Mohon tunggu...
Mufid Rowi
Mufid Rowi Mohon Tunggu... -

"Berbuatlah sebanyak-banyaknya, dan sebaik-baiknya untuk keluarga dan umat".\r\n\r\n

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Pengaruh Sensor terhadap Pengembangan Koleksi Perpustakaan (Studi Kasus di Lima Asosiasi Perpustakaan)

19 Februari 2010   09:20 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:51 2110
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dari pernyataan-pernyataan yang dikeluarkan lima asosiasi perpustakaan di atas, jelas sekali bahwa asosiasi perpustakaan tersebut mempunyai asumsi yang sama bahwa penerapan sensor terhadap pengembangan koleksi perpustakaan akan menghambat kebebasan intelektual seseorang dan melanggar hak asasi manusia. Masyarakat yang maju dan beradab hanya dapat dibangun di atas fondasi kebebasan akses terhadap semua informasi termasuk informasi yang dimiliki oleh perpustakaan. Perpustakaan berhak untuk tidak membatasi, memindahkan, dan mengeluarkan bahan pustaka yang telah diseleksi dari perpustakaan. Pustakawan secara professional bertanggung jawab dalam pengembangan koleksi. Pustakawan harus menjamin bahwa bahan pustaka dapat diakses oleh semua pengguna. Perpustakaan harus melawan semua bentuk sensor, namun sensor bisa dilakukan karena alasan demi hukum.

Sensor mempengaruhi jumlah koleksi perpustakaan, dan layanannya. Jumlah koleksi akan berkurang jika sebagian koleksi berupa buku-buku terlarang yang harus diserahkan kepada pemerintah. Keadaan ini tidak akan terjadi jika perpustakaan mempunyai wewenang untuk menyimpan sendiri buku-buku terlarang yang dimilikinya meskipun tanpa mensirkulasikan kepada masyarakat pemakai. Penyerahan buku tersebut akan menyebabkan perpustakaan kesulitan memperoleh kembali buku tersebut. Bagi Perpustakaan Perguruan Tinggi, pelarangan ini akan bertentangan dengan konsep semangat kebebasan akademik yang menolak intervensi dari pihak luar.

Di era keterbukaan sekarang ini, perpustakaan di Indonesia sudah memiliki ruang gerak yang lebih leluasa dalam menentukan kebijakan koleksi sendiri sehingga kebebasan intelektual dan kebebasan berekspresi akan dapat terlaksana. Namun sensor dapat dilakukan untuk menghormati hak dan reputasi pihak lain, menjaga  keutuhan bangsa dan negara, memelihara tatanan sosial, moral dan kesehatan masyarakat Sensor harus didasarkan pada hukum dan proses hukum yang adil.

Akhirnya, peran pustakawan sebagai profesional informasi harus mendukung pelaksanaan Article 19 of the Universal Declaration of Human Rights. Pustakawan harus melawan semua upaya sensor, kecuali bahwa sensor diperlukan oleh hukum. Pustakawan bebas untuk meminta, dan untuk melobi, pencabutan undang-undang untuk berkompromi dengan prinsip-prinsip yang sesuai dengan kode etik perpustakaan. Pustakawan, dengan kode etik mereka, harus menentang tekanan-tekanan yang membatasi akses terhadap koleksi perpustakaan. Pustakawan harus memberikan akses informasi seluas-luasnya kepada pengguna. sekarang muncul pertanyaan yang perlu dijawab. Mampukan perpustakaan menjadi sumber informasi yang mampu memberikan akses informasi kepada penguna seluas-luasnya?. Mampukah perpustakaan benar-benar terbebas dari sensor?. Wallahu a'lam bi shawab.

Catatan:

[1] Article 19 of the Universal Declaration of Human Rights (1948) menyebutkan bahwa : "Everyone has the right to freedom of opinion and expression: includes freedom to hold opinions without interference and to seek, receive and impart information and ideas through any media and regardless of frontiers".

[2] Resolution on freedon of expression, censorship and libraries. IFLA/FAIFE. 16 Des 2009. <http://archive.ifla.org/faife/policy/paris_e.htm>

[3]LIANZA.Statement and Intellectual fredom. <http://www.lianza.org.nz/about/governance/statements/intellectual-freedom.html>

[4] "Campaign Against Censorship in UK Public Libraries: defending Intellectual freedom for all" Tke Library Association, 1998.

[5] Intellectual Freedom Handbook. 5th Ed. the American Library Association. 16 Des 2009.<http://www.txla.org/pubs/ifhbk.html#ALA-LBR>

[6] Kode Etik Pustakawan Indonesia.16 Des 2009.< http://ipi.pnri.go.id/Organisasi/kode_etik.asp>

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun