Ibu Ratna berharap para penderita kusta di seluruh Indonesia bisa mandiri, bisa berkarya dan menunjukkan bahwa meskipun kena kusta mampu berusaha dalam pekerjaan/berwirausaha. Dirinya juga ingin agar masyarakat tahu bahwa kusta bisa dicegah dan disembuhkan.Â
Bukan sekadar tempat berkumpul dan berbagi cerita, melalui KPD para anggota diajak untuk hidup sehat – di antaranya dengan melakukan senam, para anggota laki-laki diberi pelatihan keterampilan beternak jangkrik, dan para anggota perempuan diberi pelatihan keterampilan menjahit, menyulam, dan membuat barang-barang dari daur ulang sampah.
KPD mendapat bantuan mesin jahit dari Disnakersostrans saat itu. Selain itu, ada juga bantuan dari Jawa Barat, Papua, hingga Thailand. Mesin jahit dipergunakan oleh para anggota untuk membuat tas dari bahan daur ulang (kemasan plastik refill pewangi pakaian, minyak goreng, dan sabun cuci). Setelah pelaksanaan pelatihan menjahit, dibentuk kelompok usaha bersama untuk memasarkan tas yang dibuat. Oya selain tas, KPD juga membuat keranjang, tempat kue, dan rantang bersusun dari bambu. Di samping itu ada juga jilbab yang disulam dipasarkan oleh KPD.
Sebagai sesama perempuan, Ibu Ratna memahami bahwa perempuan juga perlu memberdayakan dirinya dengan keterampilan-keterampilan tersebut. Orang-orang yang memiliki kepercayaan diri akan memiliki motivasi untuk memberdayakan dirinya, sebagaimana pengalaman Amat yang saya ceritakan di atas. Amat bisa tersenyum – percaya diri dengan kemampuannya, tentunya para OYPMK perempuan pun demikian.
Sejak menjadi altruis bagi penderita kusta pada tahun 2010, dalam sebuah artikel hasil wawancara[11], Ibu Ratna menyebut sampai tahun 2019 ada 400 pasien kusta yang telah ia tangani dan ada 50 orang yang telah mentas dari penyakit kusta yang diberdayakan.
Â
Sebagaimana quote dari Lao Tzu (ahli filsafat populer dan merupakan pendiri Taoisme) berikut:
Karena seseorang percaya pada dirinya sendiri, ia tidak berusaha meyakinkan orang lain. Karena seseorang puas dengan dirinya sendiri, dia tidak membutuhkan persetujuan orang lain. Karena seseorang menerima dirinya sendiri, seluruh dunia menerimanya.
Â
Meneladani Ratna Indah Kurniawati
Elhamangto Zuhdan dan rekan dalam Jurnal Epidemiologi Kesehatan Komunitas 2 (2), 2017, mengungkapkan bahwa jalur penularan kusta belum sepenuhnya terungkap. Namun demikian, sejumlah faktor risiko yang rentan menularkan kusta adalah kontak dekat dengan penderita kusta, kebersihan pribadi yang buruk, rendahnya pengetahuan, jenis kelamin, status vaksinasi BCG (Bacille Calmette-Guerin), dan kondisi sosio-ekonomi. Meski kusta termasuk penyakit menular, proses penularannya sangat lambat[12].