Sebagai perbandingan, pada bulan September 2014, atau di tahun terakhir pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), persentase kemiskinan mencapai 10,96%, yang setara dengan 27,73 juta penduduk. Pada tahun pertama Jokowi menjadi Presiden pada September 2015, tingkat kemiskinan sempat naik menjadi 11,13%, atau sekitar 28,51 juta penduduk yang tergolong miskin. Namun, dari tahun ke tahun berikutnya, persentase penduduk miskin terus menunjukkan tren penurunan dan berhasil menurunkan angka di bawah 10%.
Berikut adalah data persentase penduduk miskin selama masa pemerintahan Jokowi:
- 2015: 11,13% (28,51 juta)
- 2016: 10,7% (27,776 juta)
- 2017: 10,12% (26,58 juta)
- 2018: 9,66% (25,67 juta)
- 2019: 9,22% (24,78 juta)
- 2020: 10,19% (27,55 juta)
- 2021: 9,71% (26,50 juta)
- 2022: 9,57% (26,36 juta)
- 2023: 9,36% (25,90 juta)
Sementara itu, data persentase penduduk miskin selama era pemerintahan SBY adalah sebagai berikut:
- 2005: 15,97% (35,10 juta)
- 2006: 17,75% (39,30 juta)
- 2007: 16,58% (37,17 juta)
- 2008: 15,42% (34,96 juta)
- 2009: 14,15% (32,53 juta)
- 2010: 13,35% (31,02 juta)
- 2011: 12,36% (29,89 juta)
- 2012: 11,66% (28,71 juta)
- 2013: 11,46% (28,46 juta)
- 2014: 10,96% (27,73 juta)
Terkait angka pengangguran, BPS mencatat bahwa selama kepemimpinan SBY, angka pengangguran berada dalam kisaran 7,14 juta hingga 11,89 juta orang. Walaupun terdapat tren penurunan, angka tersebut tetap berada dalam rentang tersebut. Pada awal kepemimpinan SBY, jumlah pengangguran mencapai 10,25 juta orang pada tahun 2014. BPS secara periodik merilis data pengangguran dua kali setahun. Pada Februari 2005, jumlah pengangguran meningkat menjadi 10,85 juta orang dan mencapai puncak tertinggi dengan 11,89 juta orang pada November 2005. Ini merupakan angka pengangguran tertinggi selama masa kepemimpinan SBY.
Pada tahun 2006, jumlah pengangguran mencapai 11,10 juta orang di bulan Februari dan 10,93 juta orang di bulan Agustus. Angka pengangguran belum banyak berubah di tahun 2007, yaitu 11,10 juta orang pada bulan Februari dan 10,93 juta orang pada bulan Agustus 2007. Pada tahun 2008, jumlah pengangguran berhasil ditekan di bawah 10 juta, yaitu 9,42 juta orang pada bulan Februari 2008 dan 9,39 juta orang pada bulan Agustus 2008. Jumlah pengangguran pada periode kedua kepemimpinan SBY lebih baik, tetap berada di bawah 10 juta orang.
Rincian data pengangguran selama masa kepemimpinan SBY adalah sebagai berikut:
- Februari 2009: 9,25 juta orang
- Agustus 2009: 8,96 juta orang
- Februari 2010: 8,59 juta orang
- Agustus 2010: 8,31 juta orang
- Februari 2011: 8,37 juta orang
- Agustus 2011: 8,68 juta orang
- Februari 2012: 7,75 juta orang
- Agustus 2012: 7,34 juta orang
- Februari 2013: 7,24 juta orang
- Agustus 2013: 7,41 juta orang
- 2014: 7,14 juta orang
Dibandingkan dengan era kepemimpinan Presiden Joko Widodo (Jokowi), angka pengangguran selama pemerintahan Jokowi berada di kisaran 7 jutaan orang setiap tahunnya. Artinya, angka pengangguran selama kepemimpinan Jokowi lebih rendah daripada era SBY. Jumlah pengangguran dalam masa pemerintahan Jokowi mencapai tingkat terendah pada Februari 2019, yaitu sekitar 6,89 juta orang. Namun, angka ini naik menjadi 7,1 juta orang pada Agustus 2019, dan bahkan mencapai 9,76 juta orang pada Agustus 2020 akibat dampak pandemi Covid-19 yang mengakibatkan banyak sektor terdampak dan perusahaan melakukan pemangkasan pegawai.Â
Pada Februari 2021, jumlah pengangguran kembali turun menjadi 8,74 juta orang, meskipun angka ini sempat naik menjadi 9,1 juta orang pada Agustus 2021. Namun, angka pengangguran cenderung menurun pada tahun-tahun berikutnya. Menurut data BPS, pada tahun 2022, angka pengangguran turun menjadi 8,4 juta orang, dan pada tahun 2023, data terakhir menunjukkan bahwa angka pengangguran kembali menurun menjadi 7,9 juta orang. Secara keseluruhan, data tersebut menunjukkan bahwa tingkat pengangguran di Indonesia selama masa pemerintahan Jokowi terus mengalami penurunan meskipun sempat mengalami kenaikan akibat pandemi Covid-19.