DERITA PRAHARA
Oleh Muchwardi Muchtar
(“Maaf, Rita. Meski sunnah Rasulullah membolehkan, namun aku tidak bisa. Betapa murkanya Sang Pencipta, jika ucapan & perbuatan 'harus adil' itu hanya slogan belaka bagi laki-2 yang melakukannya”)
“Bapakku didakwa koruptor, dan Ibuku kemudian terjerumus jadi lonte kelas tinggi”, ujar gadis di sampingku ini dengan dingin, tanpa ekspresi.
“Rita…..?!”
Aku terkejut. Bersamaan dengan direm mendadaknya Bus Wisata Taman Mini Indonesia ---yang berangkat dari terminal bus Cililitan--- ini oleh Pak Supir. Penumpang banyak yang tersentak. Badan mereka terdorong ke jok muka dibawa gaya sentakkan rem yang tiba-tiba itu.
Rupanya ketika lampu lalulintas akan berwarna kuning tadi, Pak Supir berniat tancap gas menerobos memanfaatkan kondisi arus kendaraan dari sebelah kanan yang sepi. Akan tetapi karena di belakang tiang listrik yang terbuat dari beton muncul Pak Polantas, maka supir bus wisata ini membatalkan niatnya.
Akibatnya sudah tentu penumpang yang menaiki bus pada menggerutu. Sebaliknya Pak Supir hanya nyengir-nyengir kuda menutupi kecerobohannya yang bisa merusak citra pelayanan pariwisata di ibukota Jakarta tersebut.
Apakah di era semangat ingin menjadikan dunia pariwisata sebagai primadona untuk menggantikan komoditi migas, kejadian yang baru saja kami alami ini akan didiamkan begitu saja?