Mohon tunggu...
Pakde Amin
Pakde Amin Mohon Tunggu... Penulis - Perjalanan Dalam Mencari Harmonisasi Kehidupan Diri

Belajar menikmati dan memaknai kehidupan melalui kata-kata

Selanjutnya

Tutup

Ramadan

Humor Sufi: Mutiara Puasa (Terbebas dari Neraka)

18 April 2023   07:00 Diperbarui: 18 April 2023   07:24 695
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terbayang dalam diri kita ketika mendengar kata neraka akan berpikir sebagai sebuah kondisi kehidupan yang sangat menyeramkan dan tidak mengenakkan.  Berbagai siksaan dan penderitaan yang diterima oleh setiap diri yang masuk dalam kehidupan akibat dari perilaku diri yang keliru dalam kehidupan yang dijalani semasa hidupnya.  Perilaku keliru yang diakibatkan oleh ketidaksadaran ataupun dalam kondisi sadar karena memperjuangkan sesuatu yang tidak sesuai dengan kehendakNYA.

Salah satu kehendakNYA yang diharapkan oleh Tuhan dalam bulan puasa ini adalah diri yang bisa terlepas dari kehidupan dineraka.  Hal ini di capai manakala diri mampu menyelesaikan puasa dengan baik terlebih pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadhan.  Namun manakala diri tidak mampu menyadarinya dengan seksama maka mungkin akan menemukan bentuk perilaku yang berbeda dalam mengartikan makna dari sepuluh hari terakhir di bulan puasa ini.

Memang tidak salah manakala diri dalam akhir bulan puasa melakukan iktikaf di masjid dengan penuh semangat agar diri mampu mencapai target akhir puasa yang dilakukan.  Namun apabila diri tidak memiliki pemahaman dan melakukan ibadah hanya sekedar didasarkan oleh "kata orang" atau sekedar ikut-ikutan maka tidaklah mungkin akan menemukan makna yang terdalam dalam puncak bulan puasa ini. Dan jika ini terjadi maka yang diperoleh dalam iktikaf pun hanya sekedar kecapaian jasmani tanpa mampu memiliki asupan ruhani yang terdalam.

Tidak ada maksud "menggurui" ataupun memperlemah dan menyalahkan pemahaman yang berkembang sekarang ini.  Namun tulisan ini hanya mengajak diri untuk berpikir dengan penuh kesadaran agar diri dapat terbebas dari hidup di tempat yang buruk (neraka) akan tercapai manakala diri tak pernah mampu belajar (hasil iktikaf) yang dilakukan.  Maka tugas diri baca dan belajar dengan kesadaran dengan kembali merujuk pada ayat-ayat Tuhan harus menjadi prioritas utama.

Kehidupan Di Neraka

Diri kita pasti sudah paham siapa yang hidup di neraka? jawabannya adalah setan dan sebagian manusia yang menjadi kroninya.  Sebagai tempat yang paling buruk untuk menjadi terminal akhir dalam kehidupan maka neraka seharusnya dapat dihindari manakala diri mampu lepas dari status "kroninya".  Agar diri dapat terlepas dari itu maka memahaminya adalah hal utama dalam "baca dan belajar" kehidupan yang benar.

Bagaimana diri mampu lepas dari kehidupan neraka dan dapat selamat dari timbangan amal dengan baik? Maka perlu memahami mengapa setan ditempatkan di neraka.  Langkah-langkah untuk memahami adalah:

Pertama, Memahami Neraka.  Neraka adalah terminal akhir kehidupan untuk makhuk ciptaan Allah SWT yang dikhususkan untuk diri yang membangkang pada perintahNYA termasuk di dalamnya adalah menentang pada ajaran kehidupan.  Dari difinisi ini jelas maka penghuni utama adalah para setan yang terbukti menentang perintah Allah SWT untuk sekedar "bersujud" kepada Adam AS karena dianggap sebagai makhluk yang sempurna.

Gambaran neraka sebagai tempat yang tidak mengenakkan dijelaskan banyak ayat-ayat dalam Al Qur'an secara jelas bagaimana kondisi kehidupan yang harus ada.  Mulai dari tempat, makanan dan minuman yang disediakan untuk para penghuni.  Sebuah kondisi yang mungkin bagi diri kita adalah situasi yang sangat tidak enak bahkan menyeramkan manakala setiap makhluk menjalani kehidupan disana.  Bagaikan sebuah tempat hukuman yang berat dan tidak putus bahkan penghuni tidak akan pernah mengalami kematian dengan berbagai siksaan yang dijalaninya.

Sebagai tempat yang menyeramkan dan bukan untuk menakut-nakuti setiap diri makhluk, namun kondisi kehidupan yang real menyeramkan itu seharusnya menjadi rambu-rambu diri kita agar hidup dalam kewaspadaan dan kehati-hatian.  Agar diri mampu terbebas maka hanya dengan berbekal pemahaman dan ilmu yang mampu menumbuhkan kesadaran tinggi perlu dicari agar hidup selalu dalam jalur yang benar.

Allah SWT  sudah memberi peta jalur kehidupan yang benar yaitu Buku Panduan hidup untuk manusia yang berupa Al Qur'an sebagai pembeda yang benar dan keliru.  Namun karena diri banyak yang lalai dan terlena menjadikan diri lupa bahwa buku utama tersebut dijadikan buku sekunder ataupun malah sebagai jimat untuk mendapatkan kebahagian kehidupan di dunia dan melupakan kehidupan yang sejati.  Sebuah kerugian manakala diri terjebak dalam kehidupan yang demikian akibat diri lupa dan terlena ditambah dengan hasutan dari para setan.

Kedua, Penghuni Neraka. Penduduk yang menghuni adalah setan dan makhluk yang memiliki kepribadian yang serupa.  Keserupaan ini adalah memiliki pribadi yang menentang pada perintah Allah SWT.  Untuk setan jelas kekeliruan yang terbesar adalah ketidakmauannya dalam "sujud" kepada Adam AS sebagai makhluk yang diciptakan sempurna.  Setan menganggap bahwa manusia (Adam AS) memiliki derajat lebih rendah karena berasal dari tanah dan apabila dibandingkan dirinya yang diciptakan dari api.

Kekeliruan ini bukanlah tanpa dasar dan logika dari pemahaman yang dimiliki oleh para setan.  Namun karena nilai perintahNYA bila dibandingkan dengan kepemilikan pemahaman yang dimiliki para setan.  Namun karena tidak menuruti perintahNYa yang diluar logika yang dimilikinya maka dianggap para setan adalah pembangkang.   Maka hakekatnya seharusnya menempatkan ajaran (perintah Tuhan) diatas logika yang dimiliki.

Setan bukanlah makhluk yang tidak mengabdi kepada Allah dan tidak memiliki "ketulusan cinta" kepada Sang Khaliq.  Namun egolah yang sebetulnya menjadi penjara pemahaman yang menjadikan dirinya mengambil sebuah keputusan yang keliru dan menyebabkan terusir dari surga. Maka mengutamakan ego diri akan mengalahkan ajaran. Dan jika diri menjalankan ajaran atas dasar ego bukanlah hal yang benar untuk dijadikan dasar dalam menjalani kehidupan.

Maka manakala diri kita juga hidup di dasarkan atas ego bukan atas konektivitas akal yang menjadikan diri menjadi makhluk sempurna pasti akan menjadi penghuni neraka.  Padahal mungkin diri kita sekarang ini hidup selalu mengutamakan ego diri dan melupakan nilai-nilai kemanusiaan.  Hal ini diakibatkan diri tidak pernah mampu membangun kesadaran dikarenakan terlalu jauh dengan buku Panduan (Al Qur'an)

Perlu dilakukan pembangunan potensi diri sebagai manusia yang sempurna dan bukan hidup sebagai manusia umum yang hanya berbekal pada pengetahuan dan pemahaman yang umum.  Tugas belajar adalah unsur utama diri diciptakan sebagai manusia agar mampu memaksimalkan akal sehingga mendapatkan konektivitas diri dengan Sang Pencipta. Belajar kepada Kalam Illahi yang tidak hanya tercantum dalam Al Qur'an perlu dilakukan dari diri kita dilahirkan hingga maut menjemputnya.

Penghuni neraka yang berasal dari manusia bukanlah diri manusia yang bodoh dan tidak berpengetahuan.  Namun karena hidup dengan mendasarkan pada ego diri menjadikan diri keliru dalam memilih jalan bahkan menjadikan Tuhan sebagai nomor dua dibandingkan dengan tuhan-tuhan yang disembahnya.  Penuhanan atas pemahaman yang dimiliki disebabkan ego diri yang tak mampu menjabarkan hakekat ilmu yang sebenarnya

Ketika diri tanpa memiliki kesadaran maka ego lah yang bermain dalam setiap aspek pengambilan keputusan dalam aktivitas sehari hari.  Namun dengan memenjara ego dilakukan dengan selalu "baca dan belajar" menjadikan aktivitas berdasarkan konektivitas diri melalui hati sebagai "as kerja" dari elemen pikir-rasa-keinginan yang dimiliki oleh setiap diri manusia/

Sebuah kerugian manakala diri sudah bersusah payah berpuasa selama sebulan lamanya, namun diri tak pernah mengenal "neraka" sebagai akhir perjalanan kehidupan manusia.  Ketika diri tak mengenal neraka maka ada kemungkinan kehidupan diri kita di duania adalah perjalanan menuju neraka itu sendiri.

Penutup

Hanya sekedar humor sufi yang mengajak diri untuk membangun kesadaran akan pentingnya pemahaman yang didasarkan atas buku panduan (Al Qur'an) bukan atas dasar "kata orang" atau cerita-cerita yang berlaku umum.  Tidak ada yang lucu dalam tulisan ini dan yang pantas ditertawakan adalah perbedaan alur pemahaman yang berbeda.

Kau menjadi tempat berlabuh perjalanan panjang di dunia... Karena jiwaku dalam kepedihan... Kau menjadi harta nurani yang ku temukan... Dalam penerimaan diri yang penuh dengan kegetiran.
Jasadku akan tersiksa dalam kesengsaraan... Nuraniku berterian dalam kepedihan... Jiwa menangis dalam kenestapaan... Karena bodohnya diri tak mampu menangkap pengetahuan dari ajaran. (KAS, 18/4/2023. Neraka)

Magelang, 18/4/2023
Salam
KAS   

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun