Mohon tunggu...
Pakde Amin
Pakde Amin Mohon Tunggu... Penulis - Perjalanan Dalam Mencari Harmonisasi Kehidupan Diri

Belajar menikmati dan memaknai kehidupan melalui kata-kata

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Humor Sufi: Terjebak Kondisi dan Perilaku Diri

27 Juli 2022   12:00 Diperbarui: 27 Juli 2022   12:05 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Rentetan musibah dan wabah penyakit yang berurutan dengan dimulai adanya covid yang belum selesai serta diikuti dengan virus cacar monyet menjadi irama kehidupan yang harus di waspadai.  Kehidupan diri sekarang laksana seperti keluar masuk lembah yang di dalamnya dihuni oleh virus-virus penyakit yang silih berganti ini diibaratkan seperti ulat yang siap memangsa daun (tubuh manusia).  Namun tidak sedikit diri hanya menganggap sebagai angin yang berlalu dan menerpa kehidupan manusia.

Peristiwa perilaku diri manusia yang digambarkan seperti daun yang dimakan oleh ulat ini mungkin hal yang jarang sekali tergambarkan dalam pemahaman umum.  Karena tidak mungkin akan terbesit dalam benak jika diri tak pernah tersentuh oleh pemahaman yang komprehensip tentang makna alam (ayat-ayat Tuhan) dan digunakan sebagai acuan hidup diri.  Padahal setiap kejadian yang terjadi harusnya menjadi bahan intropeksi atas kondisi dan posisi diri dalam kehidupan ini.

Kehidupan diri manusia yang digambarkan seperti daun yang dimakan ulat ini jelas dihubungkan dengan kondisi masyarakat dimana banyak diri manusia berperilaku seperti seorang raja yang ingin selalu berkuasa.  Perilaku raja adalah perilaku yang dimiliki oleh setiap insan manusia dimana diri ingin dipuja dan dihargai serta ingin berkuasa secara mutlak dalam kehidupan.  Sehingga kehidupannya tidak ingin ada kiblat lain selain pada dirinya.

Banyak diri manusia yang sekarang berperilaku seperti raja dalam kehidupan sehari-hari ini bahkan dengan adanya kemajuan zaman seperti ini menjadikan setiap diri manusia merasa adalah sebagai tuhan.   Apapun harus tunduk karena dirinya berkuasa dan didukung oleh kepintaraan otaknya atau oleh materi yang dimilikinya. Hanya dengan mengandalkan satu sentuhan jari ataupun teriakannya maka orang harus tunduk pada perintah yang diberikannya.

Kemajuan zaman yang tidak terbatas inilah mungkin menjadikan diri lupa atau lalai bahwa diri hanya sekedar "makhluk yang lemah" dan harus senantiasa dalam berbuat selalu berpegang pada nilai-nilai ajaran.  Maka "Sang Berkuasa" pun mengingatkan diri manusia dengan hal-hal yang baru dan mengajak manusia untuk berpikir agar tidak tersesat dalam perjalanan di kehidupan di dunia ini.

Namun tidak setiap diri memiliki kesadaran karena sudah terpenjara oleh ego yang dihasilkan dari kepandaian yang dimiliki.  Sehingga banyak yang melupakan tujuan hidup diri sebagai manusia yang memiliki derajat yang sempurna.  Maka tidak salah jika Tuhan memberikan sentilan agar diri selalu waspada terhadap jalan hidup kepada seluruh umat manusia.

Type Perilaku Diri

Respon diri manusia dengan peristiwa atau fenomena wabah penyakit yang silih berganti ini dibedakan menjadi dua golongan yaitu: pertama,  Ada diri manusia yang masa bodoh dengan wabah penyakit tersebut, atau kedua; diri manusia yang sangat ketakutan dengan rentetan itu.  Dua golongan tersebut memiliki respon yang berbeda akibat dari kepemilikan pengetahuan yang dimilikinya.

Golongan masa bodoh adalah diri kita yang tak peduli dengan wabah tersebut karena dianggap itu hanyalah sekedar penyakit biasa dan belum tentu akan mengenai diri kita sehingga apapun anjuran dari pihak pemerintah diabaikan.  Pengabaian peristiwa ini diakibatkan diri memang tak memiliki pengetahuan tentang penyakit tersebut atau karena diri terlalu percaya dengan kondisi hidup yang dijalani sekarang ini dan tidak ada hubungannya dengan nilai ajaran.  Sebuah kerugian akibat ego diri yang selama ini dibangun karena kekeliruan dalam mempelajari pengetahuan.  

Perilaku masa bodoh ini mungkin dapat dikatakan selama ini kepemilikan pengetahuan yang dipelajari tujuannya adalah untuk membangun ego diri manusia bukan untuk menghilangkan atau mengelola ego diri yang dimilikinya. Padahal seharusnya diri yang merasa memiliki ilmu maka harusnya semakin turun ego diri karena ilmu yang dimiliki adalah untuk keseimbangan kehidupan manusia bukan untuk memperjuangkan kepentingan pribadinya.

Perilaku yang mengutamakan kepentingan pribadi memang sifat dasar yang dimiliki oleh setiap manusia.  Namun dengan kepemilikan ilmu sifat dasar ini harus dikelola agar tidak merusak dan menjadikan diri terjajah oleh ego agar selalu mampu memenuhi kebutuhannya.  Ketika ilmu yang dimiliki tidak mampu menundukkan ego maka berarti ada kekeliruan dalam filosofinya. 

Sedangkan golongan kedua adalah diri yang ketakutan dengan wabah ini sehingga menyebabkan diri memiliki kesadaran agar bisa melewatinya.  Kesadaran akan kondisi yang demikian ini mengakibatkan diri berupaya agar bisa lepas dari wabah yang terjadi dengan mengupayakan segara cara agar mampu tetap hidup di dunia ini.

Dalam golongan ini yang memiliki ketakutan sehingga memunculkan kesadaran inipun dibedakan menjadi dua yaitu 1) mereka yang mendasarkan kehidupan pada logika material, Pribadi yang mengutamakan pada logika materila jauh dari keseimbangan karena hanya mengandalkan pada pikiran manusia bahwa penyakit muncul dari ulah manusia dan pasti ada obatnya. Namun diri dalam kelompok ini tak memiliki kesadaran bahwa semua kejadian pasti ada hubungannya dengan Tuhan.

Diri yang demikian memang tidak salah ketika hanya berpijak pada pemikiran ilmiah yang sekarang ini menjadi acuan dalam kehidupan sehari-hari.  Karena pemahaman yang dimiliki tentang kehidupan adalah bersifat rasional yang semua bisa dipikirkan dengan logika pikir yang reasoneable. Dan sesuatu yang bersifat irrational adalah sebagai pelengkap dalam kehidupannya saja dan mungkin hanya bersifat ritualisme saja.  

Perilaku diri yang demikian ini akibat diri jauh dari nilai-nilai ajaran yang selama ini di anutnya.  Dan menganggap ajaran hanyalah bersifat sebagai  hal yang merupakan subtitusi dan komplementer untuk memenuhi kebutuhan perjalanan diri dalam kehidupan kehidupan di dunia ini. Sehingga nilai-nilai ajaran tak pernah merasuk dalam perilaku kehidupan sehari-hari karena semua kejadian pasti dihubungkan dengan logika materialisme yang dimilikinya.

Ketika sesuatu itu tidak dapat dihubungkan dengan logika materialisme maka dapat dikatakan sebagai kejadian error (force majour)-nya karena diluar kendali dari diri manusia.  Diri yang dimikian lupa bahwa sebetulnya apapun yang terjadi adalah bukan dari perkiraan dan rencana manusia melainkan adalah semua kejadian adalah campur tangan dari Sang Pencipta.

Perilaku yang demikian sudah sepertinya menyamakan posisi diri sebagai sang penguasa atas segala sesuatu dan melupakan Sang Penguasa yang sesungguhnya yang pantas untuk diyakininya.  Perilaku diri yang sebetulnya muncul akibat ketidaksadaran yang terbentuk dari hal yang mungkin selama ini kita pejalari yang sudah meniadakan Tuhan dan me-tuhan-kan ilmu pengetahuan yang keliru.

Kondisi yang demikian ini ibarat diri sebetulnya dalam penjara kehidupan yang membawa dalam stagnasi hidup atau malah kemunduran kualitas hidup manusia.   Maka dengan adanya peristiwa-peristiwa yang terjadi seharusnya diri kembali menilai tentang pemahaman yang kita miliki apakah hanya sekedar pelita untuk mencari jalan kesesatan atau pelita yang menuju jalan keselamatan.

Maka tinggal dua kelompok manusia yang selamat yaitu Pertama diri yang kuat dan dalam perlindungan  dengan munculnya kesadaran terhadap kembali pada aturan hidup sebagai manusia atau kedua adalah diri yang hanya percaya pada logika pikir manusia yang mengupayakan keselamatan dalam kehidupan di dunia ini.

2) Diri manusia yang memiliki keseimbangan logika,  Diri manusia yang memiliki keseimbangan logika akan memunculkan pemikiran  komprehensip dalam mensikapi setiap fenomena yang ada.  Sehingga setiap respon yang muncul di benak adalah tidak hanya sekedar mencari atau mengikuti anjuran-anjuran dari pihak-pihak berwenang agar dapat selamat dalam kehidupan ini namun juga mengkaji hubungan dengan pemahaman yang lain.  

Dan realita kehidupan diri manusia di dominasi oleh kesadaran logika material (bukan hal yang salah) yang jauh dari titik equlibrium kehidupan yang seharus dijalani oleh makhluk yang sempurna ini.  Hal ini berdampak pada lunturnya nilai non material yang seharusnya menjadi penyeimbang dan penyemangat dalam kehidupan sehari-hari.  Sehingga kondisi dalam keseimbangan ini akan memunculkan penyeimbang pemahaman non material yang membantu mencari jalan keluar atas peristiwa yang terjadi.

Muara dari keseimbangan ini adalah bahwa segala peristiwa yang terjadi adalah sebagai intropeksi diri atas kondisi diri (posisi diri) manusia dalam kehidupan.  Peristiwa baik yang buruk maupun yang menyenangkan adalah sebagai rujukan atas tindakan diri yang dilakukan.   Sehingga feedback nya adalah pada perilaku pribadi diri sebagai manusia.

Setiap peristiwa yang terjadi adalah kehendak Sang Pencipta bukan atas kehendak manusia.  Maka segala aspek peristiwa harus dikembalikan kepadaNYA.  Kondisi yang demikian akan menyebabkan diri butuh pengetahuan yang komprehensip yang berdasarkan pada nilai-nilai ajaran dan bukan hanya nilai ajaran sebagai stempel atau komplementer atas pengetahuan yang sudah ada.

Penutup

Tuhan tidak benci manusia dan mungkin diri kita adalah makhluk kesayanganNYA.  Maka segala peristiwa yang ada harusnya menjadi pelajaran diri untuk "memantaskan" diri kita sebagai kekasih-NYA.  

Sekedar humor sufi yang tidak ada yang pantas ditertawakan.  Namun sebagai dasar pemikiran diri untuk selalu instropeksi atas posisi kehidupan diri sekarang ini.  Jika salah 

Terima kasih

Magelang, 25/7/2022

Salam

KAS

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun