Mohon tunggu...
Muhamad Zulhijrullah
Muhamad Zulhijrullah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Universitas Negeri Semarang

Terus ingin belajar

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Peran Anak Muda Dalam Melestraikan Tradisi Mappadendang

22 November 2024   10:03 Diperbarui: 22 November 2024   10:06 299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Indonesia merupakan negara dengan kekayaan budaya yang luar biasa, diwariskan secara turun-temurun dari generasi ke generasi. Warisan budaya ini menjadi identitas bangsa yang tidak hanya memperkuat keunikan, tetapi juga membentuk nilai-nilai kehidupan bermasyarakat. Tradisi, sebagai elemen penting dalam kebudayaan, memiliki peran besar dalam menjaga nilai-nilai luhur yang menjadi pedoman hidup. Namun, modernisasi dan perkembangan teknologi yang pesat menghadirkan tantangan, termasuk risiko hilangnya nilai- nilai budaya akibat perubahan gaya hidup masyarakat.

Salah satu tradisi yang kaya akan nilai budaya adalah Mappadendang, sebuah ritual khas masyarakat Bugis di Sulawesi Selatan. Tradisi ini tidak hanya menjadi bagian dari adat istiadat, tetapi juga berperan dalam mempererat solidaritas sosial dan menjaga keseimbangan hubungan manusia dengan alam. Namun, perkembangan teknologi di sektor pertanian, seperti penggunaan alat-alat modern, telah mengurangi keterlibatan manusia dalam aktivitas tradisional ini, yang secara tidak langsung berdampak pada keberlanjutannya. Nilai-nilai kebersamaan dan pelestarian budaya mulai tergerus, seiring dengan meningkatnya efisiensi pertanian modern.

Kendati demikian, kemajuan teknologi tidak sepenuhnya menjadi ancaman bagi tradisi. Justru, teknologi dapat dimanfaatkan untuk memperkuat pelestarian budaya melalui media digital seperti platform media sosial, dokumentasi audiovisual, dan program inovatif lainnya. Dengan pendekatan ini, generasi muda, yang merupakan pewaris kebudayaan, dapat dilibatkan secara aktif dalam menjaga keberlanjutan tradisi melalui cara-cara yang kreatif dan relevan dengan zaman.

Artikel ini bertujuan untuk mengkaji dampak modernisasi terhadap keberlanjutan tradisi Mappadendang dalam masyarakat Bugis, serta mengeksplorasi potensi integrasi teknologi dalam pelestarian budaya lokal. Tulisan ini diharapkan mampu memberikan pandangan baru bagi masyarakat dan para pemangku kebijakan dalam upaya melestarikan warisan budaya sebagai bagian dari identitas bangsa di tengah derasnya arus globalisasi

1. Asal Usul Munculnya Tradisi Mapadendang

Mappadendang adalah salah satu tradisi budaya yang telah mengakar dalam kehidupan masyarakat Bugis di Sulawesi Selatan. Tradisi ini memiliki sejarah panjang yang diyakini sudah ada jauh sebelum kedatangan agama Islam di Indonesia. Secara etimologi, kata Mappadendang berasal dari gabungan dua istilah, yaitu dendang dan dekko, yang secara simbolis menggambarkan harmoni ritme dan alunan khas dalam perayaan syukur atas keberhasilan panen. Tradisi ini juga dikenal dengan nama Appadekko, yang mengacu pada pesta panen khas suku Bugis yang sering disebut sebagai pesta tani (Nurmayanti, 2020).

Ritual ini biasanya diadakan setelah musim panen padi sebagai ungkapan rasa syukur kepada Sang Pencipta atas hasil pertanian yang melimpah. Salah satu elemen utama dalam tradisi ini adalah proses penumbukan gabah menggunakan lesung dan alu besar. Selain memiliki fungsi praktis untuk memisahkan gabah dari sekam, aktivitas ini juga memuat makna spiritual yang mendalam. Penumbukan gabah dipandang sebagai proses penyucian yang menghubungkan kembali tanaman dengan tanahnya, simbol dari hubungan erat antara manusia dengan alam (Askar, 2020).

Dalam budaya Bugis dan Makassar, Mappadendang bukan sekadar perayaan panen, tetapi juga merupakan wujud spiritualitas masyarakat setempat. Ritual ini mencerminkan keyakinan akan adanya keterhubungan antara manusia, alam, dan kekuatan ilahi. Lebih dari itu, Mappadendang juga berperan sebagai media sosial yang mempererat hubungan antaranggota masyarakat. Dalam pelaksanaannya, seluruh komunitas terlibat aktif, bekerja sama untuk merayakan hasil panen dengan penuh kerukunan.

Selain sebagai bentuk rasa syukur, tradisi Mappadendang juga mengandung nilai kebersamaan dan solidaritas sosial. Melalui ritual ini, masyarakat berkumpul, saling membantu, dan mempererat hubungan antar individu. Dalam proses tersebut, nilai-nilai kebersamaan, gotong royong, dan penghormatan terhadap alam diwariskan kepada generasi berikutnya Nurmayanti, 2020).

Dengan akar budaya yang kuat dan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya, Mappadendang menjadi salah satu simbol identitas budaya masyarakat Bugis. Namun, di tengah arus modernisasi dan globalisasi, tradisi ini menghadapi tantangan besar untuk tetap lestari. Pelestarian tradisi ini menjadi tanggung jawab bersama, baik masyarakat adat maupun generasi muda, untuk menjaga warisan leluhur sebagai bagian dari identitas bangsa.

2. Tradisi Mappadendang

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun