"Bumi? Inikah surga?"
Arsa mengangguk. "Menurutmu, kita berada di mana? Bumi hanyalah satu noktah kecil di alam semesta yang maha luas."
"Aku tak pernah berpikir seperti itu."
"Inilah Taman Firdaus manusia, Dhira. Jadi, berhenti meributkan tentang di mana letak surga! Sangat tak sopan untuk bertengkar di hadapan Tuhan."
"Tapi, di sini amat-banyak penderitaan. Aku yakin di surga tidak ada penderitaan!"
"Itu hanya paradigma dalam dirimu. Penderitaan hanyalah ujian. Inilah Bumi Surgawi, Dhira."
Dhira mengubah posisi duduknya perlahan. Ia berkata, "Sungguh syahdu membicarakan alam raya bersamamu. Tapi, apakah kamu pernah melihat Tuhan?" spontan ia mendekapkan tangannya ke mulut.
"Menurutmu bagaimana? Aku 'kan sudah bilang, soal itu, sedikit banyak, kami mirip dengan manusia."
"Ah, aku paham."
"Seandainya Tuhan menampakkan dirinya ke seluruh makhluk-Nya, hidup sama sekali tak menarik!" seru Malaikat Arsa.
Dhira terdiam beberapa saat hingga ia berkata, "Tak seorang pun ahli bedah otak pernah menemukan wujud pikiran di dalam otak. Dan tak seorang pun psikolog pernah melihat mimpi orang lain. Itu tak berarti pikiran dan mimpi tak benar-benar ada di dalam kepala manusia."