Mohon tunggu...
Pakde Amin
Pakde Amin Mohon Tunggu... Penulis - Perjalanan Dalam Mencari Harmonisasi Kehidupan Diri

Belajar menikmati dan memaknai kehidupan melalui kata-kata

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Sudahkah Terjadi Segmentasi pada Pendidikan Kita?

30 Juli 2022   19:00 Diperbarui: 30 Juli 2022   19:07 416
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pendidikan merupakan sebuah sarana dan wadah di dalam mempersiapkan diri  dan anak-anak di masa mendatang.  Persiapan untuk diri karena hal ini berhubungan dengan mempersiapkan generasi yang akan meneruskan langkah perjuangan di kehidupan ini.  Maka tugas untuk mencarikan lembaga pendidikan yang baik adalah tugas diri sebagai orang tua agar anak-anak mampu hidup mandiri dan menjadi generasi yang berkualitas dalam berkehidupan di masa depan.

Maka tidak heran bagaimana campur tangan para orang tua jaman sekarang yang berperan aktif di dalam mencarikan sekolah/tempat kuliah untuk anak-anaknya.  Karena ketika dibiarkan siswa mencari sendiri pasti akan tidak sesuai dengan harapan karena kalah "perang" dengan calon siswa/mahasiswa yang lain akibat "kondisi  atau latar belakang" yang dimiliki. 

Dan kondisi sekarang adalah sulit untuk menemukan lembaga pendidikan yang "pas" sesuai dengan tujuan dari diri kita sebagai orang tua untuk mencarikan tempat belajar bagi anak sangatlah sulit.  Ini tidak hanya terjadi di pendidikan dasar bahkan sampai perguruan tinggi pun untuk memilih sekolah/universitas tidak semudah dalam membalikkan tangan.

Problema dimulai dari menemukan sekolah/perguruan tinggi yang pas (bisa dikatakan favorit), kompetisi untuk dapat kursi belajar/kuliah hingga biaya yang ditentukan untuk dapat masuk.   Apakah mungkin ini sebagai sebuah kondisi yang tidak sadar menjadi sebuah segmentasi pendidikan akan kembali terjadi?

Kemungkinan bagi orang tua yang berkantong tebal tidak masalah untuk dapat memasukkan ke sekolah-sekolah atau perguruan tinggi yang favorit, karena ada beberapa tempat pendidikan yang melakukannya seperti sebuah bentuk pasar persaingan sempurna yang  tergantung pada kondisi pasar yaitu tarikan permintaan dan penawaran.  Kesepakatan yang tertinggi adalah mereka yang bisa mendapatkan kursi untuk belajar/kuliah.

Atau mungkin adanya sebuah "sandiwara rekayasa" dari para pelaku dalam memanipulasi persyaratan ataupun di dalam menentukan kelolosan calon siswa/mahasiswa.  Hal ini dilakukan dengan cara yang baik dan tidak melanggar aturan namun sebuah hal yang kurang baik di dalam hubungannya dengan pendidikan.

Pertanyaan-pertanyaan tersebut mungkin sedikit "memerahkan telinga" bagi para pelaku baik dari pribadi diri kita yang mencarikan sekolah/kuliah ataupun mereka yang terlibat dalam skenario penerimaan siswa/mahasiswa.  Banyak perilaku menyimpang yang mungkin di dengar dalam proses masuk siswa atau mahasiswa dan seakan-akan itu merupakan rahasia atau strategi yang harus ditiru oleh generasi yang akan datang.

Hal ini bukan sebagai sebuah bentuk generalisasi atas kondisi pendidikan yang ada di sekitar kita.  Namun sebagai bentuk keprihatinan diri atas kondisi pendidikan yang diharapkan mampu memberikan kualitas pada SDM anak-anak kita yang akan menggantikan posisi para orang tua.

Ketika hal ini terjadi dan menjadi hal yang liar berkembang maka tidak mungkin suatu saat akan terjadi sebuah segmentasi pasar pada pendidikan.  Dan mungkin inilah yang akan menjadikan sebuah cikal bakal revolusi pendidikan seperti revolusi kemerdekaan pada saat kita dijajah dahulu.

Segmentasi Pendidikan

Pemahaman diri saya memahami bahwa kondisi pendidikan seperti ini di mulai sejak dimulainya pengurangan pemerintah di dalam pembiayaan terhadap sekolah-sekolah dan perubahan bentuk sebagai sekolah/kampus lembaga badan usaha.  Sebagai perubahan bentuk sebagai badan usaha maka tak ubahnya lembaga sekolah/kampus harus mampu berdiri sendiri dan tidak menggantungkan sepenuhnya pada transfer dana dari pemerintah.

Sebagai lembaga yang mandiri maka mungkin banyak yang mengelolanya ibarat sebagai lembaga bisnis dan berpikir semakin banyak uang yang masuk dari siswa/mahasiswa akan mampu mempertahankan kesehatan lembaga dan meningkatkan kualitas pembelajaran.  Karena hal ini dilakukan untuk mengurangi ketidakpastian atas subsidi yang diberikan oleh pemerintah.  Maka tidak salah ketika swadana yang menjadi prioritas utama dalam penerimaan siswa/mahasiswa.

Secara tidak sadar posisi yang demikian akan menuju pada arah segmentasi pasar agar selalu dapat uang yang banyak dan lembaga selalu ingin dilihat sebagai lembaga yang sehat keuangan dan bersifat going concern (kepastian dalam kelangsungan hidupnya).  

Walaupun mungkin memang ada yang mendapatkan subsidi atau bea siswa namun prosentase nya perlu diperhatikan kembali.  Segmentasi ini terjadi akibat dari keinginan dari lembaga untuk mendapatkan dana yang cukup dan berkepastian dari calon siswa/ mahasiswa.  Segmentasi yang terjadi adalah:

Segmen pertama, adalah golongan elite.  Segmen ini adalah bagaimana strategi mengisi calon siswa/mahasiswa yang memang dikhususkan untuk mereka yang memiliki "kasta".   Segmen ini tidak melihat secara penuh tentang kemampuan calon siswa/mahasiswa masalah prestasi akademiknya melainkan dilihat dari memo dari latar belakang yang dimiliki.  

Ketakutan anak dari para golongan kasta di tolak di lembaga pendidikan yang dikelola akan menjadikan ganjalan dalam perjalanan karir baik pribadi pengelola maupun institusinya.  Maka menerimanya adalah alternatif yang dipilih untuk menyelamatkan posisinya.

Segmen kedua, adalah golongan mampu.  Segmen ini diutamakan mereka yang memiliki potensi akademik (namun prosentase penerimaan hanya sekedarnya) hal ini untuk menunjukkan kepada luar tentang kualitas yang diembannya.  

Sedangkan prosentase terbesar yang diterima adalah mereka yang memiliki latar belakang ekonomi yang kuat dan dipastikan mampu mengikuti dan membayar biaya pendidikan yang dibebankan termasuk sebagian adalah subsidi untuk yang tidak mampu. 

Siswa atau Mahasiswa yang yang berasal dari keluarga yang berkecukupan mungkin tidak menjadi beban karena kepemilikan materi yang lebih dari cukup sehingga diharapkan mampu mengikuti proses pendidikan secara penuh mulai dari biaya pendidikan sampai non pendidikan.  Namun untuk sebagian besar orang tua yang ingin anaknya lebih maju dari orang tuanya (kondisi menengah kebawah) menjadi sebuah pemikiran yang serius sampai harus gali lubang tutup lobang.

Segmen ketiga, adalah golongan kurang elite dan kurang mampu.  Segmen ini memang untuk mereka yang secara akademik kurang memenuhi standar namun hanya sekedar memenuhi kuota yang diharuskan.  Segmen ketiga ini juga biasanya merupakan beban bagi lembaga karena prestasi akademiknya dan latar belakang ekonominya.  Namun karena ini adalah sebuah aturan yang harus di patuhi maka segmen ketiga adalah harus siap dengan resiko yang dihadapinya. 

Memang banyak tawaran bea siswa yang diberikan oleh lembaga atau pemerintah.  Namun di dalam mencarinya pun disertai dengan syarat-syarat yang mungkin memberatkan para siswa/mahasiswa.  Bahkan tidak sedikit bantuan untuk orang miskin pun dipakai oleh mereka yang kurang pas jika dikatakan orang miskin.  

Mungkin ini hanya pengamatan kami yang salah dalam melihat kondisi pendidikan sekarang ini.  Namun jika diri mau merenung mungkin ini sebagai strategi bisnis lembaga pendidikan agar dapat eksis dalam kompetisi pendidikan yang ada.

Hal inilah yang dikatakan sebagai segmentasi pasar karena pendidikan/kuliah yang berkualitas di kampus yang bonafide haruslah yang memiliki latar belakang yang kuat.  Sedang mereka yang memiliki kecerdasan hanya sedikit keberadaannya.  Dan para orang tua pun juga berpikir panjang karena posisi biaya yang non pendidikan pun juga akan menjadi mahal sehingga memilih untuk mundur dari sekolah/kampus tersebut.

Mundurnya para orang tua akibat dari ketidakpastian yang bersifat non akademik dari biaya hidup sampai dengan hal-hal lain yang secara tidak langsung berhubungan dengan pendidikannya.  Hal ini berakibat pada pilihan kedua dengan mencari sekolah/kampus yang bukan pilihan utama namun menjadi pertimbangan agar si anak mampu menyelesaikan pendidikannya.

Maka tidak salah hasil riset dari kompas menyatakan biaya pendidikan atau kuliah akan semakin tinggi dan tidak sebanding dengan posisi rata-rata pendapatan orang tua yang cenderung melandai (selain susah beli rumah generasi mendatang akan kesuliatan biayai kuliah anak).   Hal ini menandakan seperti sebuah kurva di satu sisi biaya pendidikan adalah digambarkan garis lurus yang semakin naik sedangkan gaji para orang tua seperti garis lurus yang akan semakin turun.

Butuh sebuah ketegasan di dalam kebijakan yang ada agar segmentasi dan kondisi ini tidak terjadi.  Manakala hal ini tidak segera di atasi maka mungkin beberapa dekade mendatang banyak sekolah/kampus yang tutup dan banyak anak-anak kita yang tak mampu untuk melanjutkan kuliah.

Merubah mindset pengelola pendidikan yang sekarang sudah berlaku dan berkembang saat ini mengganti dengan aturan yang baru bukan hal yang secepat atau segampang yang terjadi.  Dibutuhkan orang-orang yang memang paham dengan arah dan kondisi pendidikan bangsa kita dan bukan asal mau dan menunjuk ataupun membuat kebijakan jika hal ini berhubungan dengan hal yang bersifat krusial.

Penutup

Pendidikan adalah prioritas utama dalam kehidupan baik untuk diri pribadi maupun berbangsa.  Maju pendidikannya maka maju pula bangsanya.  Setiap bangsa memiliki kultur pendidikan yang berbeda dan jangan sekedar kopi paste kebijakan untuk dijadikan aturan. Dan pendidikan anak bangsa adalah dijamin oleh pemerintah.

Merubah kebijakan pendidikan merupakan hal yang sekedar diri kelihatan bekerja, namun merupakan sebuah proses perbaikan yang terus menerus agar mampu memperbaiki proses pembelajaran untuk menyiapkan generasi di masa depan.  Karena kebijakan pasti berhubungan dengan penafsiran yang panjang untuk implementasi yang benar.

Hanya sekedar renungan (humor sufi) agar tidak salah dalam memilih dan memilah pendidikan untuk anak-anak kita. Perbedaan khazanah pemikiran untuk tujuan memperbaiki proses pendidikan anak kita di masa depan. Tetap semangat karena untuk hal yang baik Tuhan pasti memberikan jalan.  

Magelang, 30/7/2022

Salam

Humor Sufi
KAS

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun