Mohon tunggu...
Muhajir Arrosyid
Muhajir Arrosyid Mohon Tunggu... dosen -

Warga Demak, mengelola tunu.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Tadabbur Rindu (1)

11 April 2017   08:33 Diperbarui: 11 April 2017   08:52 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

1. JIHAD 

Tunu galau segalau-galaunya. Ia duduk di serambi rumah kontrakan. Ia mogok. Ia tidak mau membantu orang tuanya jualan bakso. Ia memandang ke langit. Ia saksikan awan-awan putih membentuk tulisan Allah. Ya Allah, Tuhan yang ia sembah.

Tuhan yang dihinakan oleh orang-orang kafir dan para pendukungnya. Di langit itu ia melihat kata Islam yang dibentuk oleh awan-awan. Islam, agama yang ia anut. Agama yang pemeluknya hari-hari ini kian dipinggirkan.

Berapa persen manusia Indonesia yang berkatepe Islam? Mereka memberi kesaksian bahwa Allah tuhannya, Muhammad nabinya. Islam disebut sebagai agama yang paling banyak dipeluk. Tunu gembira atas itu. Tetapi pada kenyataannya umat Islam tidak padu. Mereka satu sama lain saling menjatuhkan. Tidak saling mendukung.

Satu keluarganya Islam. Demikan juga dengan bapaknya yang jualan bakso. Bapaknya tidak mendukung gerakan umat Islam. Buktinya bapaknya tidak memberinya uang saku untuk berangkat ke Jakarta.

Iya Bapak sholat lima waktu. Puasa Senin-Kamis, sholat malam juga tidak pernah ketinggalan, tetapi Tunu sungguh tidak paham, mengapa bapaknya tidak ikhlas memberikan uang transoportasi kepada anaknya sendiri yang ingin berangkat jihad membela Islam. Dengar, membela Islam!

“Sholat Jumat kok jauh-jauh ke Jakarta. Lha apa di sini tidak ada Masjid?” Begitu kata bapaknya ketika dia pamit. Tunu yakin, bapaknya sudah terpengaruh oleh orang-orang liberal, antek-antek zionis. Apa mungkin bapaknya pernah menghadiri pengajian orang-orang liberal? Atau gara-gara nonton stasiun TV orang liberal? Bapak harus diselamatkan. Meskipun dia di masa mudanya pernah mondok tetapi jika bergaul dengan orang yang salah maka islamnya bisa menjadi tidak total. Tidak kaffah. Seperti Islam tetapi tidak Islam.

Tunu punya sahabat namanya Ibtisam dan Mazin. Kedua sahabat yang menemaninya sejak kecil itu sekarang ia jahui. Kedua sahabat itu makin lama makin tidak jelas. Saking jengkelnya Tunu dengan dua sahabatnya itu, sekarang dia memutus hubungan pertemannya di media sosial.

Mending Mazin, meskipun kadang-kadang menyindir orang-orang semacam dia, menyindir ustadz-ustadz junjungannya, tetapi kadang juga memujinya. Mazin juga kadang mengkritik orang-orang yang dalam kelompok liberal tadi. tidak demikian dengan Ibtisam. Ia parah sekali. Setiap hari dalam akun fecebooknya yang ia unggah, yang ia bagikan hanya menghinakan kaum Islam, mentertawakan, menyindir, dan ia selalu memuji-muji orang-orang kafir, laknat. Ia katakan kami ini serakan buih di tepi laut. Ia katakan kami ini onta Arab dan lain sebagainya. Saya sakit hati pada Ibtisam.

Tunu mengenakan bajunya. Warnanya putih. Baju itu rencananya akan ia pakai saat mengikuti Jum’atan di Jakarta. Sayang sekali, dua hari sebelum keberangkatan ia belum memiliki kejelasan berangkat apa tidak. Ia juga tidak punya ongkos kesana. Dia juga belum pernah ke Jakarta sebelumnya. Tapi jika sampai nanti malam Bapaknya tidak memberinya izin sekaligus uang sakunya, ia akan nekat berangkat jalan kaki.

“Sudahlah Nu, mending kamu sekolah sana. Sekolah juga jihad. Menuntut ilmukan juga jihad. Kalau kamu menuntut ilmu maka kamu akan pandai. Kalau kamu pandai maka orang-orang Islam akan pandai pula. Berikan kepandaianmu itu untuk kemajuan Islam.” Ucapan bapaknya itu ia dengar sambil lalu. Menurutnya iman bapaknya lemah. Orang yang imannya kuat adalah menyeru dengan perbuatan. Yang lebih lemah dengan perkataan. Dan selemah-lemahnya iman adalah berjihat dengan diam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun