Mohon tunggu...
Pakde Amin
Pakde Amin Mohon Tunggu... Penulis - Perjalanan Dalam Mencari Harmonisasi Kehidupan Diri

Belajar menikmati dan memaknai kehidupan melalui kata-kata

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Humor Sufi: Potensi Diri (Build Your Self Up (2))

8 Februari 2023   05:00 Diperbarui: 8 Februari 2023   05:11 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Fenomena yang sekarang ini terjadi bahwa diri seringkali mudah melakukan perubahan sikap atau prinsip hidup akibat dari desakan kondisi yang dijalani dalam kehidupan. Mudahnya diri berperilaku yang demikian ini karena lemahnya pengetahuan yang dimiliki dan berdampak pada kondisi hidup dipenuhi oleh rasa kuatir, was-was, dan bahkan ketakutan.  Kondisi yang demikian  menjadikan diri hidup laksana buih di tepian arus sungai.

Ketahuilah hidupnya buih akan menggerombol di tepian yang dirasakan menjadi tempat yang nyaman untuk menunjukkan eksistensinya.  Namun manakala diri menemukan buih yang berani ke tengah akibat dari desakan kondisi yang memberanikan  keluar dari zona nyaman namun seperti bunuh diri karena tidak pernah memahami arah dan tujuan yang ingin di capainya.  itulah dua bentuk perilaku diri manusia yang digambarkan seperti buih akibat diri tidak pernah memiliki pengetahuan.

Perilaku diri yang laksana buih ini diakibatkan diri tidak pernah menemukan potensi diri yang seharusnya dimiliki sebagai bekal untuk menjalani kehidupan.  Manakala potensi diri tak pernah ditemukan maka bagaimana dan dimana pijakan hidup dalam menjalani kehidupan ini.  Maka hidup diri hanyalah sekedar menghindar dari tekanan arus ataupun hidup yang dijalani hanya mengikuti kemana arus itu mengalir namun tak pernah memahami arah dan sekedar hidup yang tanpa makna.

Sebuah kerugian manakala kehidupan diri selama ini hanya seperti hidup yang tanpa makna.  Hal ini diakibatkan diri tidak pernah memiliki ataupun mengamalkan ilmu yang seharusnya digunakan sebagai pegangan untuk hidup di dunia.  Bukan berarti diri kita bodoh dan tak berilmu namun pengetahuan yang selama ini dimiliki hanyalah sekedar untuk mencari/mempertahankan hidup dan bukan untuk menemukan bekal kehidupan.

Hidup di dunia bukanlah menuju kerugian namun tanpa kesadaran pasti diri dalam kondisi merugi.  Untuk memahami perhitungan kerugian dalam hidup ini agar diri tidak turun pangkat menjadi makhluk yang memiliki derajat rendah maka harus kembali menemukan jalan yang benar.  Penemuan jalan yang lurus atau benar ini dilakukan dengan membangun kesadaran melalui belajar dan perenungan untuk melakukan rekonstruksi atau dekonstruksi atas pengetahuan yang selama ini telah dimiliki.

Kesadaran Membangun

Kesadaran diperlukan untuk terbebas dari kondisi tersebut diatas.  Namun bukanlah hal yang mudah menemukan kesadaran manakala diri tidak pernah dibenturkan oleh kondisi yang membuat diri bangun dan melakukan introspeksi untuk memperbaiki arah perjalanan hidup.     Bahkan mungkin benturan kondisi bukan digunakan sebagai dasar kesadaran diri namun malah semakin menjadikan diri lupa pada hakekat sebagai manusia yang sempurna.

Benturan-benturan kondisi kehidupan yang dialami menjadikan diri menyalahkan dan mengkambing hitamkan orang lain bahkan hingga melakukan perbuatan keliru dengan memanipulasi cerita atau menyebarkan fitnah. Hal ini dilakukan karena diri tak pernah siap menghadapi kondisi akibat potensi diri tak pernah ditemukan.  Sehingga diri laksana hidup hanya dengan fisik yang kasad mata namun kosong dalam kekuatan non fisik dan menjadikan diri external oriented bukan menjadi diri yang mengembalikan kausalitas eksternal hidup akibat aktivitas internal.

Kosongnya kekuatan non fisik ini menjadikan diri laksana bangunan yang megah namun tak memiliki otot dan pondasi yang kuat.  Memang secara fisik diri kelihatan megah dan mewah, namun kesiapan untuk menghadapi benturan kondisi eksternal sangatlah lemah.  Sehingga diri hanyalah ibarat menunggu saat runtuhnya bangunan tersebut.  Itulah kondisi diri sekarang ini yang tak pernah mengenal hakekat ilmu yang sesungguhnya.

Ilmu dan pengetahuan yang benar dan biasanya disebut dengan "makanan ruhaniah" adalah bentuk pembangunan potensi diri untuk membangun kekuatan non fisik.  Kekuatan non fisik (tak tampak) yang merupakan pondasi bangunan dan potensi diri  dan digunakan sebagai kekuatan untuk  menahan benturan fisik.  Ketika non fisik kuat maka sehebat apapun benturan fisik tidaklah menjadi masalah karena potensi diri sudah ditemukan dan menjadi kekuatan untuk bekal menjalani kehidupan di dunia ini.

Realita kehidupan sekarang ini keseimbangan pembangunan antara fisik dan non fisik sudah banyak terlupakan.  Hal ini terlihat dari bukti-bukti bahwa banyak diri yang hidup seperti itu sekedar mementingkan fisik dan jasadiyah.  Dan ketika di ingatkan dengan "makanan ruhaniah" diri menganggap sudah cukup dan merasa menguasainya.  Dan bahkan mungkin menganggap bahwa pembangunan non fisik diri hanyalah sekedar untuk mencari "obat penenang" ketika benturan kondisi di alaminya.  

Ibarat sebuah timbangan manakala diri hanya selalu mengisi satu sisi (unsur fisik) maka sisi yang diisi akan semakin turun dan menjauhkan dari keseimbangan kehidupan.  Sedangkan sisi yang lain (unsur non fisik) akan semakin naik karena kondisinya kosong.  Hal itulah sebetulnya kondisi diri sekarang ini yang menunjukkan jauh dari keseimbangan kehidupan yang seharusnya di upayakan agar diri dapat menikmati kerasnya kehidupan di dunia ini.

Type Pembangunan Diri

Pembangunan keseimbangan diri antara kebutuhan fisik dan non fisik seharusnya menjadi prioritas dalam proses belajar pengetahuan tentang kehidupan.  Namun karena  kurangnya pemahaman yang dimiliki menjadikan diri sekedar membangun tanpa melihat kriteria pembangunan diri yang benar.  Maka banyak diri dalam kehidupan ini tak pernah menemukan potensi diri yang menjadikan keseimbangan hidup yang seharusnya di raih.

Ada tiga type diri dalam melakukan pembangunan potensi diri sebagai manusia.  Perbedaan dari ketiga tipe tersebut diakibatkan oleh prinsip yang dimiliki oleh setiap diri manusia yang di dasarkan atas pemahaman yang dimilikinya.  Penjelasan dari tiga tipe tersebut adalah sebagai berikut:

Type Renovasi.   Dalam tipe ini membangun diri untuk menemukan potensi diri diibaratkan hanyalah sekedar memperbaiki bangunan diri dengan didasarkan pondasi pemahaman yang dimilikinya.  Namun diri tidak pernah melakukan perubahan pondasi pemahaman hanya melakukan perbaikan yang diperlukan agar selalu dapat tampil secara maksimal.

Orientasi pembangunan di dominasi oleh unsur fisik semata akibat tekanan dari kebutuhan ekstenal.  Pembangunan internal hanyalah sebagai pelengkap dan bukan sebagai unsur utama dalam renovasi.  Fisik atau tampilan adalah orientasinya agar diri dapat dipandang up date dalam pandangan diri manusia lain termasuk tampilan non fisik di tampilkan agar diri dikatakan sebagai seorang yang baik.  Sehingga tampilan non fisik sekedar pamer ataupun dapat dikatakan sebagai topeng kehidupan agar dikategorikan diri yang berperilaku baik.

Pembangunan yang demikian tidak pernah menemukan hakekat potensi diri sebagai manusia sesungguhnya.  Karena diri hidup layaknya hanya meneruskan apa yang sudah dibangun oleh eksternal yang ada dan mengikuti perubahan hanya sekedar menyesuaikan kebutuhan luar diri sebagai manusia pada umumnya. Pembangunan yang demikian diakibatkan diri "malas dan pelit" dalam menyempatkan diri untuk selalu belajar akibat terlalu enjoy dengan pemahaman pengetahuan yang ada.   

Type Rekonstruksi.  Dalam tipe ini membangun untuk menemukan potensi diri diibaratkan mengubah model bangunan karena ketidak yakin dengan kemampuan atau pemahaman yang dimilikinya.  Mengulang pembangunan memang dilakukan dengan di mulai dari mengubah pondasi bangunan namun masih mempertahankan pondasi yang lama juga.  Kondisi yang demikian akibat diri masih merasa "tidak yakin" dengan pemahaman yang baru di milikinya dibandingkan dengan pemahaman pengetahuan yang ada.

Orientasi pembangunan sudah mulai menyentuh pada hal hal yang non fisik sebagai penguat bangunan potensi diri.  Namun cengkeraman fisik masih lebih kuat dan mengalahkan non fisiknya.  Hal ini dikarenakan diri masih terpenjara pada kondisi hidup yang dilingkupi dengan perasaan takut dan kuatir. 

Pembangunan yang demikian tidak pernah menemukan hakekat potensi diri sebagai manusia sesungguhnya. Karena diri hidup untuk tujuan kehidupan di dunia saja.  Orientasi fisik masih utama dan orientasi non fisik juga dilakukan namun hanya sekedar untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya akibat dari tekanan eksternal.  Perasaan "khawatir dan was-was"  menjadikan penjara dalam  mempengaruhi kehidupan di dunia ini.   

Type Dekonstruksi. Dalam tipe ini membangun untuk menemukan potensi diri diibaratkan mengulang bangunan yang ada dengan mengganti model bangunan baru.  Penggantian model bangunan ini di fokuskan pada pembangunan pondasi yang baru untuk menggantikan model yang lama.  Kondisi yang demikian dikarenakan diri memiliki pemahaman baru yang di katakan lebih relevan untuk menemukan potensi diri sebagai manusia yang sesungguhnya.

Orientasi pembangunan di fokuskan pada non fisik (internality) namun akan tetap berpengaruh pada eksternalitas yang ada.  Hal ini dikarenakan bahwa ketika internalitas diri baik maka akan menjadi magnet untuk mampu menggeser eksternalitas yang ada disekitar diri manusia.  Pembangunan internalitas yang kuat sebagai pondasi kehidupan untuk menemukan potensi diri akan menemukan sebuah bekal kehidupan dan mampu menumbuhkan keyakinan tentang kebahagian kehidupan untuk diri dan alam semesta.

Pembangunan yang demikian adalah pembangunan yang benar karena arah untuk menemukan potensi diri dengan pemahaman yang benar.  Tujuan pembangunan ini adalah hidup penuh dengan kenikmatan karena apapun kondisi yang dialami adalah merupakan pembelajaran agar diri manusia mampu bersyukur atas nikmat penciptaan sebagai manusia yang sempurna.  Perilaku kebaikan untuk  makhluk yang ada dan ketundukan atas Sang Pencipta adalah hasil output dari dekonstruksi pembangunan potensi diri. 

Penutup

Hanya sekedar humor sufi masalah pembangunan potensi diri.  Tidak ada lucu dalam tulisan ini yang pantas untuk ditertawakan. Namun perbedaan dasar dalam berpikir yang berbeda inilah yang pantas untuk ditertawakan.

Aku bosan pada jasad,  Karena selalu menjadikan diriku hidup dalam penjara,  Berpikir untuk selalu mengejarnya, Dan tak pernah kurasakan cukup dan nikmatnya.
Aku ingin mendekati sifat-sifatNYA, Karena menjanjikan sebuah kenikmatan untuk bekal hidup di dunia,  Kesadaranku telah membawa kesana, Agar diri ini selalu ingat akan tugas yang telah di berikan oleh NYA.

Magelang, 7/2/2023

Salam 

KAS

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun