Mohon tunggu...
Muhamad Ali
Muhamad Ali Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Blogger

Seorang kritikus, kalo di kritik ya jangan marah ya !

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ciri-ciri dan Prinsip Collaborative Governance dalam Membangun Kolaborasi yang Efektif

23 Juli 2023   19:00 Diperbarui: 23 Juli 2023   19:18 1286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Collaborative governance atau pemerintahan kolaboratif adalah pendekatan yang semakin populer dalam pengambilan keputusan dan pelaksanaan kebijakan publik. Pendekatan ini melibatkan berbagai pemangku kepentingan dari sektor pemerintahan, masyarakat sipil, bisnis, dan organisasi non-profit untuk mencapai tujuan bersama, memecahkan masalah kompleks, dan membangun keseimbangan antara pemerintah dan masyarakat. Artikel ini akan membahas ciri-ciri utama dari collaborative governance beserta prinsip-prinsip yang mendasarinya, serta relevan dengan referensi dari sumber-sumber terpercaya.

Ciri-ciri Collaborative Governance

1. Keterlibatan Pemangku Kepentingan yang Beragam

Ciri pertama dari collaborative governance adalah keterlibatan pemangku kepentingan (stakeholders) yang beragam dan inklusif. Pendekatan ini mengakui bahwa masalah kompleks memerlukan wawasan dan kontribusi dari berbagai pihak yang berbeda, termasuk pemerintah, masyarakat sipil, sektor swasta, dan organisasi non-pemerintah. Dengan melibatkan pemangku kepentingan yang beragam, kebijakan dan program yang dihasilkan cenderung lebih komprehensif dan mempertimbangkan berbagai sudut pandang.

2. Keterbukaan dan Transparansi

Collaborative governance mendasarkan diri pada prinsip keterbukaan dan transparansi. Selama proses kolaborasi, semua pihak harus memiliki akses terbuka terhadap informasi dan data yang relevan. Dengan demikian, partisipasi dapat berlangsung secara adil dan berdasarkan fakta, dan keputusan yang diambil lebih dapat dipahami dan diterima oleh semua pemangku kepentingan.

3. Pembagian Tanggung Jawab dan Sumber Daya

Pemerintahan kolaboratif mengakui bahwa penyelesaian masalah kompleks sering kali memerlukan gabungan sumber daya dan tanggung jawab dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pembagian tanggung jawab dan sumber daya secara adil menjadi ciri penting dalam collaborative governance. Setiap pemangku kepentingan harus berkontribusi sesuai dengan kapasitas dan peran masing-masing untuk mencapai tujuan bersama.

4. Kreativitas dan Inovasi

Collaborative governance mendorong kreativitas dan inovasi dalam mencari solusi untuk masalah-masalah kompleks. Dengan melibatkan berbagai pihak dengan latar belakang dan keahlian yang berbeda, terbuka peluang untuk menggali gagasan-gagasan baru dan pendekatan yang inovatif.

5. Keterikatan dan Komitmen

Keterikatan (engagement) aktif dari semua pihak yang terlibat adalah ciri khas dari collaborative governance. Kolaborasi yang efektif memerlukan komitmen dari setiap pemangku kepentingan untuk berpartisipasi secara aktif, mendengarkan pandangan orang lain, dan berkontribusi secara konstruktif dalam mencapai tujuan bersama.

Prinsip-prinsip Collaborative Governance

1. Keadilan dan Inklusivitas

Prinsip keadilan dan inklusivitas menekankan pada pentingnya melibatkan semua pemangku kepentingan yang relevan dalam proses kolaborasi. Hal ini mencakup perwakilan dari berbagai kelompok masyarakat, termasuk kelompok yang mungkin kurang terwakili atau rentan. Prinsip ini bertujuan untuk memastikan bahwa semua suara didengar dan masukan dari berbagai perspektif diakomodasi dalam pengambilan keputusan.

2. Kepercayaan dan Keterbukaan

Prinsip kepercayaan dan keterbukaan mencerminkan pentingnya membangun hubungan saling percaya antara semua pemangku kepentingan yang terlibat. Tanpa kepercayaan, kolaborasi tidak akan berhasil. Prinsip ini menekankan pada keterbukaan dalam berbagi informasi, mendengarkan pandangan orang lain dengan menghargai, dan berkomunikasi dengan jujur dan transparan.

3. Keberlanjutan dan Kesinambungan

Prinsip keberlanjutan dan kesinambungan menyoroti pentingnya memastikan bahwa kolaborasi yang dibangun berlangsung secara berkesinambungan dan dapat bertahan dalam jangka waktu yang panjang. Ini melibatkan pembangunan kapasitas pemangku kepentingan, pengelolaan konflik dengan bijaksana, dan upaya untuk memperkuat hubungan kolaboratif dari waktu ke waktu.

4. Fleksibilitas dan Responsif

Prinsip fleksibilitas dan responsif menunjukkan bahwa kolaborasi harus dapat menyesuaikan diri dengan perubahan kondisi dan kebutuhan yang muncul. Tantangan dan masalah seringkali tidak tetap, dan kolaborasi yang efektif harus mampu merespons perubahan dengan cepat dan fleksibel.

Implementasi Collaborative Governance

Implementasi collaborative governance melibatkan serangkaian langkah-langkah dan proses yang dapat mencakup:

1. Identifikasi Masalah: Langkah awal adalah mengidentifikasi masalah atau isu yang kompleks dan membutuhkan pendekatan kolaboratif.

2. Pemangku Kepentingan: Identifikasi pemangku kepentingan yang relevan dan penting untuk terlibat dalam proses kolaborasi.

3. Membangun Hubungan: Bangun hubungan saling percaya antara semua pemangku kepentingan dan bentuk jaringan kolaboratif.

4. Perencanaan Kolaborasi: Rencanakan proses kolaborasi, termasuk pembagian tanggung jawab, peran, dan mekanisme komunikasi.

5. Pelaksanaan dan Evaluasi: Lakukan kolaborasi, lakukan evaluasi berkala, dan sesuaikan proses kolaborasi sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan.

Manfaat dan Tantangan Collaborative Governance

a. Manfaat Collaborative Governance

1. Solusi Holistik: Kolaborasi memungkinkan penggabungan pemikiran, sumber daya, dan keahlian dari berbagai sektor, sehingga dapat menghasilkan solusi yang lebih holistik dan efektif untuk masalah yang kompleks.

2. Ketahanan Keputusan: Dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan, keputusan yang diambil cenderung lebih kuat dan lebih mampu bertahan dalam jangka panjang.

3. Inovasi: Kolaborasi mendorong inovasi dalam merancang dan melaksanakan kebijakan dan program publik.

4. Legitimasi: Partisipasi masyarakat dalam kolaborasi meningkatkan legitimasi kebijakan dan program yang dihasilkan, sehingga lebih dapat diterima oleh masyarakat.

b. Tantangan Collaborative Governance

1. Waktu dan Sumber Daya: Pemerintahan kolaboratif membutuhkan waktu dan sumber daya yang lebih besar daripada pendekatan tradisional, terutama dalam membangun kemitraan dan memfasilitasi proses kolaborasi.

2. Keterbatasan Kapasitas: Beberapa pemangku kepentingan mungkin memiliki keterbatasan kapasitas untuk berpartisipasi aktif dalam kolaborasi, sehingga dapat mengurangi efektivitasnya.

3. Ketimpangan Kekuasaan: Kolaborasi bisa menghadapi hambatan karena perbedaan kepentingan dan ketimpangan kekuasaan antara berbagai pihak yang terlibat.

4. Perubahan Politik: Perubahan politik atau pergantian kepemimpinan dapat mengganggu kesinambungan kolaborasi.

Kesimpulan

Collaborative governance atau pemerintahan kolaboratif adalah pendekatan yang penting dalam pengambilan keputusan dan pelaksanaan kebijakan publik. Dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan dan menerapkan prinsip-prinsip seperti keadilan, kepercayaan, keberlanjutan, dan fleksibilitas, pemerintah dapat mencapai hasil yang lebih baik, menghadapi tantangan yang kompleks, dan membangun keseimbangan antara kepentingan publik dan privat. Namun, untuk mencapai kolaborasi yang sukses, tantangan-tantangan seperti keterbatasan sumber daya, ketimpangan kekuasaan, dan perubahan politik harus diatasi melalui upaya yang berkelanjutan dan komitmen dari semua pihak yang terlibat.

Sumber:

1. Ansell, C., & Gash, A. (2008). Collaborative governance in theory and practice. Journal of public administration research and theory, 18(4), 543-571.
2. Emerson, K., Nabatchi, T., & Balogh, S. (2012). An integrative framework for collaborative governance. Journal of public administration research and theory, 22(1), 1-29.
3. Klijn, E. H., & Koppenjan, J. F. (2012). Governance network theory: past, present and future. Policy & Politics, 40(4), 587-606.
4. O'Flynn, J. (2009). From New Public Management to Public Value: Paradigmatic Change and Managerial Implications. Australian Journal of Public Administration, 68(1), 31-40.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun