Mohon tunggu...
Muhammad Syamsul Arif
Muhammad Syamsul Arif Mohon Tunggu... Freelancer - Berjuang .....

Alumni YAPI, Bangil, Jawa Timur dan Al-Mustafa International University, Republik Islam Iran

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Perspektif Islam Tentang Kepemimpinan

10 Juni 2014   05:00 Diperbarui: 7 Januari 2016   17:30 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

  

Prolog

 

 

 

Sebuah tatanan sosial masyarakat menuntut keberadaan sebuah sistem kepemimpinan yang teratur dan sistematik. Gerak laju dan masa depan masyarakat ini sangat ditentukan oleh seluruh kebijakan dan sikap yang akan diambil oleh pemimpin yang memegang tampuk seluruh kekuasaan, masa depan baik atau masa depan buruk; masa depan cemerlang atau masa depan gulita. Oleh karena itu, dalam sebuah hadis, Rasulullah saw bersabda, “Ada dua golongan dari umatku. Apabila mereka salih, maka seluruh umatku pasti salih. Tetapi apabila mereka rusak, niscaya seluruh umatku juga pasti rusak.” Salah seorang sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah! Siapakah mereka itu?” Beliau menjawab, “Al-fuqahâ’ wa al-umarô.” Atau dalam hadis lain, “Al-sulthôn wa al-‘ulamâ.” (Syaikh Shaduq, al-Khishâl, hlm. 36-37; Ibn Abdilbarr, Jâmiʻ Bayân al-‘Ilm wa Fadhlih, hlm. 185) “Perspektif Islam tentang kepemimpinan” adalah tema kunci yang akan dikupas dalam makalah ini.

 

 

 

Urgensi Pembentukan Negara

 

Negara adalah sebuah lembaga sosial terpenting yang memiliki peran penting dalam mengarahkan seluruh aksi sosial dan politik sebuah masyarakat. Mungkin pada suatu periode bisa terbayangkan sebuah masyarakat tanpa negara dan malah urgensi keberadaan negara sering diragukan. Tetapi, pada masa kini, seluruh sisi dan dimensi kehidupan kita diwarnai oleh kebijakan dan bahkan pemikiran yang ditanamkan oleh negara. Menurut Andrew Vincent, kehidupan kita bermula dan berakhir dalam koridor negara. (Nazariyyeh-haye Daolat, hlm. 17)

 

Para pemikir biasa mengajukan dua bentuk argumentasi ketika ingin membuktikan urgensi pembentukan negara; yakni mengapa kita harus memiliki sebuah negara: argumentasi rasional dan argumentasi tekstual.

 

1. Argumentasi rasional; terdapat banyak bentuk dan model argumentasi yang telah ditawarkan oleh para pemikir dan ulama Islam dalam menjelaskan argumentasi ini. Tetapi, model yang paling sederhana dan bisa dicerna dengan mudah dapat dideskripsikan melalui premis-premis berikut ini:

 

a. Manusia adalah sebuah makhluk sosial (madaniyyun bi al-thobʻ atau bi al-jabr). Seluruh kebutuhan dan kepentingan yang ia perlukan dalam kehidupan duniawi ini hanya bisa ia peroleh melalui interaksi dengan seluruh anggota masyarakat yang hidup di sekitarnya.

 

b. Manusia adalah sebuah makhluk yang memiliki akal dan hawa nafsu. Sejarah umat manusia membuktikan, hawa nafsu selalu menjadi pemenang dalam ajang kompetisi kehidupan dunia, dan hanya sedikit orang yang mampu memanfaatkan kekuatan akal untuk dijadikan sebagai pelita jalan hidup.

 

c. Demi memenuhi seluruh hasrat (tujuan, cita-cita, program, dan lain-lain) yang dimiliki, manusia tidak jarang dan bahkan selalu bersitegang otot dengan orang lain. Sebagai akibat logis, kemesraan dan keharmonisan kehidupan sosial menjadi kabur dan bahkan musnah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun