Mohon tunggu...
Muhamad Yus Yunus
Muhamad Yus Yunus Mohon Tunggu... Seniman - Sastrawan, dan Teaterawan

Lulusan Sarjana Sastra, Prodi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Pamulang. Penulis buku, kumpulan puisi Dukri Petot: Gaya-gayaan, Novel Tidak ada Jalan Pulang Kecuali Pergi, Anak Imaji, dan Sandiwara Kita di dalam atau di Luar Panggung Sama Saja (2020) Guepedia. Pendiri Teater Lonceng, Tangsel. Sekarang menjabat sebagai Redaktur media digital adakreatif.id https://sites.google.com/view/myusyunus

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Keramah-tamahan Itu seperti Bungkusan Indomie: Telurnya Cuma di Gambar Aja

4 Januari 2022   13:46 Diperbarui: 5 Januari 2022   17:55 2975
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semuanya memberikan sebuah nilai yang semu, kepalsuan belaka. Keramah-tamahan bisa muncul di berbagai aspek, tidak hanya sekedar bahasa lisan dan tubuh. Keramah-tamahan sebagai seseorang yang memiliki ilmu misalnya. 

Ada banyak karyawan di Dinas Lingkungan hidup, yang entah relevan atau tidak dengan gelar mereka. Sementara kita masih melihat beberapa saudara yang berjuang hidup dilingkungan yang tidak ramah lagi.

Keramahan-tamahan saat ini dijadikan sebagai sebuah alat untuk mencari keuntungan. Ia dianggap sebagai suatu nilai yang dapat menghasilkan nominal rupiah. 

Sementara keramah-tamahan sebagai manusia timur saat ini tidak dipahami sebagai sebuah kearifan lokal yang bernilai filsafat.

Dalih memahami keramah-tamahan sebagai ciri bangsa yang berdiam diri di belahan dunia bagian timur, justru malahan terdengar seperti omong kosong belaka. 

Kebakaran hutan di Sumatera dan Kalimantan, berdampak besar bagi kelangsungan hidup primata mereka, atau hadirnya doktrini modernisasi di negeri bagian timur menunjukan ketidak ramah-tamahan kepada kehidupan tradisional yang alami. 

Mungkin beberapa tahun ke depan, kita tidak lagi melihat saudara di timur mengenakan koteka, atau menombak ikan di sungai mereka menjadi hal yang tidak biasa, dan mungkin Honai tidak lagi menjadi tempat berteduh untuk bercengkerama dengan sanak keluarga. 

Kita harus kembali menjadi orang timur yang penuh dengan keramah-tamahan, bukan untuk mencari banyak jumlah wisatawan. Bukan pula untuk dijadikan kebanggan. 

Keramah-tamahan tidak sekedar bahasan tubuh dan lisan. Maka perlulah kita melihat masalah lain yang sedang terjadi dengan pandangan yang berbeda, bukan hanya dengan pandangan rupiah dan keuntungan. Tapi juga menggunakan pandangan keilmuan, rasa tanggung jawab sebagai insan yang memiliki pengetahuan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun