Biografi KH. Zainal Musthafa Sukamanah dan Perlawanannya Terhadap Jepang
Biografi KH. Zainal Musthafa
Beliau adalah seorang ulama sekaligus pahlawan nasional yang berasal dari Tasikmalaya, beliau lahir pada 1 Januari 1899, sejak kecil beliau memiliki nama panggilan yaitu Hudaimi. Menginjak usia remaja beliau menuntut ilmu ke berbagai pesantren, diantaranya pesantren gunung pari, pesantren cilenga, pesantren sukamiskin bandung dan pesantren sukaraja Garut. (jaringan keilmuan KH. Zainal Musthafa ini pernah disampaikan oleh guru penulis ketika penulis sedang menempuh pendidikan agama di pondok pesantren KH. Zainal Musthafa Sukamanah sekaligus cucu dari Kyai Zainal Musthafa).
Setelah menyelesaikan pendidikannya beliau mendirikan sebuah pondok pesantren di kampung cikembang pada tahun 1927, nama kampung cikembang berganti nama menjadi kampung sukamanah, pesantren ini didirikan di atas tanah wakaf, dimana tanah wakaf ini di pemberian dari seorang janda yaitu Hj. Juariyah.
Perlawanan KH. Zainal Musthafa Terhadp Jepang
Jarang orang ketahui tentang perlawanan ini, dimana perlawanan ini terjadi pada jumat 18 Januari 1944 terhadap kolonial Jepang yang kala itu sedang menjajah indonesia. Awalnya ajengan Sukamanah ini menentang kebijakan- kebijakan yang membebani rakyat, diantara kebijakannya yaitu pertama soal upeti padi, kedua tentang kerja paksa (romusa), Selanjutnya kebijakan ketiga yang dinilai melukai umat Islam dan sangat ditentang Ajengan Sukamanah adalah kewajiban kyujo yohai, yakni menghormati istana Kaisar Jepang di Tokyo dengan cara membungkukkan badan kearah timur mirip ruku dalam shalat. Kebijakan ini dikenal pula sebagai seikeirei.
Awalnya sikap perlawanan KH. Zainal Mustafa terhadap  Jepang di tunjukan dengan penyampaian ceramah yang keras terhadap jepang. Dan KH. Zainal Musthafa juga menolak seikerei setiap pertemuan dengan pemerintah.
Sikap KH. Zainal Musthafa mulai di ketahui oleh  Jepang, yang dimana pihak Jepang beranggapan bahwa KH. Zainal Musthafa hendak melawan pemerintahan  Jepang, pihak militer jepang juga menerima informasi dari mata-mata bahwa KH. Zainal Musthafa ini sedang melatih santri-santri dan masyarakat sekitar ilmu beladiri silat.
Pihak Jepang mengira bahwa KH. Zainal Musthafa akan memberontak terhadap pemerintahan  Jepang, padahal pelatihan itu sesungguhnya untuk penjagaan karena kala itu situasi di sekitar pesantren sedang genting, banyak perampok dan pencurian akibat kemiskinan setelah kebijakan Jepang tentang upeti beras.
Setelah menerima banyak informasi banyaknya gerakan-gerakan yang dilakukan oleh KH. Zainal Musthafa, kempetai yang merupakan militer Jepang yang kejam itu meminta KH. Zainal Musthafa untuk datang ke markas kempetai di Tasikmalaya, mereka mengutus kyai hingga camat untuk membujuk KH. Zainal Musthafa supaya datang ke markas kempetai di Tasikmalaya, namun KH. Zainal Musthafa menolak dengan tegas ajakan itu.
Selanjutnya militer Jepang mengutus polisi pribumi untuk membujuk KH. Zainal Musthafa, namun usaha itu gagal polisi itu bahkan mendukung KH. Zainal Musthafa ini, ini dibuktikan ketika santri-santri melucuti senjata para polisi ini bahkan para polisi ini ikut berjamaah dan mengikuti ceramah KH.Zainal Musthafa. Karena para polisi pribumi itu gagal kempetai mengutus 4 tentara dan satu juru bicara pada jumat 18, Februari 1944, setelah bertemu, sempat terjadi dialog antara 4 tentara dan KH. Zainal Musthafa ini, tentara Jepang ini menuding bahwa KH. Zainal Musthafa menghasut masyarakat untuk memberontak terhadap jepang. Dialog itu memanas karena KH. Zainal Musthafa menunjukan ketidak sukaan terhadap  Jepang. Pernyatan KH. Zainal Musthafa ini mmebuat slah seorang tentara emosi sehingga mengambil pistolnya dan mengarahkan kepada KH. Zainal Musthafa, namu  sebelum pistol itu  meletus seorang santri memukul sikut tangan tentara itu sehingga peluru mengenai ahi salah seorang santri, kejadian ini mengakibatkan pertempuran kecil, karena kalah jumlah tentara Jepang ini kalah tiga diantaranya tewas termasuk juru bicara, dan dua diantaranya berhasil melarikan diri.
Setelah keributan tersebut KH. Zainal Musthafa mengirakan bahwa Jepang akan datang kembali dengan membawa pasukan yang banyak dn senjata yang lengkap dan canggih, beliau mengumpulkan masyarakat dan para santrinya untuk bersiap karena kemungkinan Jepang akan menyerbu pesantren. Akhirnya terkumpulah 1000 pengikut beliau, sekitar 16.30 tentara Jepang dengan dibantu pasukan pribumi datang dengan senjata modernnya dan 10 panser dan mengepung pesantren, namun santri-santri Sukamanah tidak langsung menyerang karena ingat pesan dari KH. Zainal Mustafa jika yang dihadapi adalah pasukan pribumi maka jangan dulu menyerang karena kita ingin berperang dengan pasukan Jepang, Akhirnya pasukan pribumi itu menyerang terlebih dahulu dan pasukan Sukamnah pun melawan. Pertempuran pun pecah banyak mayat berserakan di sekitaran pesantren pertempuran ini terjadi kurang lebih 90 menit, karena hujan deras pasukan jepang mundur karena sulit untuk berperang, tetapi KH. Zainal Mustafa dan 17 santri seniornya di tangkap dan perang pun berakhir.
KH. Zainal Mustafa dan 17 santri seniornya di penjarakan di Tasikmalaya, setelah itu dipindahkan ke penjara Sukamiskin Bandung selama di penjara KH. Zainla Musthafa dan 17 santrinya di siksa. Kemudian pengadilan militer Jepang memonis KH. Zainal Mustafha dan belasan santrinya, kemudian mereka dieksekusi di sebuah rawa tidak jauh dari taman Ancol, Jakarta, pada tengah malam 24 Oktober 1944, sang pahlawan dan belasan santrinya di kubur hidup-hidup, pihak Jepang sengaja mengubur sang pahlwan untuk menghilangkan jejak, namun berkat penjaga kelenteng yang melihat eksekusi tersebut jasad sang pahlawan dan para santrinya di temukan dan ketiak jepang kalah dri sekutu pada tahun 1946 indonesia muali di datangi oleh para sekutu, penjaga kelnteng yang bernama Mpek Gagu itu melaporkan bahwa adanya tempat eksekusi di rawa. Selanjutnya pihak sekutu muali menggali daerah tersebut dan benar banyak ditemukan mayat, setelah penggalian pihak sekutu menemukan jasad Ajengan Sukamanah dan belasan santrinya, kemudian di pindakan ketaman Makam Pahlawan Ancol.
Pada tanggal 20 November 1972, Ajengan Sukamanah remis mendapat gelar Pahawan Naisonal. Kemudian pada 25 Agustus 1973, atas permohonan keluarga, makam KH. Zainal Musthafa dan 17 santrinya di pindahkan ke Taman Makam Pahlawan Sukamanah di Tasikmalaya yang berlokasi tidak jauh dari pesantren.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H