"Ah, Bu Ratna ini, nggak baik, lho, nuduh tanpa bukti! Kita, kan, juga nggak tahu kebenarannya," bantah Bu Dewi.
"Kebenaran opo, nyatanya wong memang dia itu perempuan nggak bener. Lha kalo perempuan  bener nggak mungkin, toh, setua itu belum menikah."
Bu Dewi hanya menggelengkan kepala, pembicaraan mereka.terhenti saat sampai di tempat tukang sayur.
Bu Dewi segera memilih dan memilah sayur dalam jumlah banyak. Mbak Sumi -- tukang sayur yang sudah tahu kebiasaan Bu Ratna memaklumi sambil sesekali menghela napas panjang.
"Kok, belanjanya banyak banget, Bu?" ujar Bu Sita yang sudah berada di situ tanpa di sadari.
"Eh, Bu Sita. Ini, Bu ... papanya anak-anak libur jadi, ya, biasa lah masak istimewa, kebetulan minta dibikinkan rendang." jawab Bu Ratna sambil menimang-nimang sayuran.
"Tapi kok ada kakap sama udang juga?" Bu Sita penasaran.
"Lha ini untuk persediaan, anak-anak itu kalo nggak cocok menunya pasti minta menu lain," jawab bu Ratna dengan dagu terangkat. Â Bu Dewi mencebik, Â sebel dengan sikap bu Ratna yang menurutnya berlebihan.
"Kok banyak banget, Bu?" Bu Sita masih ingin tahu.
"Yo nggak banyak, toh, cuma daging sekilo, kakap sama udang masing-masing sekilo, anak-anak itu kalo nggak banyak pasti kurang, ini juga paling sehari habis." Bu Ratna menyombong, Bu Sita menggelengkan kepala.
"Bu Sita belanja apa?" tanya Bu Ratna yang melirik sinis pada belanjaan Bu Sita.