang, aku juga harus tidur sedikit pada malam hari. Bukan karena aku merasa sakit, melainkan karena berbagai macam pemikiran mengusik kepalaku. Persis ketika aku mulai jatuh tertidur, aku mendapatkan selintas pemahaman yang mendalam tentang segala misteri yang tidak menyenangkan, tentang dongeng besar dan mengerikan yang di dalamnya tak ada peri yang baik hati, tapi hanya ruh-ruh hitam dan jahat.

Ketika aku sedang menulis surat ini di ruang kerja, kamu masuk menghampiriku dengan kaki mungil yang lesu. Dengan nada resah, kamu memberitahuku bahwa kamu sulit untuk terlelap. Kemudian kamu bertanya, "Sedang apa Ayah menatap laptop di tengah malam begini?"

"Menulis surat untuk seorang temanku yang sangat baik," jawabku.

Mungkin kamu pikir aneh bahwa suaraku terdengar begitu sedih ketika mengatakan itu. "Untuk Ibu?" kamu bertanya.

Aku menggelengkan kepala. "Ibu adalah cinta sejati," kataku. "Itu sama sekali berbeda."

"Kalau begitu aku apa?" tanyamu dengan lugu.

Kamu membuatku terperosok ke dalam jebakan. Tapi, aku hanya mengangkatmu ke pangkuanku di depan laptop, memelukmu, dan berkata bahwa kamu adalah temanku yang sangat baik. Untungnya, kamu tidak bertanya apa-apa lagi. Kamu tidak bisa mengerti bahwa surat itu adalah untukmu.

Waktu, Antreas. Apa itu waktu?

Ruang angkasa sudah sangat tua, mungkin lima belas miliar tahun umurnya. Namun, tak seorang pun bisa mengetahui bagaimana semua itu diciptakan. Kita semua tinggal dalam sebuah dongeng akbar yang tak dimengerti oleh siapa pun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun