Analisis yang dilakukan dengan menggunakan perspektif teori sosial Giddens Anthony mengungkapkan beberapa temuan penting terkait kejahatan struktural dalam kasus Jiwasraya. Berikut adalah beberapa hasil penelitian yang dihasilkan:
Kelemahan Regulasi: Penelitian menunjukkan adanya kelemahan dalam sistem pengawasan dan regulasi yang memungkinkan terjadinya praktik korupsi dan penyelewengan dana di Jiwasraya. Kurangnya transparansi, kecenderungan untuk memihak, dan kelemahan dalam penegakan hukum memungkinkan pelaku kejahatan untuk beroperasi tanpa hambatan.
Konflik Kepentingan: Kasus Jiwasraya menunjukkan adanya konflik kepentingan yang melibatkan berbagai pihak yang terlibat dalam skandal. Keputusan yang diambil didasarkan pada kepentingan pribadi atau kelompok tertentu, yang mengabaikan kepentingan publik dan keadilan. Hal ini menghasilkan ketidakseimbangan kekuasaan dan ketidakadilan struktural.
Klienelisme: Penelitian mengungkap adanya hubungan klienelisme antara pelaku kejahatan dan pihak-pihak yang berwenang, seperti pejabat pemerintah atau anggota dewan direksi Jiwasraya. Hubungan ini memungkinkan penyelewengan dana dan tindakan korupsi terjadi dengan relatif mudah, karena adanya perlindungan dan keberpihakan yang dilakukan oleh pihak yang seharusnya bertanggung jawab dalam pengawasan dan pengendalian.
Dampak pada Masyarakat: Kejahatan struktural dalam kasus Jiwasraya memiliki dampak yang merugikan bagi masyarakat secara luas. Nasabah dan pemegang polis asuransi Jiwasraya mengalami kerugian finansial yang signifikan. Selain itu, kepercayaan publik terhadap sektor keuangan dan lembaga keuangan di Indonesia juga terkikis, mengganggu stabilitas dan integritas sistem keuangan.
Langkah Perbaikan: Berdasarkan temuan penelitian, beberapa langkah perbaikan dapat diidentifikasi untuk mencegah terjadinya kejahatan struktural di masa depan. Langkah-langkah ini meliputi penguatan sistem pengawasan dan regulasi yang lebih efektif, peningkatan transparansi dalam pengelolaan dana publik, serta penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku kejahatan. Selain itu, penting juga untuk meningkatkan kesadaran dan pendidikan masyarakat tentang hak-hak mereka sebagai nasabah dan polis asuransi.
Kesimpulannya, penelitian ini menyoroti temuan-temuan yang mengungkap kejahatan struktural dalam kasus Jiwasraya berdasarkan perspektif teori sosial Giddens Anthony. Analisis ini memperlihatkan kelemahan dalam sistem pengawasan dan regulasi, konflik kepentingan, dan adanya klienelisme sebagai faktor-faktor yang memungkinkan terjadinya kejahatan struktural. Dampak dari kejahatan ini meluas ke nasabah, pemegang polis, dan kepercayaan publik pada sektor keuangan. Langkah-langkah perbaikan yang diperlukan meliputi penguatan pengawasan, peningkatan transparansi, dan penegakan hukum yang tegas. Dengan pemahaman ini, diharapkan dapat diambil langkah-langkah yang efektif dalam mencegah terjadinya kejahatan struktural serupa di masa depan.
Pembahasan:
Kelemahan Regulasi: Dalam kasus Jiwasraya, kelemahan dalam sistem pengawasan dan regulasi menjadi faktor yang memungkinkan terjadinya kejahatan struktural. Regulasi yang tidak cukup ketat atau tidak cukup ditegakkan memungkinkan praktik korupsi dan penyelewengan dana terjadi tanpa terdeteksi. Ketidaktransparan dalam pelaporan keuangan dan proses audit yang lemah juga memberikan celah bagi pelaku kejahatan untuk melakukan tindakan yang merugikan.
Konflik Kepentingan: Konflik kepentingan yang terjadi dalam kasus Jiwasraya menyebabkan keputusan-keputusan yang diambil didasarkan pada kepentingan pribadi atau kelompok tertentu, bukan kepentingan publik. Para pelaku kejahatan lebih memperhatikan keuntungan dan kekuasaan mereka sendiri daripada menjalankan tanggung jawab mereka secara etis. Akibatnya, ketidakadilan dan ketimpangan kekuasaan terjadi, dan kerugian dialami oleh pihak yang seharusnya dilindungi.
Klienelisme: Adanya hubungan klienelisme antara pelaku kejahatan dan pihak yang berwenang memperburuk situasi dalam kasus Jiwasraya. Dalam hubungan ini, pelaku kejahatan mendapatkan perlindungan dan keberpihakan dari pihak yang seharusnya bertanggung jawab dalam pengawasan dan pengendalian. Klienelisme ini memfasilitasi penyelewengan dana dan tindakan korupsi, serta menghambat upaya pencegahan dan pengungkapan kejahatan.