Mohon tunggu...
Tari Abdullah
Tari Abdullah Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Nama lengkap Mudjilestari tapi lebih sering disapa dengan Tari Abdullah profesi sebagai penulis, conten creator, dan motivator. Ibu dari 4 anak berstatus sebagai single parent. Berdarah campuran sunda - jawa.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Sepotong Doa Di Gerbong KRL

11 Mei 2020   03:49 Diperbarui: 11 Mei 2020   03:46 136
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi/sepotong doa/photo:doc.pri

"Khay, sampai kapan kamu begini?" tanya Rindang menelisik.

"Begini? Apanya?" Khalisa pura-pura tidak mengerti maksud sahabatnya. Matanya menyibak satu per satu penumpang yang baru naik gerbong.

"Sampai kapan kamu akan mencari jodoh khayalanmu itu di sini? Dalam gerbong yang bahkan kamu tidak tahu wajahnya seperti apa. Nggak mungkin juga kamu menguji setiap penumpang dengan kalimat 'Yarhamukillah' lalu kau samakan dengan suara kali itu." Rindang berusaha menyadarkan Khalisa.

Khalisa bergeming, menatap sebentar wajah sahabatnya, lalu tersenyum kecut dan kembali tertunduk.

"Aku sedang ikhtiar, Rind. Mencari seseorang yang dengan rela mendoakan aku tanpa tapi dan tanpa syarat hari itu." LIrih Khalisa berkata dengan suara sedikit mengambang. Ada sebongkah rasa yang ia tahan, hingga bibirnya terbata mengeja kata. Matanya mengembun.

Rindang mengelus pundak sahabatnya. Ia paham siapa Khalisa, gadis itu telah menjadi yatim sejak dalam kandungan. Ibunya menitipkan bayi kecil Khalisa yang baru berusia tiga bulan pada neneknya, lalu pergi menjadi pejuang devisa di negeri Jiran. Hingga usianya hampir dua puluh dua tahun, hanya beberapa kali ia sempat bertemu ibunya, bahkan dua tahun terakhir ibunya tak pernah pulang setelah menikah lagi dengan pria negeri Jiran. Keadaan telah membentuk pribadinya  menjadi seorang perempuan yang mandiri dan menikmati kesendirian.

Khalisa sudah terbiasa dengan tidak ada kalimat  'jangan lupa sarapan' di pagi hari, Tidak ada 'jangan lupa belajar' di sore hari. Tak ada  ucapan 'selamat tidur' di malam hari.  Tidak juga ada pelukan dan ucapan selamat setiap kali ia meraih rangking pertama di kelasnya. Bahkan ketika mendapat bea siswa untuk melanjutkan kuliah ke perguruan tinggi di Ibu Kota propinsi pun, hanya pelukan rapuh seorang nenek yang mengiringinya dengan sebait doa dan urai air mata.

Maka ketika seseorang yang belum dikenalnya menyisipkan doa sederhana di gerbong KRL, Khalisa seperti mendapatkan belaian  tangan malaikat yang menyejukkan hatinya dan menumbuhkan banyak harapan.

Secuil perhatian membuatnya tersadar betapa berbedanya kesendirian dengan kesepian. Dan seseorang di gerbong KRL itu telah memberi sebuah harapan hanya lewat doa sederhana.

Hati Rindang tersentuh, ia bisa merasakan bagaimana jika ia berada di posisi Khalisa, kedua mata Rindang mulai terasa panas, ia  merasa sesuatu berdesakan dari sudut matanya memaksa untuk menganak sungai.

*

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun