Mohon tunggu...
Muchwardi Muchtar
Muchwardi Muchtar Mohon Tunggu... Jurnalis - penulis, pelaut, marine engineer, inspektur BBM dan Instruktur Pertamina Maritime Center

menulis, membaca, olahraga dan presentasi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Derita Prahara

17 Oktober 2024   15:01 Diperbarui: 10 November 2024   16:59 352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tapi, ketika aku naik feri KMF Halimun menyeberangi Selat Sunda, dari Bakeuheni ke Merak, kemudian berjumpa lagi dengan seorang wanita yang pernah menghidangkan teh manis beserta kue bolu buatku di sebuah flat di Singapura, mestikah aku menyalahkan nasib? 

Apakah persahabatan selama satu bulan lebih (ketika aku menunggu kapal tempatku bertugas naik dok) akan disambung lagi di kota tempat aku dibesarkan, menunut ilmu dan…. bahkan mendapat kerjaan guna menunjang hidup dan kehidupan ini?

“Lho, kok Rita ada di sini?”, sapaku ketika melihatnya sedang duduk di salon feri sambil menyedot jus jeruk.

Tanpa membuka kaca mata pantai yang dikenakannya, gadis ini tersenyum. Duh, senyumnya….berbingkai nirwana, bisik hatiku. “Dan, Anda…. kok juga di sini?”

Jawaban baliknya ini sebetulnya menyebalkan. Karena aku tahu ia coba menguburkan kenangan beberapa waktu yang lalu ketika kami bertemu di Singapura, maka aku juga pura-pura dungu menghadapi tindakannya itu.

“Kenalkan, nama saya Edward Tator”, ujarku, seraya menyodorkan tangan untuk bersalaman.

Tanganku ditempiskannya. Kemudian ia tertawa. (duh.. manisnya…). “Salaman, sebut nama. Salaman, perkenalkan nama. Bosan..! Kayak namanya cakep aja”.

“Setidaknya nama saya lebih enak didengar dari nama situ”, kataku membalas gurauannya.
“Jadi nama Derita Prahara yang kusebutkan tempo hari masih dianggap nama palsu?”, dan lagi-lagi ia memendam senyum.

Maka menyeberang selama hampir dua jam setengah itu sekejap saja rasanya. Di atas feri inilah aku mengenal ia lebih banyak lagi. Seorang gadis nyentrik, cantik, menarik penuh misteri yag kadang-kadang menggemaskan dalam berbicara. Ia naik feri bersama Mama dan Papanya (yang ada di kamar di lantai dua) adalah  kembali dari Pringsewu, Lampung Selatan. Baru saja Papanya membeli 5 HA tanah yang kelak akan mereka olah jadi lahan pertanian, pengisi hari-hari pensiunnya.

Pertemuan di salon feri malah berlanjut dengan hal-hal yang tak pernah kuduga. Wanita yang kunilai cerdas ini semakin membingungkan dengan kepolosan dan keterusterangannya dalam berkisah. Adakah wanita manis di dunia ini yang begitu baiknya memberikan identitas dirinya berupa foto e-KTP, dan nomor telepon rumah (serta nomor Hape) kepada seorang laki-laki yang belum sepenuhnya ia kenal secara pribadi?

Ya, Derita Prahara-lah orangnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun