Mohon tunggu...
Muhamad Yus Yunus
Muhamad Yus Yunus Mohon Tunggu... Seniman - Sastrawan, dan Teaterawan

Lulusan Sarjana Sastra, Prodi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Pamulang. Penulis buku, kumpulan puisi Dukri Petot: Gaya-gayaan, Novel Tidak ada Jalan Pulang Kecuali Pergi, Anak Imaji, dan Sandiwara Kita di dalam atau di Luar Panggung Sama Saja (2020) Guepedia. Pendiri Teater Lonceng, Tangsel. Sekarang menjabat sebagai Redaktur media digital adakreatif.id https://sites.google.com/view/myusyunus

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Maskulinitas dalam Film "Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas"

28 Desember 2021   08:44 Diperbarui: 3 Januari 2022   09:30 1509
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lewat karya seni rupa itu, kita melihat tubuh pria dengan postur proporsional, sikap memesona, dan mendekap sebuah buku, namun memiliki alat kelamin yang kecil. 

Patung-patung Yunani klasik ini merupakan gagasan ideal di mana standar maskulinitas seorang pria ditentukan dengan sikap dan isi otak, bukan dengan ukuran kemaluan.

Entah mengapa pada detik ini maskulinitas seorang pria diukur dari seberapa kuat, dan seberapa lama Ia bercinta di atas ranjang. Yang sering kita jumpai pada iklan-iklan obat penambah stamina, dan alat kontrasepsi. 

Apa yang membuat pikiran ideal tentang keperkasaan seorang laki-laki sejak zaman Yunani ini berubah. Namun cerita ini ingin berpesan lebih dari itu, tentang maskulinitas seorang laki-laki dan soal cinta sejati. Manakah pria yang dapat disebut sebagai jantan, apakah Ia laki-laki yang pandai memenangkan perkelahian? 

Seorang laki-laki yang pandai memberikan kepuasan seksual kepada lawan jenisnya? Ataukah seorang laki-laki yang perkasa, kuat dalam medan pertempuran, memiliki cinta sejati, tetapi burungnya tidak bisa bangun?

Novel dan Film Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas ini berusaha menjelaskan kembali kepada kita semua, bahwa konstruksi yang telah dibangun oleh masyarakat tentang kejantanan seorang pria sejati perlu didekonstruksi ulang. Apalagi kejantanan tidak melulu soal fisik, tetapi juga mental keberanian untuk menghadapi setiap masalah.

Tokoh utama bernama Ajokawir di dalam cerita adalah tokoh yang tidak memiliki semangat hidup lagi, semenjak burungnya tidak bisa bangun. Namun karena hal itu pula, Ajokawir menjadi laki-laki yang tidak pernah takut untuk membahayakan dirinya di dalam sebuah perkelahian. 

Tidak ada alasan lagi untuk tidak berani, karena satu-satunya cara untuk membuat hidupnya bermakna ialah dengan melawan rasa takut, dan terus membahayakan dirinya di dalam sebuah pertarungan.

Salah satu adegan dari film Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas yang diperankan oleh Marthino Lio dan Sal Priadi. (IST via kompas.com)
Salah satu adegan dari film Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas yang diperankan oleh Marthino Lio dan Sal Priadi. (IST via kompas.com)

Semakin ia berhasil melakukannya, Ajokawir akan semakin tertantang untuk melakukan perkelahian yang lain. Karena hanya itu saja yang bisa membuat hidupnya lebih bernilai.

Pembaca novel dan penikmat film Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas ini ponton dibuat tergelitik dengan pola perilaku Ajokawir. Yang ketika dibahas ulang di forum diskusi atau di meja perkopian mungkin akan timbul kesan komedi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun