Mohon tunggu...
M Saekan Muchith
M Saekan Muchith Mohon Tunggu... Ilmuwan - Dosen UIN Walisongo Semarang dan Peneliti Pada Yayasan Tasamuh Indonesia Mengabdi

Pemerhati Masalah Pendidikan, Sosial Agama dan Politik

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Guru Besar dan Kedhaliman Akademik

3 Maret 2022   07:46 Diperbarui: 3 Maret 2022   07:46 269
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Tulisan Profesor Bagong Suyanto berjudul "Guru Besar Yang Nyata" yang terbit diharian umum kompas tanggsl  19 Februari 2022 menarik dilanjutkan. Profesor Bagong mengkritisi dan bisa diangap sebuah keprihatinan terhadap perilaku oknum dosen yang memperoleh jabatan guru besar dengan cara culas seperti menggunakan jasa penulisan artikel yang terbit di jurnal internasional bereputasi bahkan ada yang nekat plagiasi.

Bagi dunia akademik, praktik plagiasi dan menggunakan jasa orang lain membuat karya ilmiah yang diakui karya sendiri merupakan kejahatan akademik yang luar biasa, dosanya tidak bisa diampuni. Dalam Islam sama dengan perilaku musyrik (menyekutukan Tuhan) termasuk dosa besar yang sulit diampuni oleh Tuhan.

Berbicara tentang Guru Besar, ada dua hal yang perlu di perhatikan, pertama, proses menjadi guru besar yang dianggap sangat menyulitkan dan merugikan dosen karena dianggap kurang transparan khususnya publikasi jurnal internasional bereputasi. Itulah yang dijadikan salah satu alasan Dosen departemen matematika Universitas Indonesia mengajukan gugatan Undang Undang Nomor 14 tahun 2005 ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Kedua, peran nyata setelah menyandang jabatan fungsional guru besar atau profesor. Masyarakat pada umumnya dan masyarakat kampus khususnya seakan terlena dan kurang menaruh perhatian kepada para dosen yang sudah menduduki jabatan guru besar. Apa yang sudah dihasilkan para guru besar dalam pengembangan atau penemuan ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi masyarakat. 

Setelah sukses melalui proses yang menyulitkan, apakah cukup puas dengan prestise dan menikmati tunjangan kehormatan sebesar  dua kali gaji pokok?

Seperti dikatakan Profesor Bagong Suyanto bahwa Guru besar tidak sekedar jabatan akademik dengan berbagai aktivitas rutin keilmuan di kampus seperti mengajar dan membimbing mahasiswa. Dipundak seorang guru besar melekat sebagai dosen yang arif dalam mensikapi persoalan dan harus selalu melahirkan karya karya keilmuan untuk membangun bangsa dan negara.  

Guru Besar Jabatan Keilmuan

Dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentranformasikan, mengembangkan dan menyebarkanluaskan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni  melalui pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat. (UUGD Pasal 1 ayat 2). Jabatan fungsional dosen terdiri dari asisten ahli, lektor, lektor kepala dan guru besar.

Menjadi guru besar (Profesor) memiliki persyaratan yang tidak mudah. Diantaranya berpengalaman menjadi dosen tetap minimal 10 tahun, memiliki jenjang pendidikan S3 (Doktor),  memiliki karya ilmiah terbitkan dijurnal internasional bereputasi  dan masih ada syarat administrasi lainya.

Berdasarkan syarat tersebut dapat dikatakan bahwa jabatan fungsional dosen menunjukan simbol kualitas keilmuan yang dimiliki atau dikuasai. Dosen yang menduduki jabatan fungsional lektor kualitas keilmuanya satu tingkat di atas asisten ahli. Dosen yang memiliki jabatan fungsional lektor kepala kualitas keilmuanya lebih bagus dari pada asisten ahli dan lektor. 

Begitu juga dosen yang sudah meraih jabatan fungsional Guru besar dapat dikatakan  memiliki kualitas keilmuan tertinggi dan sempurna. Artinya  guru besar itu sosok dosen yang memiliki kualitas keilmuan dibidangnya  secara unggul baik dalam hal metodologi (proses) maupun  hasil (temuan)  ilmu pengetahuan yang bermanfaat bagi masyarakat.

Produk Keilmuan
Produk keilmuan yang dihasilkan  Dosen secara personal atau  kampus secara kelembagaan bisa diwujudkan  dalam tiga kategori, menjelaskan teori, mengembangkan teori dan menemukan teori.

Dosen dengan jabatan fungsional asisten ahli dan lektor minimal menghasilkan produk keilmuan kategori menjelaskan teori. Produk keilmuan yang mendeskripsikan secara tepat, utuh dan sistematis  tentang fakta atau teori yang berkembang di tengah masyarakat. 

Mengapa masih banyak pejabat melakukan korupsi? Mengapa di zaman moderen seperti ini, perilaku masyarakat cenderung menyimpang? Suka menyebar berita bohong, suka memfitnah, jual beli hukum dan kedilan, merekayasa pesan agama untuk kepentingan pribadi dan kelompok. Dan masih banyak fakta fakta lainya.

Dosen dengan jabatan fungsional Lektor Kepala setidaknya harus memiliki produk keilmuan kategori mengembangkan teori. Produk keilmuan yang bisa menunjukan bahwa teori ilmiah yang ada di dalam buku atau kitab  bisa dijadikan saran menyelesaikan persoalan masyarakat. Misalnya, bagaimana langkah yang tepat teori A ini bisa menghilangkan atau mengurangi perilaku korupsi di Indonesia. 

Bagaimana cara melaksanakan teori B supaya  orang bisa menjadi jujur, disiplin, toleran, tanggung jawab dan saling menghormati. Bagaimana mempraktikan teori C kepada para pemimpin supaya menjadi pemimpin yang amanah, jujur dan bersih sehingga terwujud keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya.

Dosen dengan jabatan guru besar sekurang kurangnya menghasilkan produk keilmuan kategori menemukan teori. Temuan yang dihasilkan guru besar harus bersifat aplikatif dan pragmatis. Aplikatif artinya benar benar bisa gunakan untuk menyelesaikan problematika masyarakat. Pragmatis artinya benar benar bermanfaat bagi banyak orang. Semakin banyak guru besar semakin banyak temuan keilmuan yang bisa di manfaatkan untuk mengatasi persoalan kemanudiaan dan kebangsaan.

Ada tiga hal yang bisa dikatakan menemukan teori, pertama menginovasi atau mengkreasi teori yang sudah ada, kedua, menemukan sesuatu yang sebenarnya sudah ada tetapi belum diketahui orang lain dan ketiga, benar benar menemukan sesuatu yang sebelumnya belum ada.

Sudahkah para guru besar di Indonesia  memiliki produk keilmuan yang benar benar bermanfaat untuk bangsa dan negara? Wallahu 'alam.
Kedhaliman Guru Besar

Guru besar baik di lingkungan  kampus maupun di masyarakat umum diposisikan sebagai orang yang terbaik diantara orang baik. Orang sangat terhormat diantara yang terhormat. Orang yang sangat terpelajar  diantara yang terpelajar. Ahli dibidangnya, profesional cara kerjanya, independen dan obyektif cara berfikirnya.

Selain mendapat gaji dan tunjangan profesi dosen (serdos) Guru besar juga mendapat tunjangan kehormatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup dan membuat karya keilmuan sesuai bidangnya.

Tugas utama guru besar adalah melahirkan produk produk keilmuan dibidangnya masing masing yang bisa memberi inspirasi dan solusi atas berbagai problem kemasyarakatan dan kebangsaan. Produk keilmuan guru besar tidak cukup hanya tersimpan dialmari perpustakaan, tidak cukup hanya berupa buku yang dibaca dan disitasi oleh mahasiswa.  

Produk keilmuan guru besar harus tersebar diberbagai jurnal internasional, diberbagai media massa ternama baik nasional maupun internasional.  Karya keilmuan guru besar tidak cukup dilihat dari berapa banyak yang meng-sitasi (menjadikan rujukan) tetapi harus dilihat berapa banyak  lembaga, organisasi atau lelompok  yang memanfaatkan untuk menyelesaikan berbagai permasalahan yang dimiliki.

Ada kecenderungan yang cukup memprihatinkan. Setelah mendapatkan jabatan guru besar bukanya  sibuk beraktivitas memproduksi keilmuan tetapi sibuk mengejar jabatan struktural dibirokrasi perguruan tingginya maupun birokrasi pemerintahan. Tidak sedikit dosen setelah dikukuhkan sebagai guru besar langsung tancap gas ikut berkompetisi menjadi rektor, dekan, dirjen kementerian, staf ahli pejabat,  staf ahli menteri dan jabatan birokrasi lain yang ada dipemerintahan. 

Guru besar lebih percaya diri ikut kompetisi dalam bidang birokrasi dan perintahan. Publik beranggapan jika jabatan tertentu dipegang guru besar memiliki peluang sukses sangat besar  karena guru besar dianggap memiliki kualitas kompetensi dan integritas yang bisa diandalkan. Jabatan struktural dan birokrasi pemerintahan tidak mungkin efektif untuk menelorkan karya keilmuan  melainkan tempat penuh kesibukan melaksanakan rutinitas kebijakan.

Bisa dipahami, jabatan struktural dan birokrasi pemerintahan dari segi perolehan materi lebih menjanjikan dari pada sekadar guru besar tanpa jabatan struktural. Guru besar yang waktunya dihabiskan untuk melaksanakan tugas birokrasi bisa dianggap mengingkari fitrah guru besar bahkan bisa dikatakan suatu kedhaliman akademik  karena meninggalkan tugas utamanya melakukan riset untuk memproduksi ilmu pengetahuan guna membantu problem kemanusiaan dan kebangsaan.

Menurut hemat saya, Guru besar yang nyata  seperti yang diharapkan Profesor Bagong Suyanto tidak dilihat dari  lamanya menduduki jabatan struktural dan birokrasi pemerintahan. Guru besar yang nyata adalah yang terus berkarya melahirkan ilmu pengetahuan yang inovatif dan aplikatif sehingga bisa dipergunakan untuk memperbaiki tatanan sistem kehidupan kemanusiaan dan kebangsaan. Nyata dalam dunia keilmuan bukan nyata dalam dunia birokrasi dan struktural.

Dr. M. Saekan Muchith, S Ag, M.Pd Dosen FITK UIN Walisongo Semarang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun