Mohon tunggu...
Muhamad Iqbal Al Hilal
Muhamad Iqbal Al Hilal Mohon Tunggu... Mahasiswa - Freelance Writer

Penulis berkonsentrasi pada isu sejarah, politik, sosial ,ekonomi, hiburan dan lain sebagainya

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Parlemen Pindah ke IKN: Bagaimana Nasib Gedung Kura-kura?

26 Januari 2022   20:30 Diperbarui: 26 Januari 2022   22:00 980
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gedung Parlemen Senayan atau Gedung Kura-kura/Foto: MPR.go.id

(26/01/2022)- Desas desus perpindahan ibu kota negara Indonesia sudah terdengar sejak era Presiden Soekarno. Ayah dari Megawati Soekarnoputri ini, pernah membuat wacana untuk memindahkan ibukota dari Jakarta ke pulau Borneo ( Kalimantan) tepatnya di Kota Palangkaraya.

Selang 56 tahun setelah kejatuhan Orde Lama wacana pemindahan ibukota kembali menguat kepermukaan pada tahun 2019. Saat itu Presiden Jokowi bersama Kepala Bappenas  Bambang Brodjonegoro dengan 3 menteri lainnya beserta  sejumlah ahli melakukan pemetaan untuk mencari lokasi ibu kota yang berada di tengah wilayah Indonesia.

Setelah mencari lokasi yang pas akhirnya diputuskan bahwa Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur dipilih menjadi lokasi ibukota negara yang baru menggantikan Jakarta yang sudah terlalu semrawut saat ini.

Keinginan DPR Pindah Gedung Terwujud

Gedung Nusantara I/Foto: joglojateng.com
Gedung Nusantara I/Foto: joglojateng.com


Harapan mendapatkan sarana perkantoran anggota parlemen MPR- DPR sudah sejak tahun 2009 diajukan kepada pemerintah.  Berbagai usulan dan besaran dana terus diajukan oleh lembaga legislatif negara itu.

Penolakan tersebut terus berlanjut sampai tahun 2017 di saat kepemimpinan Setya Novanto yang kontroversial kala itu, DPR meminta agar Gedung Nusantara I segera direvitalisasi karena dianggap sudah miring, lift sering macet dan lain sebagainya sering dikeluhkan oleh para wakil rakyat ini.

Penolakan revitalisasi dan pembangunan gedung baru lembaga pengesahan undang-undang di Indonesia ini, diakibatkan oleh adanya
ketidakpercayaan masyarakat kepada para wakil rakyat tersebut yang dianggap hanya bisa korupsi dan memperkaya diri mereka sendiri.

Meskipun Gedung Nusantara I merupakan gedung paling muda yang dibangun di kompleks parlemen tepatnya pada tahun 1997 gedung ini justru merupakan gedung yang cepat rusak dari segi fasilitasnya.

Entah karena dibangun jelang kejatuhan Orde Baru dan krisis moneter 1997-1998 atau memang sudah saat direnovasi namun gedung 24 lantai ini, pada kenyataannya masih berdiri tegak persis di samping Gedung Utama atau juga yang sering disebut sebagai Gedung Kura-kura karena bentuknya menyerupai tempurung hewan laut tersebut.

Meski demikian sebenarnya kubah warna hijau tersebut membentuk kepakan sayap Burung Elang atau yang juga dikenal Burung Garuda.

Sejarah Pembangunan Gedung Kura-kura


Foto pembangunan gedung kura-kura/Foto: MPR.go.id
Foto pembangunan gedung kura-kura/Foto: MPR.go.id


Berbeda halnya dengan Gedung Nusantara I gedung utama parlemen Indonesia ini, justru masih berdiri kokoh. Gedung hasil rancangan arsitektur Soejoedi Wirjoatmodjo memenangkan sayembara pembangunan gedung itu.

Pembangunan gedung itu awalnya bukan ditujukan sebagai gedung parlemen namun sebagai lokasi Conference of the New Emerging Forces ( CONEFO) tahun 1966. Namun karena adanya peristiwa kelam G30S/ PKI akhirnya pembangunan gedung tersebut tertunda sampai Bung Karno dimakzulkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara ( MPRS) pada tahun 1967 setelah kelengkapan pidato Nawaksara ditolak oleh MPRS. Sampai akhirnya secara perlahan pemerintahan jatuh kepada Soeharto selaku Pejabat Presiden.

Pada Maret 1967 Presiden Soeharto memerintahkan agar gedung yang sempat mangkrak tersebut dituntaskan pembangunannya dan merubah fungsinya dari yang awalnya untuk Conefo menjadi Gedung MPR- DPR.  

Potret Soejoedi Wirjoatmodjo arsitek gedung kura-kura kompleks parlemen/Foto: aritb.multiply.com
Potret Soejoedi Wirjoatmodjo arsitek gedung kura-kura kompleks parlemen/Foto: aritb.multiply.com


Soejoedi selaku arsitektur gedung tersebut memilih mengundurkan diri pada tahun 1972 padahal gedung tersebut hampir rampung, pembangunan tersebut dilanjutkan kemudian oleh Ir. Sutami dan benar-benar rampung pengerjaannya pada tahun 1983.

Krisis moneter yang menerpa Indonesia dan hampir semua negara di dunia akhirnya membuat Presiden Soeharto yang sudah berkuasa selama 31 tahun, jika dihitung dari pelantikannya oleh MPRS tahun 1967 secara resmi pada tanggal 21 Mei 1998 dan digantikan oleh Wakil Presiden Baharuddin Jusuf Habibie sampai tahun 1999.

Yang menarik pada tanggal 19 -20 Mei 1998 kubah hijau tersebut nampak kuat menanggung beban ribuan mahasiswa yang mendudukinya. Hal ini tentunya merupakan pembuktian bahwa rancangan dari Soejoedi Wirjoatmodjo sangat kuat dan kokoh meskipun diduduki oleh ribuan orang.

Parlemen pindah ke Ibu kota Negara Nusantara Nasib Gedung Lama Bagaimana?

Menteri Keuangan Sri Mulyani/Foto: Suara.com
Menteri Keuangan Sri Mulyani/Foto: Suara.com


Perpindahan presiden, menteri beserta parlemen diperkirakan akan dimulai pada tahun 2024. Lantas bagaimana nasib dari gedung lama parlemen tersebut nantinya.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjawab persoalan tersebut menurutnya gedung tersebut akan disewakan atau dialihfungsikan dimana uang dari hasil sewa tersebut nantinya akan digunakan sebagai pembiayaan ibu kota negara baru sekaligus mengurangi beban Anggaran Pembelanjaan Belanja Negara ( APBN).

Nantinya sejumlah gedung pemerintahan tersebut akan dimasukkan ke dalam pemanfaatan barang milik negara.

"DPR sampaikan pemanfaatan BMN (Barang Milik Negara) penting, komplek di Jakarta den gedung-gedung di Jakarta. Ini akan jadi proses kritikal yang diproses dalam rencana induk pembangunan ibu kota negara," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani di Gedung DPR, Selasa (18/1/2022).


Sementara itu, Direktur Barang Milik Negara Direktorat Jenderal Kekayaan Negara ( DJKN) Kementerian Keuangan Encep Sudarwan menyebut pembiayaan pembangunan ibu kota baru akan dibiayai dari aset-aset milik negara yang ada di Jakarta.

"Aset yang di Jakarta itu kami optimalkan supaya bisa mendapatkan dana untuk pembangunan di Ibu kota baru. Tidak selalu dijual, bisa juga kita kerja samakan dengan diberi waktu 30 tahun atau beberapa tahun, nanti uangnya digunakan di sana," ujarnya, Jumat (26/11/2021).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun