MATA LUKA SENGKON KARTA (Antologi Puisi Esai)Â
Karya : Peri Sandi Huizche
Siapa sih yang tidak pernah mendengarkan puisi antologi esai yang berjudu Mata luka sengkon karta hasil buah pemikiran dari Peri Sandi Huizhe yang sempat viral di banyak media sosial yang dibacakan langsung oleh penulisnya sendiri dalam acara tadarus puisi ramadan. Puisi tersebut merupakan salah satu puisi yang banyak menuai pujian dari berbagai kalangan. Mari kita simak sedikit penggalan dari puisi tersebut.Â
1974 tanah air yang kucinta
Berumur dua puluh sembilan tahun
Waktu yang muda bagi berdirinya sebuah Negara
Lambang garuda
Dasarnya Pancasila
Undang-undang empat-lima
Merajut banyak peristiwa
Peralihan kepemimpinan yang mendesak
Bung Karno diganti pak Harto
Dengan dalih keamanan Negara
Pembantaian enam jendral satu perwira
Enam jam dalam satu malam
Mati di lubang tak berguna
Tak ada dalam perang mahabharata
Bahkan di sejarah dunia
Hanya di sejarah Indonesia
Dari sedikit penggalan puisi diatas kita bisa tahu maksud dari penulis adalah tentang peristiwa G30S PKI yang terjadi di tahun 1965 yang menjadi sesuatu peristiwa sakral bagi negara Indonesia. Dimana tanggal 30 September menjadi saksi bisu atas terbantainya 6 jendral serta 1 perwira yang dibunuh secara tidak manusiawi. Tidak menjadi sejarah dunia hanya ada disejarah Indonesia padahal waktu itu indonesia sudah merdeka tetapi hukum tidak berlaku pada masa itu. Sampai sekarang negara Indonesia masih terus mengenang hari itu di tanggal 30 september sebagai hari peringatan G30S PKI.Â
Katanya sih Indonesia sudah merdeka tapi dengan peristiwa tersebut kita tahu bahwa musuh terberat bagi suatu negara adalah rakyatnya sendiri, mempertahankan kemerdekaan lebih sulit dibandingkan dengan memproklamasikan kemerdekaan.Â
Mungkin sedikit ulasan dari isi puisi tersebut seperti itu, selanjutnya kita lihat seberapa besar pengaruh untuk pembaca saat membaca puisi tersebut.Â
Banyak sekali simile, metafora, hyperbola dan lain lainnya. Seperti contoh sedikit penggalan simile pada puisi tersebut adalahÂ
Serupa Maskumambang
Pupuh mengantarkan wejangan hidup
Kecapi dalam suara sunyi menyendiri
Serupa maskumambang adalah simile yang membandingkan 2 hal yang berbeda.Â
Untuk metafora pada puisi tersebut mari kita simak penggalan puisi selanjutnyaÂ
Pembantaian enam jendral satu perwira
Enam jam dalam satu malam
Mati di lubang tak berguna
Tak ada dalam perang mahabharata
Bahkan di sejarah dunia
Hanya di sejarah Indonesia
Pada penggalan tersebut terdapat metafora seperti mati dilubang tak berguna maksutnya adalah semua dibunuh dan dibuang didalam satu sumur jadi dalam sumur tersebut terdapat 7 korban dibuang jadi satu.Â
Pemusnahan golongan kiri
PKI wajib mati
Pemimpin otoriter
REPELITA
Rencana pembanguna lima tahun
Bisa jadi rencana pembantaian lima tahun
Sedangkan untuk penggalan diatas dapat kita simpulkan hiperbola dalam permainan kata pemusnahan golongan kiri , makhluk hidup tidak bisa dimusnahkan semua jadi untuk lebih dramatis dalam membaca sang penulis melebih lebihkan penggalan puisi tersebut.Â
Nah dari sini saya rasa semua yang membaca puisi tersebut seolah olah akan masuk kedalam peristiwa tersebut karena penggunaan bahasa kias yang sangat menarik dan sangatlah indah.Â
Puisi karya Peri Sandi tersebut seketika booming dimedsos dilansir dari youtube.com yang diunggah oleh chanel Fadli Zon pada tahun 9 juli 2017 tersebut menjadi topik hangat pada tahun 2021 kemarin saat hari peringatan G30SPKI , sesuai dengan maksud dan inti dari puisi tersebut.Â
Sengkon yang menjadi pelaku utama dalam puisi tersebut menjadi suatu cerimanan pengalaman pada saat tahun tersebut sangatlah tidak berperikemanusiaan, tetapi itu adalah ciri khas rakyat indonesia yang suka main hakim sendiri. Entah sampai kapan kebiasaan rakyat indonesia ini bisa dihapuskan, tetapi juga tidak menutup kemungkinan bila itu memang hukum alam di Indonesia. Tetapi kenapa juga mereka yang tikus berdasi tetap dilindungi meskipun itu lebih parah dibandingkan dengan kesalahan rakyat rakyat kecil yang ada kalanya di masa warga sampai meregang nyawa seakan nyawa pada masa sekarang hanyalah kata semata bukan menjadi suatu kesalahan jika mengambil nyawa dari orang yang lebih baik dari pada koruptor.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H