Mohon tunggu...
Muhamad Yus Yunus
Muhamad Yus Yunus Mohon Tunggu... Seniman - Sastrawan, dan Teaterawan

Lulusan Sarjana Sastra, Prodi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Pamulang. Penulis buku, kumpulan puisi Dukri Petot: Gaya-gayaan, Novel Tidak ada Jalan Pulang Kecuali Pergi, Anak Imaji, dan Sandiwara Kita di dalam atau di Luar Panggung Sama Saja (2020) Guepedia. Pendiri Teater Lonceng, Tangsel. https://sites.google.com/view/myusyunus

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Krismon: Bagian 4 "Kesederhanaan adalah Bentuk Cinta kepada Jiwa Manusia"

13 Juni 2022   08:02 Diperbarui: 13 Juni 2022   08:13 592
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesederhanaan adalah Bentuk Cinta kepada Jiwa Manusia

Langit rabu begitu cerah pagi itu. Tidak ada kekhawatiran akan sesuatu yang buruk bakalan terjadi. Semua terlihat damai dan indah. Seolah alam sedang memberikan sambutan kepada seluruh manusia. Rumput-rumput meneteskan embun, cahaya surya berkilatan menerobos awan. Sementara kambing, sapi, kerbau atau hewan ternak lainnya, nampak hanyut mengucap syukur. Begitu pula dengan Krismon, barang jajahannya diborong pembeli. 

Padahal waktu masih menunjukan pukul enam pagi. Artinya masih banyak waktu untuk berkeliling sebelum siang menjelang sore nanti. Namun ternyata Tuhan memberikan banyak kesempatan waktu bagi pria itu. Sayur mayurnya tidak hanya laku terjual. Dan bukan sekedar uang sebagai tanda kebahagiaannya. Adalah Sulis sang pujaan hati. Ia datang memborong banyak sekali bahan-bahan masakan. Tidak hanya sekedar memborong, Sulis pun beberapa kali mengajak Krismon untuk bergurau. Kebahagiaan terlihat dalam raut wajah laki-laki matang itu. 

Kedua pipinya berubah ungu, dan telinganya memerah. Tanda sesuatu sedang bergemuruh di dalam hatinya. Iya, itu semua perasaan antara malu dan senang yang kemudian bersatu menjadi sebuah energi maha dahsyat. Energi itulah yang membuat dada berdebar-debar seolah-olah akan meledak. 

Nafas mulai tak beraturan. Akal pun mulai kena efeknya. Ketika Sulis hendak menyelesaikan belanjanya, sekonyong-konyongnya membalikan badan. Dan bukannya melangkah, tubuh gadis itu justru terdiam beberapa detik. Seperti ada sesuatu yang dilupakan. Tapi gadis itu lupa. Bukan hanya Sulis saja yang merasakan perasaan demikian. Awalnya Krismon ingin memanggil tubuh gadis yang tengah kebingungan itu. Tetapi ia sendiri menjadi begitu gagap. 

Bibirnya terasa kaku sementara debar jantung semakin kuat. Semakin dipaksakan semakin kuat saja rasanya. Hingga salah seorang ibu-ibu akhirnya bersuara juga. Seolah-olah merasa kesal akan ketidak berdayaan kedua insan itu. Ibu-ibu itu kemudian menepuk bahu Sulis, "Lis, udah belum saya mau bayar ini." Sahutnya. Gadis itu pun tersadar dari lupa. Lantas ia membalikan badan lalu tersenyum lucu. Juga Krismon yang terbengong-bengong masih belum sadarkan diri. 

Ketika Sulis mengeluarkan beberapa lembar uang dan berkata, "berapa semuanya?" Krismon tersentak bingung dan lupa, lantas mendadak ia seperti orang linglung yang tidak pernah belajar hitung-hitungan. Ia kemudian tertawa malu. Dengan cepat pula Krismon mengeluarkan belanjaan itu kembali, dan mulai menghitungnya lagi satu persatu. "Uwalah, masih mudah sudah pada pikun, cocok emang." Celetuk salah seorang ibu-ibu dalam antrian.

Sulis dan Krismon terlihat semakin dekat semenjak mereka berdua terlibat di dalam satu kegiatan. Hal ini pun membawa perhatian orang-orang banyak. Tidak hanya orang lain, bahkan oleh keluarga sendiri. Pada hari kamis yang berbahagia, Krismon hendak pergi ke musala untuk memulai kegiatan baca tulisnya dengan para orang tua buta huruf. Satrio dan Ridwan mulai memberikan komentarnya. Awalnya Satrio sedang berpura-pura melamun untuk menarik perhatian pamannya yang sedang melakukan persiapan. Saat melamun bocah ingusan itu mengeluarkan desahan kesal. "Kenapa Mas? Kesel ya gak diajak sama paman?" Sahut Ridwan.

"Jelas paman lebih memilih pergi ke sana, Soalnya anuan... " Jawab Satrio terputus. Mendengar kedua bocah itu menyebutkan namanya lantas Krismon berubah fokus.

"Anuan apa?" Tanya Krismon kepada Satrio.

"Soalnya ada bidadari,,," Tutur Satrio.

"Namanya Mbak Sulis." Sambung Ridwan dengan tawa. Satrio menambahi suara tawa saudaranya dengan senyum meledek. Sang paman kemudian tak terima. Kedua bocah nakal itu pun mendapatkan hukuman akibat berbicara tidak sopan. Hukuman yang dimaksud tentunya bukanlah kekerasan. Pria matang berkulit agak gelap itu menggelitik tubuh Ridwan dan Satrio. Kedua bocah itu akhirnya berusaha melarikan diri. Tetapi Sang paman bersikeras untuk mendapatkan keduanya. Aksi kejar-kejaran tidak dapat dibendung lagi. Seketika itu pula keadaan ruangan dalam rumah itu nampak bagaikan alam terbuka. Mereka tertawa bahagia dalam perburuan sengit yang lucu. Seperti tidak ada satupun dinding yang menghalangi keduanya. Tidak ada batasan hubungan antara keponakan dan seorang paman. Seperti itulah rupa wajah keluarga harmonis itu.

Hubungan baik yang terjalin di keluarga kecil itu membuat Suli semakin tertarik untuk terlibat di dalamnya. Kadang sekali waktu Sulis kerap di rumah itu muncul setelah magrib. Kedatangannya bertujuan untuk membantu proses belajar kedua bocah yang duduk di bangku kelas satu sekolah dasar itu. Bukan karena Sulis termasuk salah satu perempuan bebas seperti di ibu kota. Kedatangannya berkunjung ke rumah laki-laki bukan karena alasan demikian. Justru malahan sebaliknya. Sebenarnya ia tergolong gadis penurut. Sulis selalu mematuhi perkataan bapaknya. Tidak jarang nasehat dan petuah Ustad Karim itu dilakoninya dengan baik. Maksud kedatangan Sulis tentunya untuk mengamalkan salah satu petuah bapaknya. Yaitu untuk gemar berbagi dalam hal kebaikan. Meskipun ia sesosok gadis penurut nyata, Sulis tidak pernah main-main soal tekat dan harapan. Sebagai gadis tamatan Sekolah Menengah Atas, Sulis berharap semua ilmunya dapat memberikan manfaat untuk desa. Salah satu bentuk tekad itu adalah dengan bergabung ke dalam pergerakan Krismon.

Mimpi dan harapan adalah kekuatan terbesar manusia untuk merubah peradaban zaman dan sejarah. Untuk apa manusia belajar sejarah, jika tidak punya perencanaan tentang apa yang akan dilakukannya saat ini. Seperti itulah motto hidup seorang Sulis. Melihat banyak sekali perempuan di desanya yang nikah muda. Tidak jarang pula yang putus di tengah jalan. Seperti beberapa kasus yang menimpa kawan-kawannya. Salah satunya kasus yang menimpa Sukijah. Gadis belia itu harus menikah lebih cepat dari teman-teman sebayanya lantaran dijodohkan oleh kedua orang tuanya. Karena hal itulah pendidikannya terputus. Saat itu Sukijah baru duduk di bangku kelas lima sekolah dasar. Kemiskinan berpikir semacam ini baginya bukanlah sebuah anjuran agama. Sebab pengetahuan saja masih belum cukup apalagi kedalamannya terhadap agama. Rasul sendiri memberikan anjurkan kepada muslimin untuk menikahi seorang perempuan karena lima, bibit bobot, paras, harta, saleh dan yang terakhir iman atau agama. Jadi bagaimana mungkin seseorang yang masih belia dapat memahami salah satu dari lima hal tersebut. Apalagi soal pernikahan. Hal demikian membuat gadis itu khawatir akan generasi desa pada masa mendatang. Jika kaum perempuan tidak cerdas dan tidak punya pandangan hidup lalu bagaimana kelak mereka akan membesarkan anak-anaknya. Apalagi dalam ruang lingkup patriarki. Di mana pekerjaan mengurus anak paling sering dan paling banyak dikerjakan oleh kaum perempuan dalam dua puluh empat jam. Keresahan inilah yang menjadi dasar untuk berbenah. Salah satu yang dicanangkan Sulis ialah mencerdaskan perempuan sebelum mereka menuju pernikahan. Sulis pun mengusulkan sebuah program kepada Krismon. Ia ingin sekali kaum perempuan mempunyai kegiatan yang produktif selain memasak dan mencuci baju. Sulis berharap ada sebuah komunitas yang mendidik perempuan untuk hidup kreatif tanpa harus melulu bergantung pada laki-laki. Mendengar semangatnya itu Krismon merespon cepat dan mendukungnya. Mereka berdua pun membuat sebuah wadah bagi para perempuan dengan nama P tiga atau PPP. Kepanjangan dari Para Perempuan Perkasa. Dengan cepat beberapa program kegiatan pun diciptakannya. Salah satunya yaitu, grup kosidah dengan nama Perempuan Perkasa, Perempuan Berkarya dan Perempuan Mengaji.

Hari-hari semakin berlalu menjadi kenangan. Minggu demi minggu dilewati menuju sejarah baru. Menjadi sebuah jejak terindah untuk dikenang pada masa tua. Krismon dan Sulis semakin dekat dalam pencarian arti hidup yang sebenarnya. Hubungan kedua manusia itu mendapat sorotan dari berbagai kalangan. Entah nama mereka begitu populer di desa, seperti halnya kaum selebriti. Para pemuda berharap keduanya dapat berhubungan sampai ke jalur pernikahan. Gosip semacam itu memang telah menyebar ke seluruh penjuru desa. Banyak sekali orang-orang yang berharap keduanya saling jatuh cinta dan terikat dalam bahtera rumah tangga. Ustad Karim sendiri berharap putrinya segera menikah dan mengakhiri kesendiriannya. Pernah suatu ketika yang telah lalu, Sulis mendapatkan tamu dari seberang desa. Keluarga itu hendak melamar Sulis untuk putranya. Secara bibit dan bobot tidak perlu diragukan lagi. Keluarga pelamar merupakan salah seorang ulama. Ustad Karim sendiri berharap agar anak itu menerima lamaran. Namun ia juga memberikan kebebasan untuk anaknya. Yang terpenting adalah demi kebahagiaan Sulis sendiri. Singkat cerita Sulis menolak untuk menikah. Salah satu alasannya karena ia merasa belum matang dan siap untuk menikah.

Alasannya menolak lamaran bukanlah benar-benar seperti apa yang dikatakannya. Sulis mengharapkan sesosok Krismon datang kepadanya. Lelaki itu telah memberikan daya tarik yang luar biasa. Entah kenapa Sulis begitu mengharapkannya kepadanya. Padahal tidak ada satupun kalimat manis dan rayuan yang keluar dari mulut laki-laki itu. Bahkan semasa remaja, Krismon selalu saja menghindar jika Sulis datang menampakan muka. Mungkin itulah yang membuat Sulis begitu tertarik kepada pria itu. Atau apa, dia sendiri tidak tahu. Bisa jadi memang benar apa yang dikatakan orang-orang, semua ketertarikan tanpa alasan itu disebabkan oleh cinta.

....

Jangkrik terus melantunkan zikirnya menyembah keberadaan Tuhan. Sementara rumah-rumah warga terlihat remang dalam kesunyian. Waktu beristirahat pagi para pedagang, petani, pelajar dan para profesi lain untuk mendaur ulang tenaga. Waktu yang cukup untuk berenang ke dalam mimpi dan menjemput harapan baru di hari mendatang. Malam hari telah memberikan tanda tanya besar pada seorang Krismon. Ia menuju kamarnya setelah selesai membacakan dongeng Timun Mas kepada Satrio dan Ridwan. Di ruangan persegi itu, Krismon hanyut menatap dinding kamar berwarna putih kusam. Tidak disangka dan tidak diduga kedekatannya dengan Sulis sudah teramat jauh. Bahkan sangat berbeda saat kedua masih belia dahulu. Krismon merasa harus segera menyatakan perasaan. Namun ia tidak boleh melupakan tugas dan tanggung jawabnya dalam mengurus kegiatan. Harus pada suasana lain dan pada kesempatan lain pula perasaannya itu diungkapkan. Krismon semakin bingung untuk memilih waktu dan tempat yang tepat. Ia didesak waktu berupa umur yang kian lama kian bertambah. Ia sendiri tidak tahu bagaimana caranya. Dag-dig-dug debar dada menemaninya begadang semalam suntuk. Membuatnya lupa akan peraduan nasib besok pagi. Pria matang itu hampir berusia dua puluh delapan tahun dan dialah seorang bujang idaman perempuan berkemajuan. Jadi apalagi yang harus ditunggu. Kenapa pula harus menunda-nunda. Tapi apakah gadis itu menyukainya atau tidak, Krismon pun tidak tahun. Dan malam itulah ia bertekad untuk membulatkan harapannya. "Katakan atau menyesal seumur hidup" ucapnya kepada dinding. Kemudian pria malang itu mulai menarik selimut

....

Pada waktu sore tiba. Krismon disibukan dengan para keponakannya. Mereka mendapatkan tugas dari sekolah untuk membuat karya berbahan bambu. Lebih tepatnya Satrio dan Ridwan ditugasi untuk membuat kipas sederhana. Krismon tidak ingin sepenuhnya ia sendiri yang mengerjakan semua tugas keponakannya itu. Lantas pria itu menyuruh para keponakannya untuk memilih bambu. Pria itu pun menunjukan bagaimana cara memotong bambu yang benar. Setelah bambu selesai disulap menjadi lembaran-lembaran pipih dan panjang, barulah kedua bocah ingusan itu mulai bekerja. Sang paman sedikit menggerutu tentang tugas yang diberikan kepada keponakannya. Menurutnya tugas demikian sangatlah tidak cocok bagi anak-anak. Sebab mereka belum paham tentang jenis-jenis bambu apa saja yang dapat diolah menjadi karya. Sehabis puas menggerutu Krismon pun tersadar akan waktu. Ia teringat kembali akan janjinya sendiri pada dinding kamar. Debar dadanya kembali bergemuruh. Tiba-tiba daun telinga pria itu semakin panas saja menahan kegugupan. Seketika itu pula Satrio dan Krismon menangkap air muka pamannya yang berbeda. Wajah laki-laki matang itu mendadak pucat menahan tegang. Ia pun tidak berhenti bergerak-gerak. Seperti hendak melangkah tetapi tidak jadi. Seluruh tubuhnya mendadak kaku dan menggigil. Anehnya keberanian yang semalam telah terpupuk kini lenyap bagai tertiup angin. Melihat Satrio dam Ridwan menatap wajahnya, Krismon pun meledak, kemudian pria itu memaksakan tubuhnya untuk melangkah pergi. "Apa boleh buat yang akan terjadi biarkanlah terjadi" begitulah pikirnya.

Di serambi rumah milik Ustad Karim, Sulis tengah menulis sesuatu dalam sebuah kertas. Pemandangan itu seketika melunturkan debar dadanya yang sedari tadi menghantui. "Apa itu? ucapnya.

"Eh, Mas. Bukannya salam dulu" jawab Sulis dengan senyum.

"Oh, iya maaf. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam," jawab gadis itu.

"Itu apa?" Tanya Krismon kepada Sulis.

"Oh iya, jadi beberapa hari lalu aku dengar ada salah seorang perempuan yang berbeda dari perempuan lainnya. Ia adalah seorang perempuan hebat dengan pidato-pidato keagamaannya. Aku berniat untuk mengundang beliau di acara Perempuan Mengaji nanti."

"Apakah dia menerima bayaran?" Celetuk Krismon.

"Hus, tidak boleh sembarangan. Dia itu hanya menerima uang ikhlas". Jawab Sulis.

"Sama saja bukan. Uang-uang juga. Atas rasa penghormatan."

"Apa maksud kalimat atas rasa penghormatan?" Tangkis Sulis.

"Karena kita memberikan uang itu sebagai ucapan terima kasih. Sama dengan menghormati bukan?" Ujar Krismon memberikan pendapatnya.

"Warna bahasamu lain Mas. Aku tahu maksudmu pasti bukan seperti itu."

"Jangan salah paham. Aku hanya mencari informasi."

"Pertanyaan tadi bukanlah pertanyaan. Tapi penyataan, Mas menyatakan kalau beliau menerima bayaran. Kenapa Mas begitu sensi dengan kata uang." Suli menampakkan kekesalan, tidak terima.

"Baiklah, bolehkah aku bertanya sekali lagi." 

"Iya." Jawab perempuan itu kesal.

"Apa rencanamu dengan surat ini?" Tanya Krismon mencari informasi lain.

"Akan aku beritahu besok Mas, setelah surat ini dibalas." Jawab Sulis tidak enak.

"Kenapa aku harus menunggu besok." Jawab Krismon bingung menahan dengan sikap gadis itu.

"Sudah sore Mas. Aku mau mandi." Sulis nampak kesal kemudian ia masuk ke dalam rumahnya. Sementara Krismon terdiam di serambi rumah itu, tidak percaya. Ia sendiri merasa menyesal sebab kedatangannya bukanlah untuk mencari perkara. Keniatan untuk mengucapkan beberapa patah kata tentang perasaannya pun luntur seketika. Krismon menyesali perbuatannya itu. Tidak seharusnya kalimat demikian diucapkan. Pria matang itu harus menelan kegagalannya hari ini. Dan pulang bersama penyesalan diri. Semuanya harus diperbaiki, tidak boleh egois dalam berpikir. Tidak boleh sembarangan bertutur lagi. Begitulah pikirannya mengoreksi diri. Menenggelamkan kegagalan yang menemaninya berjalan kaki menuju rumah. Dia harus memulai semuanya dari awal lagi. Membangun semangat diri ditemani dinding kamar dan nyamuk. Ia harus sebisa mungkin menyederhanakan sudut pandang demi semua kelancaran.

"Di kesempatan selanjutnya aku tidak boleh gagal, dan tidak boleh salah berkata." Ucapnya kepada dinding. Padahal tujuan Krismon sangatlah sederhana. Yaitu menyatakan semua perasaannya. "Tapi kenapa cinta begitu rumit dan jauh dari kata sederhana," ucapnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun