Mohon tunggu...
Muhamad Yus Yunus
Muhamad Yus Yunus Mohon Tunggu... Seniman - Sastrawan, dan Teaterawan

Lulusan Sarjana Sastra, Prodi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Pamulang. Penulis buku, kumpulan puisi Dukri Petot: Gaya-gayaan, Novel Tidak ada Jalan Pulang Kecuali Pergi, Anak Imaji, dan Sandiwara Kita di dalam atau di Luar Panggung Sama Saja (2020) Guepedia. Pendiri Teater Lonceng, Tangsel. Sekarang menjabat sebagai Redaktur media digital adakreatif.id https://sites.google.com/view/myusyunus

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Maskulinitas dalam Film "Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas"

28 Desember 2021   08:44 Diperbarui: 3 Januari 2022   09:30 1509
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa yang bisa dilakukan oleh seorang pria yang burungnya tidak bisa bangun?
Apakah laki-laki dengan keperkasaan seksual luar biasa dapat memberikan kebahagiaan dalam rumah tangga?

Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas, merupakan sebuah judul Film yang disutradarai oleh Edwin kelahiran 24 April 1978. Judul film ini sama persis seperti judul novelnya yang mungkin pembaca sama-sama ketahuin. 

Eka Kurniawan belakangan menjadi sorotan publik, terutama penikmat karya-karya sastra. Oleh karena karya-karyanya yang tidak biasa, termasuk novel Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas ini. Sebuah cerita yang mengangkat seseorang bernama Ajokawir. 

Cerita tentang burung yang tidak bisa bangun ini, banyak sekali memuat materi-materi dewasa khususnya tentang kejantanan seorang laki-laki, dan hubungan emosional yang dilengkapi dengan ritual seksual antara laki-laki dan perempuan.

Novel yang menarik untuk dibaca, sekaligus juga menantang untuk digarap secara virtual. Film Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas ini telah mulai disiarkan di bioskop-bioskop tanah air pada tanggal 2 Desember tahu ini. Dan mungkin akan membuat para penontonnya meringis sekaligus tertawa. 

Sekarang apakah Anda bisa membayangkan, apa jadinya hidup sebagai seorang laki-laki tanpa memiliki alat vital yang berfungsi normal? Mungkin saja Anda akan melakukan seperti apa yang Ajokawir lakukan, atau malah putus asa dengan keadaan.

Jika kita lihat perwujudan Ajokawir, Iteng, dan para aktor yang berperan di dalamnya, baik dari segi gaya rambut sampai busana, kita bisa menebak jika cerita ini diambil dari masa yang sudah lampau. Atau tepatnya saat pemerintahan orde baru berjaya, yaitu tahun 1980 hingga awal tahun 1990. 

Tidak hanya gaya berbusana, dan gaya rambut saja yang menunjukkan gambaran rentan waktu tersebut, dari segi bahasa pun sangat identik dengan 80an. Terlihat adanya keseriusan dalam menggarap film ini. 

Latar 80an yang dibangun dalam cerita ini pun sangat penting untuk memperkuat kemunculan karakter setiap tokoh dan alur cerita. 

Di mana banyak sekali tindakan premanisme, kekerasan, kekuasaan wilayah, dan pembunuh bayaran. Seperti mengingat saat zaman Orde Baru berkuasa, di mana Petrus serupa malaikat pencabut nyawa.

Cerita "Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas" bukan hanya mengingatkan kita kepada Orde Baru, tetapi pula mengingatkan kita dengan perwujudan laki-laki ideal pada zaman Yunani yang digambarkan secara filsafat melalui patung-patung mereka.

Lewat karya seni rupa itu, kita melihat tubuh pria dengan postur proporsional, sikap memesona, dan mendekap sebuah buku, namun memiliki alat kelamin yang kecil. 

Patung-patung Yunani klasik ini merupakan gagasan ideal di mana standar maskulinitas seorang pria ditentukan dengan sikap dan isi otak, bukan dengan ukuran kemaluan.

Entah mengapa pada detik ini maskulinitas seorang pria diukur dari seberapa kuat, dan seberapa lama Ia bercinta di atas ranjang. Yang sering kita jumpai pada iklan-iklan obat penambah stamina, dan alat kontrasepsi. 

Apa yang membuat pikiran ideal tentang keperkasaan seorang laki-laki sejak zaman Yunani ini berubah. Namun cerita ini ingin berpesan lebih dari itu, tentang maskulinitas seorang laki-laki dan soal cinta sejati. Manakah pria yang dapat disebut sebagai jantan, apakah Ia laki-laki yang pandai memenangkan perkelahian? 

Seorang laki-laki yang pandai memberikan kepuasan seksual kepada lawan jenisnya? Ataukah seorang laki-laki yang perkasa, kuat dalam medan pertempuran, memiliki cinta sejati, tetapi burungnya tidak bisa bangun?

Novel dan Film Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas ini berusaha menjelaskan kembali kepada kita semua, bahwa konstruksi yang telah dibangun oleh masyarakat tentang kejantanan seorang pria sejati perlu didekonstruksi ulang. Apalagi kejantanan tidak melulu soal fisik, tetapi juga mental keberanian untuk menghadapi setiap masalah.

Tokoh utama bernama Ajokawir di dalam cerita adalah tokoh yang tidak memiliki semangat hidup lagi, semenjak burungnya tidak bisa bangun. Namun karena hal itu pula, Ajokawir menjadi laki-laki yang tidak pernah takut untuk membahayakan dirinya di dalam sebuah perkelahian. 

Tidak ada alasan lagi untuk tidak berani, karena satu-satunya cara untuk membuat hidupnya bermakna ialah dengan melawan rasa takut, dan terus membahayakan dirinya di dalam sebuah pertarungan.

Salah satu adegan dari film Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas yang diperankan oleh Marthino Lio dan Sal Priadi. (IST via kompas.com)
Salah satu adegan dari film Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas yang diperankan oleh Marthino Lio dan Sal Priadi. (IST via kompas.com)

Semakin ia berhasil melakukannya, Ajokawir akan semakin tertantang untuk melakukan perkelahian yang lain. Karena hanya itu saja yang bisa membuat hidupnya lebih bernilai.

Pembaca novel dan penikmat film Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas ini ponton dibuat tergelitik dengan pola perilaku Ajokawir. Yang ketika dibahas ulang di forum diskusi atau di meja perkopian mungkin akan timbul kesan komedi. 

Dan memang jarak antara komedi dan serius sangatlah tipis perbedaannya. Dalam artian tokoh Ajokawir mengandung pesan satir terhadap isu kejantanan seorang laki-laki di mata sosial.

Kejantanan Ajokawir di medan perkelahian mengantarkan perjumpaan pertamanya dengan Iteng. Perkelahian itu beberapa kali dimenangkan oleh Si Gadis, namun Ajokawir yang burungnya tidak bisa bangun lagi itu terus bangkit dan kembali memberikan perlawanan. 

Sebagai seorang laki-laki jantan, Ajokawir tidak pandang siapapun lawan di depan, walaupun ia seorang perempuan sekalipun. Bagi Ajokawir, Iteng adalah seorang perempuan yang memiliki kekuatan seperti halnya laki-laki dengan kemampuan bela dirinya. 

Sehingga ia perlu mengalahkan perempuan itu dengan kekuatan dan keberaniannya. Hingga akhirnya Ajokawir berhasil mengalahkan Iteng hingga tidak berdaya. Dan justru itulah yang membuat Iteng jatuh hati kepada pria barandalan tersebut.

Melalui kisah dua sejoli ini, kita bisa melihat sebuah sensasi jatuh cinta yang tidak biasa, namun sebenarnya amat sangat manusiawi. Bagaimana mungkin seorang jagoan tertarik dengan musuhnya sendiri. 

Apakah itu seperti seseorang dokter yang mencintai sesama dokter oleh karena salah satu dari dokter tersebut memiliki kemampuan menjadi dokter yang tidak dimiliki oleh dokter lain? Atau kita mungkin bisa menduga, bahwa rasa jatuh cinta yang terlahir dari hati Ajokawir dan Iteng sama halnya seperti seorang pesolek yang mencintai pesolek lain oleh karena ia memiliki kemampuan bersolek yang tidak dimiliki oleh pesolek lain. Ini terdengar sangat rumit, tapi sebenarnya sangat sederhana.

Seseorang yang seperti Ajokawir pun berhak untuk jatuh cinta. Meskipun alat kelaminnya tidak bisa bangun layaknya orang normal lainnya. Tapi bukankan seperti itu perasaan cinta datang, yang tanpa memandang warna dan raga? 

Eka Kurniawan ingin menyampaikan kepada para pembacanya bahwa cinta sejati, dan kepuasan hubungan tidak muncul dari kemaluan tetapi dari perasaan. Ini diperlihatkan ketika Ajokawir melayani berahi kekasihnya hanya menggunakan jarinya saja.

Ajokawir di dalam cerita ini mengisyaratkan simbol kejantanan seorang pria sejati yang bukan berasal dari kemaluannya, melainkan kejantanan itu digambarkan melalui hubungannya dengan Iteng. 

Laki-laki yang berani mengambil risiko dan berani melakukan apapun untuk membuat kekasihnya bahagia, meskipun harus melakukan hubungan seksual hanya dengan jari untuk menggantikan kemaluannya yang tidak bisa bangun lagi.

Sebagai seorang perempuan Iteng layaknya perempuan sebagai mana mestinya. Yang membutuhkan cinta, kasih sayang, dan juga kenikmatan bercinta. 

Ia pula digambarkan sebagai seorang perempuan yang sangat ingin memiliki pengalaman bercinta dengan normal seperti pasangan kekasih pada umumnya. Dan apalagi mendapatkan buah hati dari kisah cintanya. 

Adalah Bidi Baik yang berperan sebagai lawan dari simbol maskulinitas itu sendiri. Tokoh ini memiliki karakter yang cukup penting untuk memberikan pesan tersirat kepada penikmat. 

Pada beberapa kejadian karakter ini digambarkan sebagai kebalikan dari karakter Ajokawir. Bidi Baik yang memiliki burung layaknya laki-laki normal, memanfaatkan keadaan untuk menggoda Iteng. Hingga akhirnya Si Perempuan hamil, dan sekaligus merusak hubungan pernikahan mereka.

Pada akhirnya cinta sejati Iteng ialah Ajokawir semata, seorang pria jantan tanpa kemaluan yang normal. Menunjukkan bahwa kejantanan Ajokawir sebagai laki-laki yang penuh cinta jauh lebih penting ketimbang kejantanan Bidi Baik yang memiliki alat kelamin normal.

Selanjutnya kejantanan seorang Ajokawir terbukti, ketika keduanya kembali bersatu di akhir cerita. Mengisyaratkan bahwa seorang laki-laki jantan bukan diukur dengan seberapa kuat kemaluannya dalam bercinta, tetapi perasaan, kasih sayang, sikap perilaku, dan keberanian untuk menghadapi semua masalah dengan cinta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun