Mohon tunggu...
Muhamad Yus Yunus
Muhamad Yus Yunus Mohon Tunggu... Seniman - Sastrawan, dan Teaterawan

Lulusan Sarjana Sastra, Prodi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Pamulang. Penulis buku, kumpulan puisi Dukri Petot: Gaya-gayaan, Novel Tidak ada Jalan Pulang Kecuali Pergi, Anak Imaji, dan Sandiwara Kita di dalam atau di Luar Panggung Sama Saja (2020) Guepedia. Pendiri Teater Lonceng, Tangsel. Sekarang menjabat sebagai Redaktur media digital adakreatif.id https://sites.google.com/view/myusyunus

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Krismon: Bagian 4 "Kesederhanaan adalah Bentuk Cinta kepada Jiwa Manusia"

13 Juni 2022   08:02 Diperbarui: 13 Juni 2022   08:13 592
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Soalnya ada bidadari,,," Tutur Satrio.

"Namanya Mbak Sulis." Sambung Ridwan dengan tawa. Satrio menambahi suara tawa saudaranya dengan senyum meledek. Sang paman kemudian tak terima. Kedua bocah nakal itu pun mendapatkan hukuman akibat berbicara tidak sopan. Hukuman yang dimaksud tentunya bukanlah kekerasan. Pria matang berkulit agak gelap itu menggelitik tubuh Ridwan dan Satrio. Kedua bocah itu akhirnya berusaha melarikan diri. Tetapi Sang paman bersikeras untuk mendapatkan keduanya. Aksi kejar-kejaran tidak dapat dibendung lagi. Seketika itu pula keadaan ruangan dalam rumah itu nampak bagaikan alam terbuka. Mereka tertawa bahagia dalam perburuan sengit yang lucu. Seperti tidak ada satupun dinding yang menghalangi keduanya. Tidak ada batasan hubungan antara keponakan dan seorang paman. Seperti itulah rupa wajah keluarga harmonis itu.

Hubungan baik yang terjalin di keluarga kecil itu membuat Suli semakin tertarik untuk terlibat di dalamnya. Kadang sekali waktu Sulis kerap di rumah itu muncul setelah magrib. Kedatangannya bertujuan untuk membantu proses belajar kedua bocah yang duduk di bangku kelas satu sekolah dasar itu. Bukan karena Sulis termasuk salah satu perempuan bebas seperti di ibu kota. Kedatangannya berkunjung ke rumah laki-laki bukan karena alasan demikian. Justru malahan sebaliknya. Sebenarnya ia tergolong gadis penurut. Sulis selalu mematuhi perkataan bapaknya. Tidak jarang nasehat dan petuah Ustad Karim itu dilakoninya dengan baik. Maksud kedatangan Sulis tentunya untuk mengamalkan salah satu petuah bapaknya. Yaitu untuk gemar berbagi dalam hal kebaikan. Meskipun ia sesosok gadis penurut nyata, Sulis tidak pernah main-main soal tekat dan harapan. Sebagai gadis tamatan Sekolah Menengah Atas, Sulis berharap semua ilmunya dapat memberikan manfaat untuk desa. Salah satu bentuk tekad itu adalah dengan bergabung ke dalam pergerakan Krismon.

Mimpi dan harapan adalah kekuatan terbesar manusia untuk merubah peradaban zaman dan sejarah. Untuk apa manusia belajar sejarah, jika tidak punya perencanaan tentang apa yang akan dilakukannya saat ini. Seperti itulah motto hidup seorang Sulis. Melihat banyak sekali perempuan di desanya yang nikah muda. Tidak jarang pula yang putus di tengah jalan. Seperti beberapa kasus yang menimpa kawan-kawannya. Salah satunya kasus yang menimpa Sukijah. Gadis belia itu harus menikah lebih cepat dari teman-teman sebayanya lantaran dijodohkan oleh kedua orang tuanya. Karena hal itulah pendidikannya terputus. Saat itu Sukijah baru duduk di bangku kelas lima sekolah dasar. Kemiskinan berpikir semacam ini baginya bukanlah sebuah anjuran agama. Sebab pengetahuan saja masih belum cukup apalagi kedalamannya terhadap agama. Rasul sendiri memberikan anjurkan kepada muslimin untuk menikahi seorang perempuan karena lima, bibit bobot, paras, harta, saleh dan yang terakhir iman atau agama. Jadi bagaimana mungkin seseorang yang masih belia dapat memahami salah satu dari lima hal tersebut. Apalagi soal pernikahan. Hal demikian membuat gadis itu khawatir akan generasi desa pada masa mendatang. Jika kaum perempuan tidak cerdas dan tidak punya pandangan hidup lalu bagaimana kelak mereka akan membesarkan anak-anaknya. Apalagi dalam ruang lingkup patriarki. Di mana pekerjaan mengurus anak paling sering dan paling banyak dikerjakan oleh kaum perempuan dalam dua puluh empat jam. Keresahan inilah yang menjadi dasar untuk berbenah. Salah satu yang dicanangkan Sulis ialah mencerdaskan perempuan sebelum mereka menuju pernikahan. Sulis pun mengusulkan sebuah program kepada Krismon. Ia ingin sekali kaum perempuan mempunyai kegiatan yang produktif selain memasak dan mencuci baju. Sulis berharap ada sebuah komunitas yang mendidik perempuan untuk hidup kreatif tanpa harus melulu bergantung pada laki-laki. Mendengar semangatnya itu Krismon merespon cepat dan mendukungnya. Mereka berdua pun membuat sebuah wadah bagi para perempuan dengan nama P tiga atau PPP. Kepanjangan dari Para Perempuan Perkasa. Dengan cepat beberapa program kegiatan pun diciptakannya. Salah satunya yaitu, grup kosidah dengan nama Perempuan Perkasa, Perempuan Berkarya dan Perempuan Mengaji.

Hari-hari semakin berlalu menjadi kenangan. Minggu demi minggu dilewati menuju sejarah baru. Menjadi sebuah jejak terindah untuk dikenang pada masa tua. Krismon dan Sulis semakin dekat dalam pencarian arti hidup yang sebenarnya. Hubungan kedua manusia itu mendapat sorotan dari berbagai kalangan. Entah nama mereka begitu populer di desa, seperti halnya kaum selebriti. Para pemuda berharap keduanya dapat berhubungan sampai ke jalur pernikahan. Gosip semacam itu memang telah menyebar ke seluruh penjuru desa. Banyak sekali orang-orang yang berharap keduanya saling jatuh cinta dan terikat dalam bahtera rumah tangga. Ustad Karim sendiri berharap putrinya segera menikah dan mengakhiri kesendiriannya. Pernah suatu ketika yang telah lalu, Sulis mendapatkan tamu dari seberang desa. Keluarga itu hendak melamar Sulis untuk putranya. Secara bibit dan bobot tidak perlu diragukan lagi. Keluarga pelamar merupakan salah seorang ulama. Ustad Karim sendiri berharap agar anak itu menerima lamaran. Namun ia juga memberikan kebebasan untuk anaknya. Yang terpenting adalah demi kebahagiaan Sulis sendiri. Singkat cerita Sulis menolak untuk menikah. Salah satu alasannya karena ia merasa belum matang dan siap untuk menikah.

Alasannya menolak lamaran bukanlah benar-benar seperti apa yang dikatakannya. Sulis mengharapkan sesosok Krismon datang kepadanya. Lelaki itu telah memberikan daya tarik yang luar biasa. Entah kenapa Sulis begitu mengharapkannya kepadanya. Padahal tidak ada satupun kalimat manis dan rayuan yang keluar dari mulut laki-laki itu. Bahkan semasa remaja, Krismon selalu saja menghindar jika Sulis datang menampakan muka. Mungkin itulah yang membuat Sulis begitu tertarik kepada pria itu. Atau apa, dia sendiri tidak tahu. Bisa jadi memang benar apa yang dikatakan orang-orang, semua ketertarikan tanpa alasan itu disebabkan oleh cinta.

....

Jangkrik terus melantunkan zikirnya menyembah keberadaan Tuhan. Sementara rumah-rumah warga terlihat remang dalam kesunyian. Waktu beristirahat pagi para pedagang, petani, pelajar dan para profesi lain untuk mendaur ulang tenaga. Waktu yang cukup untuk berenang ke dalam mimpi dan menjemput harapan baru di hari mendatang. Malam hari telah memberikan tanda tanya besar pada seorang Krismon. Ia menuju kamarnya setelah selesai membacakan dongeng Timun Mas kepada Satrio dan Ridwan. Di ruangan persegi itu, Krismon hanyut menatap dinding kamar berwarna putih kusam. Tidak disangka dan tidak diduga kedekatannya dengan Sulis sudah teramat jauh. Bahkan sangat berbeda saat kedua masih belia dahulu. Krismon merasa harus segera menyatakan perasaan. Namun ia tidak boleh melupakan tugas dan tanggung jawabnya dalam mengurus kegiatan. Harus pada suasana lain dan pada kesempatan lain pula perasaannya itu diungkapkan. Krismon semakin bingung untuk memilih waktu dan tempat yang tepat. Ia didesak waktu berupa umur yang kian lama kian bertambah. Ia sendiri tidak tahu bagaimana caranya. Dag-dig-dug debar dada menemaninya begadang semalam suntuk. Membuatnya lupa akan peraduan nasib besok pagi. Pria matang itu hampir berusia dua puluh delapan tahun dan dialah seorang bujang idaman perempuan berkemajuan. Jadi apalagi yang harus ditunggu. Kenapa pula harus menunda-nunda. Tapi apakah gadis itu menyukainya atau tidak, Krismon pun tidak tahun. Dan malam itulah ia bertekad untuk membulatkan harapannya. "Katakan atau menyesal seumur hidup" ucapnya kepada dinding. Kemudian pria malang itu mulai menarik selimut

....

Pada waktu sore tiba. Krismon disibukan dengan para keponakannya. Mereka mendapatkan tugas dari sekolah untuk membuat karya berbahan bambu. Lebih tepatnya Satrio dan Ridwan ditugasi untuk membuat kipas sederhana. Krismon tidak ingin sepenuhnya ia sendiri yang mengerjakan semua tugas keponakannya itu. Lantas pria itu menyuruh para keponakannya untuk memilih bambu. Pria itu pun menunjukan bagaimana cara memotong bambu yang benar. Setelah bambu selesai disulap menjadi lembaran-lembaran pipih dan panjang, barulah kedua bocah ingusan itu mulai bekerja. Sang paman sedikit menggerutu tentang tugas yang diberikan kepada keponakannya. Menurutnya tugas demikian sangatlah tidak cocok bagi anak-anak. Sebab mereka belum paham tentang jenis-jenis bambu apa saja yang dapat diolah menjadi karya. Sehabis puas menggerutu Krismon pun tersadar akan waktu. Ia teringat kembali akan janjinya sendiri pada dinding kamar. Debar dadanya kembali bergemuruh. Tiba-tiba daun telinga pria itu semakin panas saja menahan kegugupan. Seketika itu pula Satrio dan Krismon menangkap air muka pamannya yang berbeda. Wajah laki-laki matang itu mendadak pucat menahan tegang. Ia pun tidak berhenti bergerak-gerak. Seperti hendak melangkah tetapi tidak jadi. Seluruh tubuhnya mendadak kaku dan menggigil. Anehnya keberanian yang semalam telah terpupuk kini lenyap bagai tertiup angin. Melihat Satrio dam Ridwan menatap wajahnya, Krismon pun meledak, kemudian pria itu memaksakan tubuhnya untuk melangkah pergi. "Apa boleh buat yang akan terjadi biarkanlah terjadi" begitulah pikirnya.

Di serambi rumah milik Ustad Karim, Sulis tengah menulis sesuatu dalam sebuah kertas. Pemandangan itu seketika melunturkan debar dadanya yang sedari tadi menghantui. "Apa itu? ucapnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun