Mohon tunggu...
Mugniar
Mugniar Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Mamak Blogger

Ibu dari 3 anak dan penulis freelance yang berumah maya di www.mugniar.com.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kusta Bukan Halangan untuk Berdaya

5 September 2023   20:52 Diperbarui: 5 September 2023   21:21 607
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perempuan itu hampir bunuh diri. Dia merasa hidupnya sudah berakhir ketika divonis menderita kusta, sebuah penyakit yang tak diinginkan oleh siapapun di dunia ini padahal hanya satu bercak putih saja di kakinya.

Perempuan itu bernama Yuliati. Dari Makassar, Yuliati memaparkan kisahnya sebagai OYPMK – orang yang pernah mengalami kusta melalui siaran langsung di akun YouTube resmi Kantor Berita Radio pada 30 Agustus 2023. Saya menyimak rekaman talkshow bertajuk Talkshow Ruang Publik KBR – Wanita dan Kusta[1] dua hari yang lalu.

Apa lagi kalau bukan stigma negatif kusta yang membuat Yuliati demikian. Belum apa-apa, dirinya sudah membayangkan hal-hal mengerikan tentang penyakit yang umumnya ditandai dengan lemah atau mati rasa di tungkai dan kaki serta timbulnya lesi atau kerusakan di kulit ini. Ditambah gambaran penderita kusta berat yang ditemukannya di internet, dia tidak mau bersosialisasi lagi.

 

Stigma Negatif di Antara Tantangan Eliminasi Kusta

Bayangan menjadi disabilitas terbayang terus. Rasanya hidupnya hampa dan tak punya masa depan lagi. Bersyukurnya, tidak berkepanjangan karena dukungan keluarga dekat dan komunitas yang positif menjadi support system baginya. Support system ini lantas mendukung Yuliati untuk bangkit dan sembuh dari penyakit yang dipicu oleh bakteri Mycobacterium leprae ini.

Stigma kusta yang telah tertanam selama berabad-abad memang masih melekat erat sebagai penyakit turunan, akibat dari dosa, kutukan, dan tidak bisa disembuhkan ataupun dicegah penyebarannya. Tak heran jika Indonesia kini menempati posisi ke-3 di dunia untuk kasus kusta terbanyak[2]

Sampai dengan tahun 2022, jumlah penyakit yang sudah ditemukan lebih dari 3.500 tahun lalu ini mencapai 13.487. Namun demikian mungkin saja bertambah seiring kasus yang tidak dilaporkan. Penyakit kusta masih merupakan permasalahan yang kompleks di negara kita. Dari 38 provinsi, ada 6 provinsi yang belum mencapai eliminasi nasional[3].

Sumber nationalgeographic. Dimodifikasi menggunakan Canva.
Sumber nationalgeographic. Dimodifikasi menggunakan Canva.

Upaya eliminasi kusta di Indonesia termaktub dalam dokumen kebijakan dan dokumen rencana strategis nasional, yaitu Renstra Kementerian Kesehatan 2020-2024 dan RPJMN Kesehatan 2020-2024, sebagai salah satu indikator penanganan penyakit tropis terabaikan. Di samping itu, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 11 tahun 2019 tentang Penanggulangan Kusta juga telah menjabarkan strategi nasional dalam penanggulangan kusta[4].

Dalam rencana aksi nasional itu, disebutkan definisi operasional status eliminasi kusta yakni dari angka prevalensi <1/10.000 penduduk menjadi tidak ada atau nol kasus. Indikator ini tidak berdiri sendiri namun diupayakan bersama 3 NIHIL: zero leprosy, zero disability dan zero stigma[5].

MELAWAN STIGMA NEGATIF KUSTA adalah peran yang bisa diambil masyarakat saat ini. Seperti kasus Yuli di atas, dirinya sempat termakan stigma negatif shingga mentalnya down. Akan tetapi DUKUNGAN dari orang-orang terdekat membantunya bangkit.

  

Ratna Indah Kurniawati Melawan Dusta Kusta

Sungguh, support system yang positif mampu menggerakkan para OYPMK bangkit menyongsong masa depannya. Bahkan mengupayakan support system mengantarkan seseorang yang gigih MELAWAN DUSTA KUSTA meraih penghargaan SATU Indonesia Award untuk kategori Kesehatan pada tahun 2011.  

Nama seseorang itu adalah RATNA INDAH KURNIAWATI. Profilnya dimuat di website satuindonesia.com[6]:

Wanita berhati mulia yang merupakan perawat di Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) Kecamatan Grati itu tak cuma mengembalikan kehidupan Amat (OYPMK warga Desa Rebalas, Kecamatan Grati, Pasuruan) tetapi juga dua mantan penderita kusta lainnya yang juga telah menjadi juragan jangkrik. Selain mereka ada dua mantan penderita kusta yang membuka usaha menjahit dan menyulam. “Semuanya ada 20 mantan penderita yang sudah dapat bekerja,” kata Ratna. Menjadi perawat sejak 2004, wanita kelahiran 23 April 1980 ini saat itu bertugas sebagai perawat dan pengelola program kusta di Puskesmas Grati. Ratna mendata ulang penderita kusta di wilayah kerjanya, yang mencakup 9 desa. Ia menghubungi mereka satu demi satu untuk mengetahui status terbaru penyakit mereka.

Pada tahun 2011 itu, Amat bisa panen 26 kg jangkrik per bulannya dengan harga jual Rp20.000-Rp30.000 per kilogram. Bukan hanya untuk laki-laki, Bu Ratna juga melakukan upaya pemberdayaan perempuan di wilayah kerjanya melalui pelatihan menjahit dan menyulam di kecamatan Grati, Pasuruan. Di sana, saat itu kusta menjadi merupakan salah satu penyakit yang banyak penderitanya, dari 9 desa, sekitar 400 orang terjangkiti kusta.

Hal demikian menggerakkan hati Ratna Indah Kurniawati. Sebagai perawat yang menyaksikan realita tersebut, dirinya merasa kasihan melihat para OYPMK yang hampir semuanya berasal dari keluarga tak mampu. Dengan kondisi seperti itu, dampak kesulitan mencari pekerjaan pun semakin menambah beban mereka.

Foto dari kpdpkmgrati.blogspot.com. Dibuat menggunakan Canva.
Foto dari kpdpkmgrati.blogspot.com. Dibuat menggunakan Canva.

"Karena penyakit yang pernah mereka miliki, mereka menjadi susah untuk bekerja. Hidup mereka harus bergantung dengan orang lain. Ditambah lagi penyakit kusta ini membuat penderitanya cacat tangan atau pun cacat kaki," tutur Ratna kepada detikHealth pada acara Bincang Inspiratif dalam rangka Kick Off SATU Indonesia Awards 2014 di fX lifestyle X'nter, Jl. Jend Sudirman, Jakarta Pusat, dan ditulis pada Kamis (6/3/2014)[7].

Menurut perempuan yang lahir pada 23 April 1980 ini, para mantan penderita kusta walaupun sudah selesai pengobatannya, masyarakat tetap menganggap mereka masih mengidap kusta sehingga masih dapat menularkan.

Tak selalu berjalan mulus, upaya tulus Ibu Ratna pernah mendapatkan tentangan dari penderita kusta, OYPMK, keluarga terdekat, hingga perangkat desa. Ibu Ratna pernah menghadapi seorang penderita kusta yang menolak untuk berobat ke puskesmas padahal sudah postiif kusta. Orang tersebut berdalih dirinya orang baik-baik dan tidak ada riwayat kusta dalam silsilah keluarganya. Akhirnya Ibu Ratna yang mendatanginya dan memberikan edukasi yang tepat.

Suami Ibu Ratna juga pernah menentang karena ada penderita kusta yang sedang menjalani pengobatan datang ke rumah mereka di Desa Cukur Gondang, Kecamatan Grati, Pasuruan. Selain membuang gelas bekas mulut tamu dan menjemur kursi yang didudukinya, lelaki itu juga memarahi Ibu Ratna. Pasalnya, sang suami takut kedua anak mereka yang masih kecil tertular penyakit yang sudah tersebar di 120 negara ini. Sampai-sampai dia menyuruh Ibu Ratna memilih antara pekerjaan atau keluarga.

Dengan sabar Ibu Ratna memberikan pemahaman kepada suaminya. Butuh waktu namun akhirnya setelah diberi pemahaman bahwa orang yang datang ke rumah sedang menjalani pengobatan. Orang yang sedang dalam proses pengobatan seperti itu 99% kumannya tidak aktif menular. Sang suami pun menerima aktivitas istrinya bahkan memberi dukungan pada gerakan yang dilakukan dengan membantu mencarikan alat-alat yang diperlukan bagi pemberdayaan warga.

Foto dari kpdpkmgrati.blogspot.com. Dibuat menggunakan Canva.
Foto dari kpdpkmgrati.blogspot.com. Dibuat menggunakan Canva.

Pernah pula pertemuan Kelompok Perawatan Diri yang akan dilaksanakan di Balai Desa ditolak oleh salah satu perangkat desa. Perangkat desa yang kena hasut tersebut beralasan tidak mau anak-anak tertular penyakit kusta.

KPD adalah suatu kelompok yang beranggotakan (mereka) yang terkena kusta yang berkumpul untuk saling memberi dukungan satu sama lain, terutama dalam usaha mencegah dan mengurangi kecacatan serta solusi bagi persoalan-persoalan yang mereka hadapi setiap hari akibat kusta[8].

Tujuan dari pendirian KPD ini adalah untuk mencegah pertambahan atau mengurangi kacacatan pada para anggota KPD. Adapun manfaat KPD ini adalah agar:

  • Penderita kusta dapat melakukan perawatan diri sendiri di rumah.
  • Mempermudah petugas dalam melakukan monitoring kesembuhan penderita kusta.
  • Sarana berbagi/sharing bagi semua penderita atau OYPMK sehingga dapat memotivasi penderita yang lain.
  • Menjadi ajang silaturahmi.

Memberdayakan Penderita dan OYPMK Perempuan

Sebagai seorang perempuan, Ibu Ratna jeli melihat pentingnya OYPMK perempuan diberdayakan dengan memberikan solusi pelatihan keterampilan menjahit, menyulam, dan lain sebagainya bagi OYPMK perempuan. Hal ini menjadi solusi dari temuan dalam laporan WHO yang berjudul “The Effects of Leprosy on Men and Women: A Gender Study”. Penelitian ini menyelidiki dampak kusta pada sampel 202 pasien laki-laki dan perempuan di Ribeirão Preto, Brazil[9].

Foto dari kpdpkmgrati.blogspot.com. Dibuat menggunakan Canva.
Foto dari kpdpkmgrati.blogspot.com. Dibuat menggunakan Canva.

Studi di atas menemukan bahwa kusta memperburuk ketidaksetaraan gender yang ada. Diagnosis kusta menyebabkan reaksi emosional yang sangat negatif di antara jenis kelamin, tetapi stigmatisasi diri lebih besar di antara para wanita. Wanita juga menunjukkan perhatian yang lebih besar daripada pria tentang penampilan fisik mereka dan lebih sering menahan diri dari aktivitas sosial.

AKIBAT STIGMA PENYAKIT KUSTA, kegiatan ekonomi perempuan juga terkena dampak yang lebih parah, baik di dalam maupun di luar rumah. Selain itu, perempuan disebutkan lebih sering menyembunyikan penyakit ini dari keluarga mereka[10]. Yuliati yang saya ceritakan di awal tulisan ini juga menyembunyikan penyakitnya kepada keluarganya. Dia butuh waktu setahun untuk menggali informasi dan berterus terang kepada keluarganya.

Sementara itu, Ibu Ratna saat terpilih sebagai penerima Satu Indonesia Awards (SIA) 2011 adalah ketua KPD (Kelompok Perawatan Diri) bagi para penderita kusta di Puskesmas Grati, Pasuruan. Sebagai perawat dirinya dengan sepenuh hati memberikan perawatan dan edukasi kepada warga agar mau berobat sampai tuntas dan memberdayakan dirinya. Tak jarang Ibu Ratna sampai mendatangi sendiri penderita kusta di rumahnya agar mau berobat.

Ibu Ratna berharap para penderita kusta di seluruh Indonesia bisa mandiri, bisa berkarya dan menunjukkan bahwa meskipun kena kusta mampu berusaha dalam pekerjaan/berwirausaha. Dirinya juga ingin agar masyarakat tahu bahwa kusta bisa dicegah dan disembuhkan. 

Bukan sekadar tempat berkumpul dan berbagi cerita, melalui KPD para anggota diajak untuk hidup sehat – di antaranya dengan melakukan senam, para anggota laki-laki diberi pelatihan keterampilan beternak jangkrik, dan para anggota perempuan diberi pelatihan keterampilan menjahit, menyulam, dan membuat barang-barang dari daur ulang sampah.

KPD mendapat bantuan mesin jahit dari Disnakersostrans saat itu. Selain itu, ada juga bantuan dari Jawa Barat, Papua, hingga Thailand. Mesin jahit dipergunakan oleh para anggota untuk membuat tas dari bahan daur ulang (kemasan plastik refill pewangi pakaian, minyak goreng, dan sabun cuci). Setelah pelaksanaan pelatihan menjahit, dibentuk kelompok usaha bersama untuk memasarkan tas yang dibuat. Oya selain tas, KPD juga membuat keranjang, tempat kue, dan rantang bersusun dari bambu. Di samping itu ada juga jilbab yang disulam dipasarkan oleh KPD.

Foto dari kpdpkmgrati.blogspot.com. Dibuat menggunakan Canva.
Foto dari kpdpkmgrati.blogspot.com. Dibuat menggunakan Canva.

Sebagai sesama perempuan, Ibu Ratna memahami bahwa perempuan juga perlu memberdayakan dirinya dengan keterampilan-keterampilan tersebut. Orang-orang yang memiliki kepercayaan diri akan memiliki motivasi untuk memberdayakan dirinya, sebagaimana pengalaman Amat yang saya ceritakan di atas. Amat bisa tersenyum – percaya diri dengan kemampuannya, tentunya para OYPMK perempuan pun demikian.

Sejak menjadi altruis bagi penderita kusta pada tahun 2010, dalam sebuah artikel hasil wawancara[11], Ibu Ratna menyebut sampai tahun 2019 ada 400 pasien kusta yang telah ia tangani dan ada 50 orang yang telah mentas dari penyakit kusta yang diberdayakan.

 

Sebagaimana quote dari Lao Tzu (ahli filsafat populer dan merupakan pendiri Taoisme) berikut:

Karena seseorang percaya pada dirinya sendiri, ia tidak berusaha meyakinkan orang lain. Karena seseorang puas dengan dirinya sendiri, dia tidak membutuhkan persetujuan orang lain. Karena seseorang menerima dirinya sendiri, seluruh dunia menerimanya.

 

Meneladani Ratna Indah Kurniawati

Elhamangto Zuhdan dan rekan dalam Jurnal Epidemiologi Kesehatan Komunitas 2 (2), 2017, mengungkapkan bahwa jalur penularan kusta belum sepenuhnya terungkap. Namun demikian, sejumlah faktor risiko yang rentan menularkan kusta adalah kontak dekat dengan penderita kusta, kebersihan pribadi yang buruk, rendahnya pengetahuan, jenis kelamin, status vaksinasi BCG (Bacille Calmette-Guerin), dan kondisi sosio-ekonomi. Meski kusta termasuk penyakit menular, proses penularannya sangat lambat[12].

Sayangnya, kusta bukan sekadar penyakit, melainkan label yang sering disematkan pada penderitanya untuk merendahkan mereka. Meskipun upaya diagnosa dan terapi kusta terus berkembang, stigmatisasi dan diskriminasi penderita kusta masih saja terjadi hingga sekarang. “Kusta tetap menjadi masalah hak asasi manusia yang mengakar,” ujar pelapor khusus PBB untuk penghapusan diskriminasi terhadap penderita kusta, Alice Cruz[13].

Persoalan stigma ini pula masih menjadi tantangan Indonesia untuk mengeliminasi kusta di tahun 2024. Oleh karenanya, menyambut Hari Kusta Sedunia 2023 yang dirayakan 29 Januari 2023 lalu, penting untuk memberikan support secara sosial pada penderita kusta.

Dukungan tersebut bukan hanya agar penderita kusta berdaya di masyarakat namun juga membuat mereka percaya diri datang ke fasilitas kesehatan, menjalani deteksi, dan mengakses pengobatan sejak dini hingga terhindar dari kecacatan. Support juga perlu diberikan agar masyarakat mau menerima dan memperlakukan penderita kusta tidak dengan sebelah mata atau dibeda-bedakan dengan orang lain.

Ratna Indah Kurniawati telah memberikan teladan kepada kita dengan membentuk support system yang bukan hanya merangkul penderita kusta dan OYPMK saja. Ibu Ratna juga mengupayakan pemberdayaan bagi mereka agar mandiri menghidupi diri dan keluarganya. Seperti halnya laki-laki, perempuan pun membutuhkan dukungan, terlebih bagi yang menyandang status sebagai ibu dan memiliki peran ganda sebagai pencari nafkah bagi keluarganya. Semoga menginspirasi kita semua untuk meninggalkan stigma negatif, menuju eliminasi 2024.

  

Referensi lainnya selain yang tertera pada catatan kaki:


Catatan kaki:

[1] Talkshow Ruang Publik KBR - Wanita dan Kusta, https://www.youtube.com/watch?v=kHcfsCVFstc, diakses 4 September 2023 pukul 13:29.

[2] https://umj.ac.id/kabar-kampus/2023/09/kuliah-umum-fkk-umj-indonesia-tempati-urutan-ketiga-kasus-kusta-terbanyak/, diakses 4 September 2023 pukul 15:00.

[3] Idem.

[4] https://www.kemkes.go.id/article/view/23022500001/kemenkes-kejar-target-eliminasi-ntds-di-indonesia.html, diakses 4 September 2023 pukul 15:20.

[5] Idem.

[6] https://www.satu-indonesia.com/satu/satuindonesiaawards/finalis/melawan-dusta-kusta/ dan https://anugerahpewartaastra.satu-indonesia.com/2023/assets/download/E-Book-SIA-2023-final.pdf, diakses 4 September 2023 pukul 15:45.

[7] https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-2516930/kisah-ratna-perawat-yang-memberdayakan-mantan-pasien-kusta, diakses 4 September 2023 pukul 23:09.

[8] http://kpdpkmgrati.blogspot.com/2011/01/kelompok-perawatan-diri.html, diakses 4 September 2023 pukul 18:10.

[9] https://www.halodoc.com/artikel/pria-atau-wanita-yang-lebih-rentan-terhadap-kusta, dari https://apps.who.int/iris/handle/10665/63705, diakses 4 September 2023 pukul 16:00.

[10] Idem.

[11] https://www.wartabromo.com/2020/01/29/ratna-indah-kurniawati-berjuang-melawan-stigma-kusta/2/, diakses 4 September 2023 pukul 23:48.

[12] https://www.kompas.id/baca/humaniora/2023/02/07/kusta-penyakit-kuno-yang-masih-mengintai-indonesia, diakses 4 September 2023 pukul 23:33.

[13] Idem.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun