Potret Kartini di Abad Reformasi
Sejarah panjang cerita emansifasi wanita cukup berdarah-darah. Tahapan demi tahapan berjalan demikian ketat secara revolusi. Penggalan ceritanya antara lain dapat dilihat pada dekade Arab jahiliyah dahulu, memperlakukan wanita demikian “rendah”. Mereka diciptakan hanya sebagai “makanan” kaum pria di tempat tidur dengan sistem haremnya.
Wanita juga dilakukan sebagai “babu” yang tugasnya mempersiapkan hidangan di dapur. Dijadikan sebagai hostes, guna memenuhi nafsu perut dan “bawah perut” lelaki pada waktu itu. Gambaran ini juga dilengkapi dengan sikap sumun dawuh. Komentar tidak boleh ada, apalagi melakukan penolakan atau pembangkangan.
Sedikit komentar, tamparan dan tendangan pun melayang tanpa ampun. Dalam kehidupan berumah tangga, suami bertindak sebagai “raja” dan melakukan apa saja yang dikehendaki. Arab jahiliyah merasa sangat hina jika mempunyai anak perempuan, sebab dianggap pembawa sial. Anak perempuan harus dibunuh, atau dikubur hidup-hidup.
Kisah mengharukan tentang perempuan juga terjadi pada saat sahabat Nabi yaitu Ummar Bin Khattab, yang membunuh bayi perempuannya. Di belakang hari setelah Umar masuk Islam, ia sering meneteskan air mata, bahkan tersendu sehingga janggutnya yang panjang menjadi basah.
Ceramah Rasullallah saw tentang kewanitaan, tak sanggup membendung kesedihannya. Pikirannya melayang jauh saat dimana dia menguburkan anak perempuannya hidup-hidup. Cerita kelabu masa lalu Umar yang begitu menyakitkan dan menyesakan. Pada zamannya, wanita Arab bukan hanya mentradisikan sistem pingitan dan kawin paksa, tapi juga “menendang” wanita kelembah yang paling hina.
Nabi Muhamad tampil sebagai Rasul yang memperjuangkan nasib wanita. Adat jahiliyah yang serba biadab, dikikis habis. Kata bertuahnya sangat pantas dimunculkan disini :
“Orang mukmin yang paling sempurna keimanannya, adalah orang yang paling indah akhlaknya. Sedangkan yang paling baik diantara mereka adalah yang paling baik kelakukannya terhadap wanita”. (H.R. Abu Daud).
Menurut Rasul, wanita adalah sekelompok manusia yang patut mendapat perlindungan dan dihargai. Dalam rentang waktu 14 abad yang lalu setelah kelahiran Muhammad saw, lelaki yang berakhlak agung dan mulia itu. Maka di Indonesia lahirlah seorang sosok wanita yaitu Raden Ajeng Kartini. Kartini lahir tanggal 21 April 1879 M, sedangkan Nabi Muhammad saw lahir tanggal 21 April 571 M. Tanggal lahir Kartini terukir dalam sejarah sebagai “Hari Kartini”, identifikasi emansifasi wanita Indonesia.
Kartini pada zamannya memperjuangkan hak-hak wanita di Indonesia, terutama nasib wanita remaja putri terhadap pendidikan. Nasib wanita putri yang terbelakang dalam hal pendidikan, bukan dikarenakan mahalnya biaya pendidikan seperti saat ini, melainkan karena terbelenggu oleh suatu tradisi yang kuat (terutama di Jawa).
Pada zamannya, wanita pada usia tertentu harus tinggal di rumah menjadi gadis pingitan. Mereka hanya boleh jalan antara kasur, dapur, dan sumur. Hidupnya terkurung dan terkungkung antara tiga komponen itu. Pada saatnya pun wanita dipaksa kawin dengan pilihan orang tuannya , tanpa ada reserve sedikitpun.
Realitas ini membangkitkan semangat Kartini untuk mendobrak tradisi dengan melakukan perubahan yang mendasar. Ia menuntut adanya suatu pembaharuan di bidang pendidikan. Ide-ide nya pun meluncur bak meteor yang menerangi cakrawala semesta gagasan, melalui goresan pena-penanya, maka lahirlah buku “Habis gelap terbitlah terang”.
Kartini menghendaki dibukanya wanita Indonesia dari “penjara” yang mengekang mereka, dan membelenggu kebebasan bergeraknya. Wanita Indonesia hendaknya mempunyai hak yang sama dengan pria untuk mengarungi dan menikmati indah serta mulianya dunia pendidikan. Konsep ini sejalan dengan amanat Rasul bahwa “Tuntutlah ilmu sejak dalam buaian sampai keliang lahat”. “Menuntut ilmu wajib bagi laki-laki maupun wanita” (Al-Hadis).
Hari berganti, bulan pun berlalu, dan tahun pun datang. Rezim Orde Lama tumbang, Rezim Orde Baru jatuh, reformasi berkibar. Hari Kartini tidak berubah, tetap diperingati setiap tanggal 21 April. Hari-hari ini, wanita berhasil mengangkat derajatnya ke puncak yang paling tinggi dengan mendudukan wanita sebagai RI-1 (Presiden Megawati).
Bila dilihat sepak terjang kaum kartini saat ini, berada pada dua titik ekstrem. Apabila Kartini masih hidup, tentulah dia sangat bersuka cita melihat cita-citanya dikembangkan orang.
Tingkat pendidikan wanita semakin hari semakin membaik, dan kebebasan untuk berpendapat, kebebasan untuk mengikuti pendidikan, demikian maju. Air mata bahagia akan mengalir melihat realitas ini.
Namun pada saat yang sama, kita lihat banyak Kartini, berubah dari sistem pingitan menjadi sistem “pungutan”. Begitu bebas (liar) Kartini berpesta pora di hotel-hotel, klub-klub malam, karaoke, atau lokasi lainnya. Mereka dengan mudah dipungut oleh siapapun, dengan 1001 macam alasan (lihat Buku Moammar Emka “Jakarta Under Cover-Sex n’ the City). Dalam buku tersebut Emka menyajikan 24 kisah mesum yang lahir dari prilaku cabul sebagian kelas menengah—atas Jakarta. Emka yang jebolan IAIN Jakarta, ia seperti Marquis de Sade, pengarang Perancis abad ke-18 yang menerjunkan diri ke lapangan untuk memperoleh hasil data yang maksimal dalam penggarapan bukunya The 120 Days of Sodom.
Kenapa mereka (para wanita) melakukan itu? tidak mampu untuk melanjutkan sekolah? karena rumah tangga berantakan, karena “tekanan bawah perut”, atau hanya untuk kepuasan semata-mata?
Dari kawin paksa berubah menjadi pergaulan bebas, tanpa mengikuti nilai-nilai agama. Inilah yang mereka anggap moderen (?). Kalaulah Kartini masih hidup, maka akan mengalir air mata dukacita. Karena cita-citanya ditumbangkan orang.
Lihatlah, setiap tanggal 21 April mereka mengenakan kebaya nasional. Apakah menggunakan lipstik buatan Bekasi, atau Itali. Tidak beda dengan mereka yang menggunakan parfum merek Surabaya, atau Singapura. Sandalnya yang buatan Cibaduyut atau negara maju. Semuanya cantik-cantik. Sambil bernyanyi “Ibu Kita Kartini, Putri Sejati…..”
Bisakah kita tebak, mana Kartini pengembang, dan mana Kartini penumbang?
Wallahu’alam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H