Mohon tunggu...
Muhamad Yus Yunus
Muhamad Yus Yunus Mohon Tunggu... Seniman - Sastrawan, dan Teaterawan

Lulusan Sarjana Sastra, Prodi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Pamulang. Penulis buku, kumpulan puisi Dukri Petot: Gaya-gayaan, Novel Tidak ada Jalan Pulang Kecuali Pergi, Anak Imaji, dan Sandiwara Kita di dalam atau di Luar Panggung Sama Saja (2020) Guepedia. Pendiri Teater Lonceng, Tangsel. Sekarang menjabat sebagai Redaktur media digital adakreatif.id https://sites.google.com/view/myusyunus

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Sebuah Cerpen: Resep Sepenuh Hati

24 Maret 2022   10:00 Diperbarui: 9 Maret 2023   07:54 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Soal Mulyadi tidak mendapatkan kontrak kedua dari pihak mini market bukanlah tanpa sebab, semuanya telah tercetak pada catatan kenerja karyawan dan semuanya melulu soal pendapatan mini market yang tak sesuai ekspetasi. 

Di tengah mendung yang menggerutu di hatinya itu Mulyadi kembali dihadapkan dengan kenyataan baru, laki-laki tua bangka bernama Mail itu tak kuasa lagi menahan rasa sakit yang menderitanya selama ini. Nafasnya sesak tersengal-sengal, suaranya begitu lirih, kian hari semakin parah saja. 

Penyakit asma yang diderita Mail sebenarnya jenis penyakit lama, bekerja siang dan malam di depan kepulan asap tentu akan memperparah keadaan fisiknya. Tapi itulah sebuah perjuangan sepenuh hati memperoleh rizeki untuk menafkahi istri dan anak-anaknya. Mail pun memutuskan diri untuk segera pensiun dan itu artinya warung sate akan segera diwariskan.

Ketidakterimaannya kepada keadaan membuat Mulyadi ingin semakin bertegat untuk melepaskan beban. Mulyadi berusaha keras mencari pengharapan baru dengan lembaran kertas di dalam mapnya. 

Namun semakin iya berusaha lari dari kenyataan semakin terprosok jauh dalam kubangan sampai diri tak dapat melepaskannya lagi. Siang itu Mulyadi sehabis pulang menggelandang di ibu kota, dengan baju kemaja putih itu ia memburu ranjang untuk membenamkan lelahnya. Bagi bocah malang itu pulang menggelandangi ibu kota saat waktu baru menginjak siang adalah sebuah kekalahan. 

Semua angannya kembali berputar dalam sesak seisi ruangan yang menjadikannya pusing kepala sebelah. Rasa sakit yang tidak bisa sembuh hanya dengan meminum parasetamol. Barang kali semedi dalam kamar untuk beberapa hari kedepan dapat mengobati rasa sakitnya. 

Di tengah keheningan pukul satu siang Mulyadi menangkap suara-suara dari belakang rumah. Kemudian secara cepat suara-suara itu merambat masuk ke ruangan dapur, juga suara dari laki-laki tua itu.  

Ia terdengar seperti menahan laju suara-suara dari belakang rumah, nada sura itu terdengar mendesah dan merintih penuh kemalangan. Jelas Mulyadi tahu sura-suara siapa itu. 

"Siapa itu?" teriak Mail.

"Ini aku Pak. Zarkoni anakmu dan Mahisa?" jawab kedua bocah itu menahan takut.

"Mana ibu kalian? kedua bocah itu hanya saling bertatapan satu sama lain. Tidak berani menjawab pertanyaan dari bapaknya sendiri. Lalu terdengar suara langkah kaki ibunda masuk ke dalam ruangan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun