Mohon tunggu...
Muhajir Arrosyid
Muhajir Arrosyid Mohon Tunggu... dosen -

Warga Demak, mengelola tunu.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Tadabbur Rindu (1)

11 April 2017   08:33 Diperbarui: 11 April 2017   08:52 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Bawa!”

“Qur’an?”

Lagi-lagi Tunu menggeleng. Kemudian Bapaknya menyerahkan muskhaf Al Qur’an kepada Tunu. Al Qu’ran itu biasanya dibaca disela-sela jualan bakso. Saat pembeli sepi. “Saat istirahat, bacalah Al Quran. Baca surat Al Kahfi ya?”

“Kamu tahu caranya sampai ke Jakarta?” tanya Bapaknya sambil menyerahkan uang kepada Tunu.

“Kamu sekarang pergi ke stasiun naik angkot. Setalah itu beli tiket ke Jakarta. Sesampai sana kamu naik taksi minta diantar ke monas tempat jumatan akbar itu besok dilaksanakan. Naik taksi saja biar tidak ke sasar.

Bapaknya memeluknya. Baru kali ini ia dipeluk oleh Bapaknya. Biasanya Bapaknya cuek. Acuh tak acuh. Mengapa kali ini terlihat begitu kasih. Tunu juga merasakan hangat air mata bapaknya saat bersentuhan pipi dengan pipi.

“Hati-hati”, kata Bapaknya. “Jaga diri, jangan segan bertanya. Dan jangan tinggalkan sholat. Jika acara selesai segera pulang.”

Berangkatlah Tunu ke Jakarta dengan penuh keyakinan. Ia sudah direstui oleh Bapaknya yang selama ini menahan segala aktivitas dan pemikirannya. Ia ingin menuntut. Ia begitu sakit karena agamnya dihina, ulamanya direndahkan. Tunu naik angkot yang menurutnya menuju stasiun kereta api. Setelah beberapa lama di dalam angkot, kondiktur bertanya mau  kemana dan meminta biaya angkot. Tunu mengatakan bahwa dirinya mau ke stasiun.

Sang kondektur menghentikan angkot dan menyuruh Tunu untuk turun. Katanya Tunu salah angkot. Tunu diberi petunjuk untuk menyebrang dan naik angkot jurusan stasiun. Memang Tunu tidak pernah ke stasiun. Ia juga tidak pernah naik angkot. Kemana-mana dia diantar oleh Bapaknya naik motor.

Tersesat. Tunu telah tersesat. Belum sampai Jakarta, Tunu sudah tersesat. Masih di kotanya sendiri Tunu sudah tersesat. Apalagi di rimba Jakarta yang konon angker itu. Orang yang tersesat namnya orang sesat. Tunu tidak asing dengan kosa kata itu. ia sering juga menggunakannya. “Dasar orang sesat!”. Orang kafir, orang yang tertutup mata hatinya bagi Islam agamanya.

Tadi dia tersesat, oleh kondiktur itu ia diberi petunjuk mana jalan yang benar. Di dalam angkot menuju stasiun, Tunu  mendapat ilmu. Orang yang sesat itu harusnya diberi petunjuk, dituntun yang benar hingga ia mendapatkan tujuan yang benar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun