Kakak itu telah mempunyai dua cucuk dari kedua putranya. Eka mempunyai seorang anak dari pernikahannya dengan Damimi bernama Satrio. Sementara pernikahan Saepul dengan Windi melahirkan seorang anak bernama Ridwan. Kini kedua bocah itu telah berada dalam genggaman pamannya. Eka dan Saepul sendiri yang menyerahkan anak-anak itu. Ini terjadi karena kedua keluarga kecil tersebut tengah mengalami krisis ekonomi. Kejadian besar yang dialami negeri ini kala itu telah membuat seluruh sektor perekonomian melemah. Tidak hanya perusahan-perusahan yang memiliki investor saja. Orang-orang kecil seperti Eka dan Saepul pun kena imbasnya. Baik Eka atau pun Saepul tidak dapat memenuhi panggilan Dukri untuk pulang ke kampung halaman. Salah satu alasannya karena uang. Sehingga mereka hanya dapat menitipkan Ridwan dan Satrio saja.
Dukri belum tahun dan belum diberi tahu atas kabar yang dibawa Krismon. Bukan karena tidak ingin tahu dan tidak mau memberitahu, Krismon kepalang cemas kalau-kalau kedua bocah itu tidak diterima oleh kakeknya sendiri. Sepanjang perjalanan kedua anak itu tidak bersuara bahkan mereka pun tidak menanyakan akan dibawa kemana tubuh mungilnya. Ia hanya tahu satu hal saja, paman yang baik pasti akan membawa mereka ke tempat yang baik pula. Sepanjang perjalanan, di dalam benak kedua bocah ingusan yang tak mau melepaskan pandangannya ke jendela kaca bus itu, sibuk membayangkan potret-potret terakhir bersama orang tua kandungnya. Mereka menyimpan duka yang entah sampai kapan batasnya. Hanya saja mereka tidak mengerti, apa arti duka, apa arti diasingkan, dan apa arti seorang anak. Mereka dididik dengan keras oleh kedua orang tuanya sendiri, persis seperti Dukri mendidik Eka dan Saepul. Terkadang suara keras dan telapak tangan terpaksa mereka layangkan kepada kedua bocah itu untuk membuatnya berhenti mengeluh, kalau-kalau keinginannya tidak dapat terpenuhi. Seperti halnya masa lalu, kedua bocah itu pun persis seperti orang tuanya saat kecil dahulu. Tidak banyak mengeluh kepada Dukri, hanya diam saja menelan dalam-dalam setiap bentakan dan rasa sakit yang mendarat di bokongnya.
Dengan bersama pamannya yang baik, kedua bocah itu selalu tenang dan nyaman. Mereka pun tidak berani mengeluh, sebab mengeluh berarti akan merubah kebaikan dan sifat pamannya, berupa pukulan atau bentakan persis seperti yang kedua orang tuanya lakuan. Mereka diam dalam ketidak tahuan. Mereka hanya belum mengerti dan belum mengenal dunia lebih dalam. Namun kepergian itu telah memisahkan dirinya dengan orang tua. Jika disuruh memilih pastilah Satrio dan Ridwan akan tetap memilih orang tuanya, meskipun kedua bocah itu kerap mendapatkan pukulan dari bapak-bapak mereka.
Untuk menghilangkan kepenatan, Krismon sesekali mengajak kedua ponakannya bercanda. Melalui beberapa teka-teki dan cerita lucu. Semuanya diupayakan agar keponakannya itu percaya kepadanya, bahwa seorang Krismon hanyalah sebatas nama. Ia ingin menampilkan diri bahwa ialah sesosok lelaki yang kaya akan kasih sayang sebagai seorang paman. Lalu apa yang akan terjadi di ruang waktu selanjutnya. Mereka bertiga saling menyimpan pertanyaan itu dalam-dalam. Orang dewasa dapat mengerti akan kegelisahanya yang muncul itu disebabkan oleh apa, dan cukup dengan berpikir masalah untuk sementara dapat diatasi meski hanya buah pikiran yang berupa rencana. Tidak peduli bahwa sejatinya sebuah rencana itu adalah masalah baru, sesuatu yang dihasilkan dari pikiran dan akan menjadi induk dari masalah-masalah baru lainya. Lain dengan kedua bocah itu, mereka tidak mengerti dan tidak dapat menemukannya sendiri. Apa dan kenapa sebuah masalah dapat terjadi, dan untuk apa berpikir. Kenapa kita tidak bisa bermain dengan lepas sekarang ini. Hanya itulah yang terbesit dalam otak lunaknya.
Perjalanan yang penuh teka-teki membuat kepala Krismon terasa pusing, sementara badan bus tidak berhenti bergoyang-goyang. Pertanda jarum gas terus tegang. Dan waktu akan semakin habis melumat kulit menjadi tua. Tidak ada waktu untuk mengistirahatkan pikiran. Krismon terus berupaya mencari rencana kedepan. Sampai beban berat jatuh ke paha kanannya. Beban berat dari kedua bocah yang tertidur pulas kelelahan di pangkuan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H