Mohon tunggu...
Muhamad Yus Yunus
Muhamad Yus Yunus Mohon Tunggu... Seniman - Sastrawan, dan Teaterawan

Lulusan Sarjana Sastra, Prodi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra, Universitas Pamulang. Penulis buku, kumpulan puisi Dukri Petot: Gaya-gayaan, Novel Tidak ada Jalan Pulang Kecuali Pergi, Anak Imaji, dan Sandiwara Kita di dalam atau di Luar Panggung Sama Saja (2020) Guepedia. Pendiri Teater Lonceng, Tangsel. Sekarang menjabat sebagai Redaktur media digital adakreatif.id https://sites.google.com/view/myusyunus

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Maskulinitas dalam Film "Seperti Dendam Rindu Harus Dibayar Tuntas"

28 Desember 2021   08:44 Diperbarui: 3 Januari 2022   09:30 1509
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dan memang jarak antara komedi dan serius sangatlah tipis perbedaannya. Dalam artian tokoh Ajokawir mengandung pesan satir terhadap isu kejantanan seorang laki-laki di mata sosial.

Kejantanan Ajokawir di medan perkelahian mengantarkan perjumpaan pertamanya dengan Iteng. Perkelahian itu beberapa kali dimenangkan oleh Si Gadis, namun Ajokawir yang burungnya tidak bisa bangun lagi itu terus bangkit dan kembali memberikan perlawanan. 

Sebagai seorang laki-laki jantan, Ajokawir tidak pandang siapapun lawan di depan, walaupun ia seorang perempuan sekalipun. Bagi Ajokawir, Iteng adalah seorang perempuan yang memiliki kekuatan seperti halnya laki-laki dengan kemampuan bela dirinya. 

Sehingga ia perlu mengalahkan perempuan itu dengan kekuatan dan keberaniannya. Hingga akhirnya Ajokawir berhasil mengalahkan Iteng hingga tidak berdaya. Dan justru itulah yang membuat Iteng jatuh hati kepada pria barandalan tersebut.

Melalui kisah dua sejoli ini, kita bisa melihat sebuah sensasi jatuh cinta yang tidak biasa, namun sebenarnya amat sangat manusiawi. Bagaimana mungkin seorang jagoan tertarik dengan musuhnya sendiri. 

Apakah itu seperti seseorang dokter yang mencintai sesama dokter oleh karena salah satu dari dokter tersebut memiliki kemampuan menjadi dokter yang tidak dimiliki oleh dokter lain? Atau kita mungkin bisa menduga, bahwa rasa jatuh cinta yang terlahir dari hati Ajokawir dan Iteng sama halnya seperti seorang pesolek yang mencintai pesolek lain oleh karena ia memiliki kemampuan bersolek yang tidak dimiliki oleh pesolek lain. Ini terdengar sangat rumit, tapi sebenarnya sangat sederhana.

Seseorang yang seperti Ajokawir pun berhak untuk jatuh cinta. Meskipun alat kelaminnya tidak bisa bangun layaknya orang normal lainnya. Tapi bukankan seperti itu perasaan cinta datang, yang tanpa memandang warna dan raga? 

Eka Kurniawan ingin menyampaikan kepada para pembacanya bahwa cinta sejati, dan kepuasan hubungan tidak muncul dari kemaluan tetapi dari perasaan. Ini diperlihatkan ketika Ajokawir melayani berahi kekasihnya hanya menggunakan jarinya saja.

Ajokawir di dalam cerita ini mengisyaratkan simbol kejantanan seorang pria sejati yang bukan berasal dari kemaluannya, melainkan kejantanan itu digambarkan melalui hubungannya dengan Iteng. 

Laki-laki yang berani mengambil risiko dan berani melakukan apapun untuk membuat kekasihnya bahagia, meskipun harus melakukan hubungan seksual hanya dengan jari untuk menggantikan kemaluannya yang tidak bisa bangun lagi.

Sebagai seorang perempuan Iteng layaknya perempuan sebagai mana mestinya. Yang membutuhkan cinta, kasih sayang, dan juga kenikmatan bercinta. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun