BUDAYA DAN FILSAFAT JAWA
Bagi mereka yang mencermati dan memahami kebudayaan jawa dengan tidak melihat luarnya saja. Kebudayaan jawa sangat luas akan aspek kemanusiaan dan ke ranah spiritual. Seperti beretika dan beretiket, cara sopan santun kepada siapapun. Kebudayaan jawa juga memiliki makna yang sangat mendalam terhadap kerukunan, kebersamaan dan ketinggian akan spiritual.
BUDAYA JAWA
Budaya jawa dikenal dengan kearifan lokal dan falsafah batin yang sangat kaya. Budaya jawa memiliki tata cara untuk berhubungan dengan sesama manusia. Seperti salah satu contohnya tata krama dalam berbicara kepada siapa yang dia ajak bicara. Hal tersebut dalam budaya jawa memang memiliki tingkatan seperti ngoko, krama dan krama inggil untuk memiliki rasa kesopanan dan menghormati kepada para Masyarakat yang berbeda-beda.
Disisi lain, budaya jawa memiliki kearifan lokal yang kaya akan berbagai kehidupan bermasyarakat. Seperti seni rupa, seni suara, seni musik, seni pertunjukan, tata busana bahkan bela diri. Dalam kearifan lokal yang kaya ini budaya jawa tidak luput dari terbukanya budaya ini sehingga bisa berdialekta dan beradaptasi dengan kebudayaan dan tradisi yang lain.
Dalam konteksnya sekarang dalam buku Fahruddin Faiz di buku mati sebelum mati buka kesadaran hakiki terjadi kegelisahan di zaman sekarang dikarenakan perubahan dan perkembangan zaman. Sebut saja seperti globlalisasi yang didukung oleh perkembangan teknologi yang sangat pesat sehingga bisa menyebabkan homogenisasi budaya atau budaya lokal diserap atau di ubah oleh budaya luar yang dominan. Sehingga malah kehilangan budayanya sendiri dan bisa kehilangan identitas dan nilai-nilai budayanya sendiri.
Perubahan zaman sekarang menyebabkan budaya hanya digunakan tujuan komersial, hiburan dan politik. Hal itu bisa menjadikan makna dan nilai budaya menjadi kurang berisi dan merusak integritas budaya tersebut. Melihat kebanyakan generasi muda sekarang ada beberapa kebudayaan yang mereka tinggalkan dan malah menyukai kebudayaan luar yang popular.
Padahal budaya jawa sangat kaya akan berbagai ajaran kemanusiaan dan spiritual. Dalam budaya jawa jika kita mendalami maknanya dapat kita mengetahui cara memaknai hidup. Seperti nilai-nilai jawa yang asli dipercaya bahwa ajarannya dekat dengan agama.
NILAI-NILAI FILSAFAT YANG DIMILIKI OLEH JAWA
Nilai yang pertama adalah orang jawa percaya bahwa dia adalah bagian dari alam. Orang jawa menganggap bahwa alam adalah bagian dari dirinya sehingga orang jawa suka menjaga bahkan mempercantik alamnya. Seperti istilah yang ada dijawa “memayu hayuning bawana” yang berarti mempercantik kecantikan alam. Prinsip orang jawa tidak berlaku sembarangan dengan sesuatu yang ada di sekitarnya. Orang jawa menganggap hal yang ada disekitarnya adalah keluarganya, bukan hanya manusia melainkan ekosistem bahkan makhluk ghaib.
Nilai yang kedua adalah orientasi atau kesadaran orang jawa selalu ke ranah spiritual dan mistis. Semuanya, seperti hal yang material selalu di spiritualkan. Dalam islam tasawuf memiliki kesamaan dengan nilai yang dimiliki oleh budaya jawa yaitu segala hal yang tampak selalu di manifestikan akan keberadaan tuhan. Dalam hal ini memiliki contoh seperti orang jawa ketika menyembelih kambing tidak hanya diniatkan untuk dimakan saja namun untuk kurban dan sesembahan. Hal ini terlihat budaya jawa selalu dikaitkan ke ranah spiritual.
Seperti juga orang jawa yang sering mengadakan selamatan. Orang jawa meniatkan untuk mengungkapkan rasa Syukur atas titipan oleh yang maha kuasa. Maka dalam selamatan tidak hanya untuk berkumpul untuk makan-makan namun juga memiliki niat untuk bersedekah dan juga mempererat tali silaturahim.
Nilai yang ketiga yang dimiliki oleh orang jawa adalah emosional-intuitif. Orang jawa selalu mengedepankan rasa. Dalam istilahnya yaitu “sungkan lan unggah-ungguh” yang berarti tenggang rasa dan menghormati orang lain.
Nilai keempat yang diyakini oleh orang jawa adalah ketentraman dan kemapanan. Orang jawa lebih suka hidupnya tentram, mapan, nyaman daripada dikejar-kejar untuk berkompetisi dalam mencari kemenangan. Memang dalam kebiasaannya orang jawa banyak yang agraris atau Bertani. Sehingga ketika selesai menanam orang jawa hanya menunggu dan tidak berkompetisi untuk menang. Karena orang jawa tidak suka untuk berkompetisi mereka lebih suka untuk menerima apa adanya yang penting berusaha dulu.
Dan nilai terakhir adalah orang jawa selalu melihat segala sesuatu secara holistic atau menyeluruh tidak parsial atau setengahnya saja. Juga bersifat puitis, karena orang jawa suka hal-hal yang bersifat simbolik atau makna yang memahami suatu objek. Maka dilihat dari sastra jawa, yang mana gayanya jauh berbeda dengan sains modern yang bersifat deskriptif. Contoh hal simbolik dari budaya jawa adalah serat-serat jawa yang diterangkan secara simbolik. Seperti serat yang menceritakan tentang Kerajaan majapahit yang mana tidak disebutkan berdiri dan runtuhnya Kerajaan tersebut. Melainkan diganti dengan gaya yang simbolik untuk mengganti penyebutan tahun tersebut. Tujuan adalah untuk menghadirkan gaya bahasa yang puitis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H