Aku mulai memikirkan jawaban yang mungkin dari pertanyaan-pertanyaan itu.
Bagaimana sebuah kehidupan berjalan tanpa penderitaan? Menurutku itu akan sangat menyenangkan. Setiap orang tertawa dan bahagia. Tidak ada lagi tangisan akibat perang atau konflik berkepanjangan. Aku rasa ini harapan dari lagu "Imagine", John Lennon.
Dan lagi pun, penderitaan selalu jadi biang kerok dari masalah-masalah lainnya. Aku kasihan melihat orang-orang yang menderita; misalnya kelaparan. Selayaknya, kita bisa hidup setara. Jika orang lain bisa makan, maka tidak seorang pun yang tidak bisa makan.
Bagaimana sesuatu muncul dari ketiadaan? Nah, ini yang benar-benar membuatku berpikir keras. Aku tahu, bahwa sang pengirim pesan merujuk ini pada Tuhan, karena apa lagi yang muncul dari ketiadaan selain-Nya?
"Ah, ini terlalu tinggi untuk aku pikirkan!" gumamku saat itu. Dan untuk apa aku mengetahuinya? Aku sudah percaya pada Tuhan dengan keimananku. Atau aku harus benar-benar mengetahuinya?
Apakah aku percaya pada takdir? "Tentu," jawabku saat itu dengan spontan. Tuhan pasti telah merencanakan bagaimana semua ini akan berjalan dan Dia selalu tahu apa yang terbaik.
Tapi bukannya puas dengan jawabanku sendiri, malah timbul pertanyaan lain dalam benakku, "Apakah itu berarti kita tidak punya kehendak bebas?"
Aku menjadi skeptis dengan sang pengirim pesan, jangan-jangan dia ingin mempermainkanku. Aku berusaha untuk tidak lagi memedulikannya. Aku hanya ingin bersenang-senang; ini hari ulang tahunku.
Aku menikmati waktuku sepanjang hari itu, meskipun tak ada perayaan apa pun. Bagiku, selalu menyenangkan selama waktuku dihabiskan bersama keluarga. Kami bercengkerama, saling melempar gurauan, dan beberapa kali saling membongkar aib.
Tibalah waktu sore, saat di mana aku biasa menghabiskan waktu dengan membaca buku di teras rumah. Namun entah mengapa, aku sangat ingin membuka ponsel dan melihat apakah sang pengirim pesan misterius menepati janjinya.
Ternyata benar, di sana ada pesan baru darinya. Aku mulai membaca: