***
Semakin hari, semakin erat. Saling menginspirasi dalam hal kehidupan sehari-hari, tetapi juga dalam bidang-bidang tertentu. Suatu hari, saat Nara sedang duduk di meja belajar di rumah Bu Arni, Bu Arni memperhatikan bahwa Nara tengah mengamati buku catatan dengan seksama
"Bukankah itu tulisanmu, Nara?" tanya Bu Arni dengan senyuman ramah.
Nara mengangguk malu-malu, "Iya, Bu. Saya coba menulis cerita pendek. Tapi masih banyak yang harus saya perbaiki."
Bu Arni meraih kertas-kertas tulisan Nara dan membaca goresan tinta Nara. Setelah membaca beberapa cerita pendek yang Nara tulis, Bu Arni tersenyum. "Nara, Ibu tidak menyangka jika kamu punya cara untuk mengekspresikan pikiran dan perasaanmu dengan kata-kata."
Nara merasa tersanjung. Dia senang bahwa bakatnya ditemukan dan diakui, tetapi juga merasa gugup dengan pujian dari Bu Arni. "Tapi, Bu, masih banyak kata-kata yang belum benar."
Bu Arni tersenyum lembut. "Tentu saja, Nara. Setiap penulis pasti mengalami proses dan bertahap. Tidak ada yang bisa langsung sempurna. Tapi yang terpenting itu semangat dan keinginanmu untuk belajar dan berkembang."
Sejak saat itu, Bu Arni memutuskan untuk membantu Nara memupuk bakat menulisnya. Ia menjadi mentor dan editor pribadi Nara. Setiap kali Nara menulis cerita baru, ia akan memberikan masukan yang membangun. Mereka akan duduk bersama membahas cara memperbaiki alur cerita, karakter-karakter, dan gaya penulisan.
Nara merasa sangat beruntung memiliki Bu Arni sebagai pembimbing. Dia merasakan kehadiran seorang ibu yang mendukung.
Bu Arni menulis cerita-cerita Nara kepada di blog dan koleganya. Mereka semua terkesan dengan bakat menulis Nara dan memberikan dukungan yang luar biasa. Nara merasa seperti memiliki tim pendukung yang selalu ada untuknya.
****