"Kadang-kadang," jawab Mbak Sumi pendek.
"Eee ... tak kiro kalo sudah jadi gundiknya pejabat itu belanjanya di swalayan, ternyata sama aja belanja di tukang sayur," nyinyir bu Ratna lagi.
"Apa salahnya belanja di tukang sayur, toh, Bu? Sampean itu kok ya aneh," tukas Bu Dewi.
"Yo, aneh, toh, biasanya orang kaya belanjanya, di swalayan, gengsi kalo belanja di tukang sayur kayak gini," ujar Bu Ratna. Bu Dewi dengan Mbak Sumi saling berpandangan, lalu menggelengkan kepala bersamaan.
"Lha, iya, sebenarnya apa toh, kerjaan si Jasmine itu ... sudah berumur nggak kawin-kawin, tiap hari pulang malam yang nganter laki-laki gonta ganti mobil. Jasmine juga bajunya bermerek, wajahnya glowing kayak operasi plastik ... wajar toh, kalo saya punya pikiran dia itu gundiknya pejabat," ujar Bu Ratna berapi-api.
"Ibu-ibu di komplek sini juga harus hati-hati, suaminya dijaga, secara ada perempuan cantik, biarpun nggak jelas dia itu perawan apa janda."
"Maaf, Bu, saya duluan, sudah ditungguin sama anak-anak." Bu Dewi yang makin gerah dengan gibahan Bu Ratna pamit, Â melangkah tergesa karena takut Bu Ratna akan menyusulnya.
Namun, Bu Ratna masih betah dengan gibahnya, ia terus nyerocos meski Mbak Sumi tampak kesal.
"Kalo bukan gundiknya pejabat, pasti dia itu wanita bookingan," lanjut Bu Ratna.
"Saya bukan gundiknya pejabat, Bu! Dan saya juga bukan wanita bookingan," suara itu menggelegar menghantam tepat pada sasaran.
Bu Ratna langsung pucat saat menyadari Jasmine sudah ada di sampingnya entah sejak kapan, mungkin cukup lama untuk mendengar perkataan nyinyirnya. Mbak Sumi cuma menunduk, ikut gemetar.