Itu karena untuk membuat seseorang melakukan sesuatu, bahkan jika itu untuk kebaikannya sendiri, membutuhkan paksaan atau manipulasi. Ini membutuhkan campur tangan mereka sendiri dalam upaya menggerakkannya.
Dan jika Anda terus memaksa seseorang untuk berubah, Anda sudah melewati ambang batas.
Meskipun niat Anda mungkin baik, dan sementara beberapa orang bahkan mungkin melihat ini sebagai bentuk cinta yang sangat mulia, perilaku seperti ini akhirnya menjadi bumerang. Itu adalah pelanggaran batas.
Itu sama saja Anda mengambil tanggung jawab atas tindakan dan emosi orang lain, dan bahkan ketika dilakukan dengan niat terbaik, itu bisa saja merusak hubungan Anda dengannya.
"Pikirkan seperti ini. Pacarmu mungkin sedang mengasihani dirinya sendiri. Mungkin ia sedang berjuang untuk melakukan perubahan, tapi efek candu membuatnya tak berdaya. Dan kemudian kamu memberikan apa yang dia minta dengan berharap dia melakukan perubahan atas kebiasaannya yang buruk; cintamu bukan cinta yang tanpa syarat, Nona," ungkap saya pada teman.
"Jadi?" tanyanya seakan tak begitu mengerti.
"Aku mau kamu memahami yang tadi."
Cara dia dengan mengabulkan semua permintaan pacarnya (seperti minta dibelikan baju atau... yang lain) malah menjadi bumerang baginya.
Anda tidak dapat membuat seseorang menjadi percaya diri atau menghargai dirinya sendiri atau mengambil tanggung jawab atau mengubah kebiasaannya... karena cara seperti teman saya tadi malah menghancurkan kepercayaan diri, rasa hormat, dan tanggung jawab dari pacarnya.
"Lalu, aku harus bagaimana? Menonjoknya tepat di depan muka?"
Agar seseorang benar-benar berubah, dia harus merasa bahwa perubahan itu milik mereka, bahwa mereka memilihnya, mereka mengendalikannya, mereka termotivasi. Jika tidak, ambyar sudah!