Setelah keributan tersebut KH. Zainal Musthafa mengirakan bahwa Jepang akan datang kembali dengan membawa pasukan yang banyak dn senjata yang lengkap dan canggih, beliau mengumpulkan masyarakat dan para santrinya untuk bersiap karena kemungkinan Jepang akan menyerbu pesantren. Akhirnya terkumpulah 1000 pengikut beliau, sekitar 16.30 tentara Jepang dengan dibantu pasukan pribumi datang dengan senjata modernnya dan 10 panser dan mengepung pesantren, namun santri-santri Sukamanah tidak langsung menyerang karena ingat pesan dari KH. Zainal Mustafa jika yang dihadapi adalah pasukan pribumi maka jangan dulu menyerang karena kita ingin berperang dengan pasukan Jepang, Akhirnya pasukan pribumi itu menyerang terlebih dahulu dan pasukan Sukamnah pun melawan. Pertempuran pun pecah banyak mayat berserakan di sekitaran pesantren pertempuran ini terjadi kurang lebih 90 menit, karena hujan deras pasukan jepang mundur karena sulit untuk berperang, tetapi KH. Zainal Mustafa dan 17 santri seniornya di tangkap dan perang pun berakhir.
KH. Zainal Mustafa dan 17 santri seniornya di penjarakan di Tasikmalaya, setelah itu dipindahkan ke penjara Sukamiskin Bandung selama di penjara KH. Zainla Musthafa dan 17 santrinya di siksa. Kemudian pengadilan militer Jepang memonis KH. Zainal Mustafha dan belasan santrinya, kemudian mereka dieksekusi di sebuah rawa tidak jauh dari taman Ancol, Jakarta, pada tengah malam 24 Oktober 1944, sang pahlawan dan belasan santrinya di kubur hidup-hidup, pihak Jepang sengaja mengubur sang pahlwan untuk menghilangkan jejak, namun berkat penjaga kelenteng yang melihat eksekusi tersebut jasad sang pahlawan dan para santrinya di temukan dan ketiak jepang kalah dri sekutu pada tahun 1946 indonesia muali di datangi oleh para sekutu, penjaga kelnteng yang bernama Mpek Gagu itu melaporkan bahwa adanya tempat eksekusi di rawa. Selanjutnya pihak sekutu muali menggali daerah tersebut dan benar banyak ditemukan mayat, setelah penggalian pihak sekutu menemukan jasad Ajengan Sukamanah dan belasan santrinya, kemudian di pindakan ketaman Makam Pahlawan Ancol.
Pada tanggal 20 November 1972, Ajengan Sukamanah remis mendapat gelar Pahawan Naisonal. Kemudian pada 25 Agustus 1973, atas permohonan keluarga, makam KH. Zainal Musthafa dan 17 santrinya di pindahkan ke Taman Makam Pahlawan Sukamanah di Tasikmalaya yang berlokasi tidak jauh dari pesantren.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H