Entah mengapa perasaan batin Mulyadi menjadi begitu panas dan menggelegar. Seperti menyimpan suara aneh dengan kekuatan dahsyat yang siap meledak kapan saja. Listrik di otaknya mulai mengantarkan pesan kepada saraf-sarafnya untuk segera melakukan tindakan. Lantas ia berkata "aku ingin merubah nama warung sate kita menjadi Warung Sate Mulyadi".
Mulyadi tak ingin adik-adiknya secepat itu menjadi tukang sate seperti bapaknya. Melihat adik-adiknya berhenti sekolah lalu berdagang sate bagi Mulyadi bukanlah sebuah takdir yang patut disyukuri.Â
Maka tidaklah adil jikalau hanya Mulyadi seorang yang sempat mencicipi bangku sekolah sampai selesai. Ia memutuskan menggantikan posisi Sang bapak bukan lagi karena ia telah kalah dalam pencarian hidup, tetapi itu semuanya demi membantu adik-adiknya melanjutkan sekolah dan menemukan pengharapan tentang hidup di masa depan dengan harapan bukan lagi menjadi tukang sate.Â
Tentunya semua keputusannya itu berasal dari ketulusan hati sebagai seorang anak tertua di keluarga sekaligus sebagai pemilik bakat kepada sate-satenya yang tak pernah membuatnya kehilangan harapan.Â
Atas resep keluarga bernama sepenuh hati Mulyadi telah memutuskan sendiri disaksikan kedua mata orang tuanya dan kedua mata adik-adiknya. Pikirnya kalaupun suatu saat nanti nasib membawa Zarkoni dan Mahisa dengan sepenuh hati menjadi tukang sate, setidaknya mereka berdua pernah mengalami pengalaman sama yang bernama putus asa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H