Bahkan secara lebih luas, paradigma sistemis juga berada pada cara berpikir tentang realitas secara keseluruhan sebagai suatu keterkaitan dan interdependensi hakiki di antara seluruh fenomena alam dan kehidupan di dalamnya, baik fisik, biologis, psikologis, sosial dan kultural.Â
Dengan paradigma ini, maka alam dan lingkungan dipandang sebagai suatu sistem, di mana organisme yang hidup dipandang sebagai suatu sistem kehidupan, mulai dari bakteri yang paling kecil sampai mencakup tumbuhan, binatang, dan manusia itu sendiri.Â
Sistem kehidupan alamiah pada alam dan lingkungan ini mempunyai strukturnya masing-masing yang berkembang dalam interaksi dan hubungan saling tergantung dan saling pengaruhi satu sama lain.
Manusia merupakan bagian dari alam dan lingkungan. Karena itu, alam dan lingkungan harus dipahami sebagai satu kesatuan asasi dengan kehidupan manusia. Memelihara alam dan lingkungan berarti memelihara kehidupan manusia itu sendiri.Â
Sebaliknya, merusak alam berarti merusak kehidupan dan sekaligus merusak hidupnya sendiri. Pola relasi tersebut berbeda sekali dengan pola relasi yang dipengaruhi oleh pandangan mekanistis tentang hutan yang diwarnai oleh pola dominasi, penguasaan, penaklukan, eksploitasi, penuh persaingan.
Indonesia, seperti banyak negara berkembang, terperangkap antara memantapkan identitas sendiri dan mengubah wujud lahirnya. Proses ini sering terungkap dalam paradigma hukum nasional di satu pihak dan paradigma pembangunan di pihak lain. Proses ganda ini menimbulkan masalah utama berupa perlunya ditemukan suatu keseimbangan antara pertumbuhan dan pemerataan, sambil tetap mempertahankan pola-pola ekologis dan sosio budaya lokal.Â
Lebih cepat lagi, ini sebenarnya merupakan masalah bagaimana menjamin kelangsungan kebudayaan stabilitas sosio-psikologis dalam proses perubahan politik dan ekonomi yang lebih luas.
Selanjutnya melalui cara pandang ekologis, yakni sebagai paradigma yang menekankan pada level biologis, bahwa manusia tidak dapat hidup tanpa air, udara dan makanan yang disediakan oleh alam. Jadi, ada rangkaian jaring kehidupan yang terajut erat dalam ekosistem yang memungkinkan kehidupan (Sonny Keraf, 2014: 91).
Budaya manusia adalah hasil dari seluruh proses sistem yang terkait satu sama lain di alam dan lingkungan dengan seluruh kehidupannya. Karena itulah , baik manusia maupun hewan dan tumbuhan yang ada di alam dan lingkungan mempunyai hak yang sama untuk berkembang bersama dalam proses saling pengaruh di antaranya maupun saling pengaruh dengan ekosistem sekitarnya.Â
Artinya secara eksistensial, manusia dalam paradigma lingkungan harus dipahami sebagai makhluk ekologis, makhluk yang menyatu dengan alam dan lingkungan dan tidak dapat bertahan hidup jika lepas dari keberadaan alam dan lingkungan. Dengan alam dan lingkungan yang rusak, kehidupan manusia akan musnah dengan sendirinya. Manusia dan lingkungan adalah satu.
Salam Lestari.