Sedangkan golongan kedua adalah diri yang ketakutan dengan wabah ini sehingga menyebabkan diri memiliki kesadaran agar bisa melewatinya. Â Kesadaran akan kondisi yang demikian ini mengakibatkan diri berupaya agar bisa lepas dari wabah yang terjadi dengan mengupayakan segara cara agar mampu tetap hidup di dunia ini.
Dalam golongan ini yang memiliki ketakutan sehingga memunculkan kesadaran inipun dibedakan menjadi dua yaitu 1) mereka yang mendasarkan kehidupan pada logika material, Pribadi yang mengutamakan pada logika materila jauh dari keseimbangan karena hanya mengandalkan pada pikiran manusia bahwa penyakit muncul dari ulah manusia dan pasti ada obatnya. Namun diri dalam kelompok ini tak memiliki kesadaran bahwa semua kejadian pasti ada hubungannya dengan Tuhan.
Diri yang demikian memang tidak salah ketika hanya berpijak pada pemikiran ilmiah yang sekarang ini menjadi acuan dalam kehidupan sehari-hari. Â Karena pemahaman yang dimiliki tentang kehidupan adalah bersifat rasional yang semua bisa dipikirkan dengan logika pikir yang reasoneable. Dan sesuatu yang bersifat irrational adalah sebagai pelengkap dalam kehidupannya saja dan mungkin hanya bersifat ritualisme saja. Â
Perilaku diri yang demikian ini akibat diri jauh dari nilai-nilai ajaran yang selama ini di anutnya.  Dan menganggap ajaran hanyalah bersifat sebagai  hal yang merupakan subtitusi dan komplementer untuk memenuhi kebutuhan perjalanan diri dalam kehidupan kehidupan di dunia ini. Sehingga nilai-nilai ajaran tak pernah merasuk dalam perilaku kehidupan sehari-hari karena semua kejadian pasti dihubungkan dengan logika materialisme yang dimilikinya.
Ketika sesuatu itu tidak dapat dihubungkan dengan logika materialisme maka dapat dikatakan sebagai kejadian error (force majour)-nya karena diluar kendali dari diri manusia. Â Diri yang dimikian lupa bahwa sebetulnya apapun yang terjadi adalah bukan dari perkiraan dan rencana manusia melainkan adalah semua kejadian adalah campur tangan dari Sang Pencipta.
Perilaku yang demikian sudah sepertinya menyamakan posisi diri sebagai sang penguasa atas segala sesuatu dan melupakan Sang Penguasa yang sesungguhnya yang pantas untuk diyakininya. Â Perilaku diri yang sebetulnya muncul akibat ketidaksadaran yang terbentuk dari hal yang mungkin selama ini kita pejalari yang sudah meniadakan Tuhan dan me-tuhan-kan ilmu pengetahuan yang keliru.
Kondisi yang demikian ini ibarat diri sebetulnya dalam penjara kehidupan yang membawa dalam stagnasi hidup atau malah kemunduran kualitas hidup manusia. Â Maka dengan adanya peristiwa-peristiwa yang terjadi seharusnya diri kembali menilai tentang pemahaman yang kita miliki apakah hanya sekedar pelita untuk mencari jalan kesesatan atau pelita yang menuju jalan keselamatan.
Maka tinggal dua kelompok manusia yang selamat yaitu Pertama diri yang kuat dan dalam perlindungan  dengan munculnya kesadaran terhadap kembali pada aturan hidup sebagai manusia atau kedua adalah diri yang hanya percaya pada logika pikir manusia yang mengupayakan keselamatan dalam kehidupan di dunia ini.
2) Diri manusia yang memiliki keseimbangan logika, Diri manusia yang memiliki keseimbangan logika akan memunculkan pemikiran  komprehensip dalam mensikapi setiap fenomena yang ada.  Sehingga setiap respon yang muncul di benak adalah tidak hanya sekedar mencari atau mengikuti anjuran-anjuran dari pihak-pihak berwenang agar dapat selamat dalam kehidupan ini namun juga mengkaji hubungan dengan pemahaman yang lain. Â
Dan realita kehidupan diri manusia di dominasi oleh kesadaran logika material (bukan hal yang salah) yang jauh dari titik equlibrium kehidupan yang seharus dijalani oleh makhluk yang sempurna ini. Â Hal ini berdampak pada lunturnya nilai non material yang seharusnya menjadi penyeimbang dan penyemangat dalam kehidupan sehari-hari. Â Sehingga kondisi dalam keseimbangan ini akan memunculkan penyeimbang pemahaman non material yang membantu mencari jalan keluar atas peristiwa yang terjadi.
Muara dari keseimbangan ini adalah bahwa segala peristiwa yang terjadi adalah sebagai intropeksi diri atas kondisi diri (posisi diri) manusia dalam kehidupan. Â Peristiwa baik yang buruk maupun yang menyenangkan adalah sebagai rujukan atas tindakan diri yang dilakukan. Â Sehingga feedback nya adalah pada perilaku pribadi diri sebagai manusia.